Jumat, 14 September 2018

ASURANSI SYARIAH DAN KONVENSIONAL



Hasil gambar untuk logo iain batusangkar

MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARAH NON BANK

Tentang

ASURANSI SYARIAH DAN KONVENSIONAL

Oleh:

ASTRI AYUNDA
1730401022

Dosen Pembimbing:

DR. H. SYUKRI ISKA, M. AG
IFELDA NENGSIH, SEI, MA

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
1440 H/2018 M
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Musibah adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi pada diri seseorang, tidak memandang seseorang itu kaya atau miskin, tidak memandang seseorang itu anak-anak, remaja, ataupun orang tua. Dalam hal ini, kita sebagai umat yang beragama selalu siap siaga dalam menghadapi musibah, baik musibah kecelakaan, kebakaran, banjir, tanah longsor atau bencana yang lainnya yang mengakibatkan kerusakan pada harta benda atau kerusakan pada diri kita sendiri atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Seorang manusia harus siap mengalami musibah, tak hanya kesiapan dalam bentuk keimanan dan ketakwaan, namun harus siap juga secara ekonomi.
Kesiapan ekonomi yang dimaksudkan adalah kesiapan uang atau dana yang mungkin dibutuhkan dalam memperbaiki kerusakan ataupun kesiapan ekonomi untuk bekal hidup bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karenanya, perlu ada  lembaga keuangan yang dapat memberikan jaminan, baik jaminan atas kerusakan barang ataupun kelangsungan hidup orang yang kita tinggalkan nantinya.
Lembaga kuangan yang dapat memberikan jaminan tersebut adalah Asuransi.Kegiatan lembaga asuransi ini memberikan tanggungan baik kerugian ataupun kematian yang dialami seseorang. Dengan adanya lembaga asuransi ini diharapkan untuk mempermudah seseorang untuk memiliki kesiapan dana untuk menghadapi musibah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dan prosedur pendirian perusahaan asuransi syariah dan asuransi konvensional ?
2.      Apa jenis-jenis usaha perusahaan asuransi syariah dan konvensional ?
3.      Bagaimana manajemen operasional perusahaan asuransi dari segi tata cara atau prosedur berasuransi dan apa istilah-istilah dalam asuransi ?


C.    Tujuan Pembelajaran
1.      Untuk mengetahui pengertian dan prosedur pendirian perusahaan asuransi syariah dan asuransi konvensional
2.      Untuk mengetahui jenis-jenis usaha perusahaan asuransi syariah dan konvensional
3.      Untuk mengetahui manajemen operasional perusahaan asuransi dari segi tata cara atau prosedur berasuransi dan istilah-istilah dalam asuransi

























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan Prosedur Pendirian Perusahaan Asuransi (Syariah dan Konvensional)
1.      Pengertian dan Prosedur Pendirian Perusahaan Asuransi Syariah
a.      Pengertian Asuransi Syariah
Dalam bahasa Arab, asuransi disebut at-ta’min yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan terbebas dari rasa takut.
Makna yang tersirat dalam kalimat at-ta’min at ta’awuni lebih menekankan pada dasarnya saling menanggung atau saling menjamin antara satu sama lain jika diantara mereka ada yang tetimpa musibah, baik musibah kematian, kecelakaan, sakit, kecurian, kebakaran, maupun kerugian-kerugian lainnya. Ini lebih disebut dengan prinsip takaful.Takaful dapat diartikan sebagai saling menanggung atau saling menjamin. (Anwar, 2007: 19)
Asuransi takaful adalah pertanggungan yang berbentuk tolong menolong atau disebut juga dengan perbuatan kafal, yaitu perbuatan saling menolong dalam menghadapi sesuatu resiko yang tidak diperkirakan sebelumnya. (Lubis, 2000: 82)
Dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2014 memuat mengenai Asuransi Syariah, dimana devinisi ansuransi syariah menurut undang-undang adalah:
Asuransi Syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan ansuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian diantara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan berdasarkan prinsip syariah guna menolong dan melindungi dengan cara:
a.      Memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang ditimbulkan, kehilangan keuntungan, atau tenggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti;atau
b.      Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau pembayaran yang didasrkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasrkan pada hasil pengelolaan dana.
Jika ditinjau dalam pandangan syariat Islam, asuransi lebih dipandang sebagai akad yang bersifat tolong menolong dan saling menanggung (ta’awun dan ta’min), sehingga pertanggungan yang dimaksudkan dalam ansuransi ini bukanlah kegiatan usaha yang bersifat komersil. (Iska, Nengsih, 2016: 40-41)
Adapun beberapa pendapat para ahli tentang pengertian asuransi syariah, sebagi berikut:
1)      Al-Fajari
Al-Fajari mengartikan tadhamun, at-ta’min, atau asuransi syariah dengan pengertian saling menanggung atau tanggung jawab social.
2)      Mushtafa Ahmad Zarqa
Menurut Mushtafa Ahmad Zarqa, makna asuransi secara istilah adalah kejadian. Adapun metodologi dan gambarannya dapat berbeda-beda, namun pada intinya, asuransi adalah cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya.
3)      Husain Hamid Hisan
Husain Hamid Hisan mengatakan bahwa asuransi adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan system yang sangat rapi, antara sejumlah besar manusia.
4)      Az-Zarqa
Dalam buku ‘Aqdu at-Ta’min wa asy-Syari’ah al-Islamiyyah Minhu, az-Zarqa juga mengatakan bahwa system asuransi yang dipahami oleh para ulama (syariah) adalah sebuah sistem ta’awun dan tadhamun yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah.

5)      Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI),
Menurut DSN-MUI, asuransi syariah (ta’min, takaful, tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabbaru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menhadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. (Sula, 2004: 28-29)

b.      Prosedur Pendirian Perusahaan Ansuransi Syariah
Asuransi syariah mendasrkan legalitasnya pada Undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang sebenarnya kurang menakomodasikan asuransi syariah di Indonesia karena tidak mengatur keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah. Untuk merespon akan kebutuhan regulasi asuransi syariah ini, maka Majelis Ulama Indonesia melalui lembaganya yang khusus menangani ekonomi syariah, yaitu Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah.
Secara teknis operasional usaha perasuransian syariah mengacu pada beberapa pengaturan, atara lain:
1)      Surat keputusan Dirjen Lembaga Keuangan No. 4499/LK/2000 tentang  Jenis, Penilaian Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah dengan system syariah. Peraturan ini menjelaskan jenis investasi bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah, antara lain:
a)      Deposito Setifikat deposito syariah
b)      Sertifikat wadiah Bank Indonesia
c)      Saham syariah yang tercatat di bursa efek
d)     Obligasi syariah yang tercatat di bursa efek
e)      Surat berharga syariah yang diterbitkan atau dijamin oleh Pemerintah
f)       Bangunan atau tanah dengan bangunan untuk investasi
g)      Pembiayaan kepemilikan tanah dan atau banguna kendaraan bermotor dan barang modal dengan skema murabahah (jual beli dengan pembayaran ditangguhkan)
h)      Pembayaran modal kerja dengan skema mudharabah (bagi hasil)
i)        Pinjaman polis
2)      Keputusan Mentri Keuangan yang berkaitan dengan teknis asuransi syariah, KMK No. 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi. Regulasi yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam Pasal 15-18. Pada pasal tersebur dijelaskan mengenai kekayaan yang diperkenankan harus dimiliki dan dikuasai oelh perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.
3)      KMK No. 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Regulasi ini merupakan regulasi yang digunakan sebagai dasar untuk mendirikan asuransi syariah. Ketentuan dalam Pasal 3 yang menyebutkan bahwa “Setiap pihak dapat melakukan usaha asuransi atau usaha reasuransi berdasarkan prinsip syariah…”. Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syariah dalam Pasal 3-4 menjelaskan mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh izin usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah, Pasal 32 membahas mengenai pembukuan kantor cabang dengan prinsip syriah dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, dan Pasal 33 menjelaskan mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.

2.      Pengertian Pengertian dan Prosedur Pendirian Perusahaan Asuransi Konvensional
a.       Pengertian Asuransi Konvensional
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris yaitu: “insurance”, yang dalam kamus bahasa Indonesia menjadi bahasa popular dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”. Selanjutnya dalam bahasa Belanda, kata ansuransi disebut assurantie yang terdiri dari kata “assuraduer” yang berarti penanggungan dan “geassureerde” yang berarti tanggungan. Kemudian dalam bahasa Prancis disebut “Assurance” yang berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi. Dan dalam bahasa Arab dikenal dengan namata’min atau Takaful yang berarti tolong menolong. Peraturan perundang-undangan di Indonesia tentang asuransi terbaru adalah Undang-undang No. 40 Tahun 2014 sebagai pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 1992. Adapun pengertian asuransi dalam Undang-undang No. 1 tahun 1992 disebutkan bahwa asuransi adalah sebagai berikut:
Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggungan mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu kejadian yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasrkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang tertanggung. (Iska, Nengsih, 2016: 38)

b.      Prosedur Pendirian Perusahaan Asuransi Konvensial
Setiap orang yang ingin mendirikan perusahaan asuransi harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentag Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, yaitu sebagai berikut:
1)      Perusahaan perasuransian dalam melaksanakankegiatan usahanya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a)      Dalam anggaran dasar dinyatakan bahwa maksud dan tujuan pedirian perusahaan asuransi  hanya untuk menjalankan satu jenis usaha perasuransian
b)      Permodalan sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
c)      Susunan organisasi perusahaan paling sedikit meliputi fungsi:
(1)         Bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, yaitu fungsi pengelolaan risiko, fungsi pengelolaan keuangan, dan fungsi pelayanan
(2)         Bagi perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi, yaitu fungsi pengelolaan keuangan dan fungsi pelayanan
(3)         Bagi perusahaan agen asuransi, perusahaan penilaian kerugian asuransi, dan perusahaan konsultasi aktuaria, yaitu fungsi teknis sesuai dengan bidang jasayang diselenggarakan
d)     Memepekerjakan tenaga ahli sesuai dengan bidang usahanya dalam jumlah yang cukup untuk mengelola kegiatan usahanya
e)      Untuk perusahaan asuransi, memiliki komisaris independen yang:
(1)         Tugas pokoknya adalah untuk menyuarakan kepentingan pemegang polis
(2)         Bukan merupakan afiliasi dari pemegang saham, direksi, atau komisaris; dan
(3)         Menjabat sebagai komisaris independen paling banyak pada 2 (dua) perusahaan asuransi (Nopriansyah, 2016: 46-47)

B.     Jenis-jenis Usaha Perusahaan Asuransi (Syariah dan Konvensional)
Dalam UU No. 40 tahun 2014 dijelaskan mengenai defenisi usaha pengasuransian, yaitu segala usaha yang menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan resiko, pertanggungan ulang resiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan pemerataan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah.
Jenis-jenis asuransi adalah sebagai berikut:
1.      Usaha Asuransi Umum (Konvenional dan Syariah)
Asuransi umum adalah usaha jasa pertanggungan resiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. Pelaksanaan praktek asuransi umum berupa asuransi yang diberikan yang diberikan kepada tertanggung ataupun kepada pihak ketiga yang dirugikan oleh tertanggung. Dalam istilah lainnya, asuransi umum dikenal juga dengan nama asuransi kerugian. (Iska, Nengsih, 2016: 44)
Asuransi kerugian adalah perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian kehilangan manfaat dan tanggung jawab kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. (Lubis, 2000: 77-78)
Asuransi umum syariah adalah usaha pengelolaan berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadi sesuatu peristiwa yang tidak pasti.
Pengembagan produk-produk asuransi yang muncul dari usaha asuransi umum ada beberapa jenis, yaitu:
a.       Asuransi Kebakaran
Asuransi kebakaran adalah asuransi yang diberikan oleh perusahaan asuransi kepada tertanggung atas musibah kebakaran yang menimpanya. Biasanya dalam praktek asuransi, objek asuransinya adalah rumah, kantor, dan tempat tinggal lainnya. (Iska, Nengsih, 2016: 44-45)
Selain itu, dalam asuransi kebakaran diberikan pula jaminan resiko tambahan, seperti kerugian yang diakibatkan oleh gempa bumi, banjir, letusan gunung berapi, badai, angina topan, dan tanah longsor. (Djazuli, Janwari, 2002: 136)

b.      Asuransi Kerusakan
Asuransi ini diberikan kepada tertanggung sebagai pertanggungan atas kerusakan objek yang diasuransikan milik tertanggung.Objek asuransi ini adalah kendaraan, msin, dan peralatan-peralatan lainnya yang memiliki nilai financial tinggi.

c.       Asuransi Kehilangan
Asuransi kehilangan diberikan sebagai pertanggungan atas kehilangan objek yang di asuransikan oleh tertangggung kepada pananggung.Objeknya berupa benda-benda yang dimiliki tertanggung. Misalnya kendaraan, peralatan rumah tangga dengan nilai financial tinggi dan juga peralatan kantor.

d.      Asuransi Modal dan Pelaksanaan Pekerjaan (Kepentigan Keuangan)
Asuransi ini diberikan untuk menjamin dana modal yang dimiliki tertanggung yang di investasikan kedalam suatu usaha.

e.       Tanggung Jawab Hukum yang Disebabkan oleh Peristiwa yang Dijamin
Bentuk asuransi ini sering dimanfaatkan oleh para kontaktor sebagai tanggapan atas wan-prestasi yang mungkin akan terjadi dalam pelaksanaan-pelaksanaan kontrak dengan pihak lain.

f.       Dan berbagai jenis asuransi lainnya yang memberikan pertanggungan dalam bentuk kerugian secara financial pada tertanggung ataupun pihak yang disebabkan oeh tertanggung. (Iska, Nengsih, 2016: 45)
2.      Usaha Asuransi Jiwa (Konvensional dan Syariah)
Asuransi jiwa adalah suatu asuransi yang bertujuan untuk memberikan proteksi terhadap orang perindividu dan atau perkelompok (keluarga) atas kerugian financial tak terduga. (Iska, Nengsih, 2016: 46)
Asuransi jiwa juga dapat didefinisikan sebagai perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan. (Lubis, 2000: 78)
Dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2014 dijelaskan mengenai asuransi jiwa, yaitu usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan resiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia tau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Sedangkan usaha asuransi jiwa syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau pembayaran lain kepada peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasrkan pada hasil pengelolaan dana.
Jenis-jenis asuransi jiwa secara umum ada dua, yaitu:
a.       Asuransi Jiwa Individu
Dalam asuransi jiwa secara individu, maka tertanggungnya adalah seseorang atau individu tertentu yang dengan sengaja mengikat diri pada perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi yang dapat dijadikan tanggungan terhadap dirinya apabila terjadi hal-hal sebagaimana yang diperjanjikan.
Produk-produk ansuransi jiwa diantaranya sebagai berikut:
1)      Asuransi Kematian dan Kecelakaan Diri
Asuransi kematian adalah asuransi yang berhubungan dengan meninggalnya seseorang dan menyebabkan kewajiban yang meninggal tersebut atas keluarganya menjadi terputus. Pihak asuransi akan memberikan sejumlah uang (tanggungan) kepada ahli waris yang ditinggalkan oleh pihak tertanggung.
Sedangkan asuransi kecelakaana adalah jenis asuransi yang diberikan untuk mananggung jiwa seseorang jika nanti mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kematian, cacat, atau sekedar biaya pengobatan.

2)      Asuransi Pendidikan
Asuransi ini sering diperuntukan untuk anak dengan tujuan membiayai pendidikannya sampai lilus dijenjang perguruan tinggi. (Iska, Nengsih, 2016: 46-47)
Asuransi pendidikan atau takafuldana siswa memiliki dua kemungkinan, yakni masih hidup sampai masa kontrak berakhir dan meninggal dunia selama masa kontrak berlangsung. Bila peserta masih hidup sampai masa kontrak berakhir, maka pembayaran klaim ang berasal dari rekening tabungan peserta dan porsi bagi hasil akan diterima oleh peserta yang bersangkutan untuk kemudian digunakan bagi biaya pendidikan anak-anaknya. Tetapi, bila peserta meninggal dunia  pada saat kontrak masih berlangsung, maka pembayaran klaim berupa rekening buku tabungan peserta, porsi bagi hasi, dan dana kebajikan yang diambil dari tabungan Tabrru’ akan diterima oleh ahli warisnya untuk biaya pendidikan setelah ditinggal mati oleh orang tuanya. (Djazuli, Janwari, 2002: 140)

3)      Asuransi Kesehatan
Asuransi ini menawarkan pertanggungan terhadap biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan kesehatan pihak tertanggung. Bentuknya bisa dalam biaya perawatan di rumah sakit (rawat inap), biaya pengobatan dan biaya lain sehubungan dengan kesehatan.

b.      Asuransi Jiwa Group
Berikut beberapa produk dalam asuransi jiwa group:
1)      Asuransi Perjalanan
Asuransi ini diberikan untuk menjamin sekuruh orang-orang yang tergabung dalam suatu kelompok yang melakukan perjalanan. Misalnya asuransi penumpang pada pesawat terbang, asuransi penumpang pada kapal laut dan lain sebagainya yang menjadi suatu kelompok atau group.

2)      Asuransi Siswa/Pelajar
Asuransi ini sering digunakan oleh sekolah-sekolah ataupun perguruan tinggi untuk mengasuransikan seluruh siswa atau mahasiswa yang tegabung dalam lembega pendidikan mereka.

3.      Usaha Reasuransi (Konvensional dan Syariah)
Reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ualang terhadap resiko yang dihadapi leh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan reasuransi lainnya. (Iska, Nengsih, 2016: 48)
Pengertian lain tentang reasuransi adalah perjanjian asuransi yang memberikan jasa dan pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau peusahaan asuransi jiwa. (Lubis, 2000: 78)
Sedangkan usaha reasuransi syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah atas risiko yang dihadapi oelh perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan syariah, atau perusahaan reasuransi syariah lainnya. (Iska, Nengsih, 2016: 48)

4.      Usaha Pialang Asuransi
Usaha pialang asuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penutupan asuransi atau asuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimny dengan bertindak untuk dan atas nama pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
Palang asuransi didirikan untuk membantu peserta asuransi dalam memilih dan mendapatkan pelayanan asuransi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan peserta.

5.      Usaha Pialang Reasuransi
Usaha pialang reasuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau keperataan dalam penempatan reasuransi atau penempatan reasuransi syariah serta penaganan penyelesaian klaimnya denganbertindak untuk dan atas nama perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjamin, perusahaan penjamin syariah, perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariah yang melakukan penempatan reasuransi atau reasuransi syariah.
Reasuransi bertugas sebagai perwakilan, namun yang diwakilkannya adalah perusahaan asuransi. Tujuannya adalah supaya perusahaan asuransi mendapatkan perusahaan reasuransi yang tepat dalam menanggulangi permasalahan yang mungkin akan muncul dalam perusahaan asuransi sehubungang dengan kegiatannya dalam perasuransian.

6.      Usaha Penilaian Kerugian Asuransi
Usaha penilaian kerugian asuransi adalah usaha jasa penilaian klaim dan/atau jasa konsultsi atas objek asuransi.Dapat digunakan oleh perusahaan asuransi ataupun perusahaan reasuransi.Hal ini dapat mempermudah kerja perusahaan asuransi dan reasuransi dalam menentukan besarnya klaim yang dapat dilakukan oleh peserta asuransi. (Iska, Nengsih, 2016: 49-50)

C.    Manajemen Operasional Perusahaan Asuransi: Tata Cara/ Prosedur Beransuransi dan Istilah-istilah dalam Asuransi
1.      Tata Cara atau Prosedur Berasuransi Konvensional dan Syariah
a.      Tata Cara atau Prosedur Berasuransi Konvensional
Berdasarkan produk yang ditawarkannya, mekanisme operasional asuransi konvensional juga berbeda, yaitu:
1)      Asuransi Jiwa
Asuransi jiwa dapat dicairkan apabila pemegang polis mengalami hal-hal sebagaimana yang disebut dalam perjanjian asuransinya, seperti kecelakaan, sakit, pendidikan, dan kematian.Contohnya dalam produk asuransi jiwa yaitu asuransi kematian.
Ilustrasi:
Pak Ahmad adalah seorang pemegang polis asuransi kematian, ia mengikatkan dirinya pada perusahaan asuransi  konvensional selama 10 tahun. Di dalam polis disebutkan bahwa selama masa pertanggungan, jika pak Ahmad melakukan klaim (karena meninggal dunia) maka uang yang diberikan perusahaan adalah sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliyar rupiah) besarnya premi yang dibayarkan pak Ahmad setiap bulannya adalah sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Berdasarkan kasus tersebut, dapat dijelaskan bahwa dalam asuransi konvensional, antara nasabah dan perusahaan melakukan akad “pertaruhan” suatu objek yang dijadikan sebagai sebuah pendapatan.Ini terjadi ketika pemegang polis membayarkan sejumlah premi kepada perusahaan asuransi, oleh perusahaan asuransi, premi tersebut diakui sebagai pendapatan oleh perusahaan.
Jika selama masa asuransi, pemegang polis melakukan klaim, maka perusahaan asuransi membayarkan sejumlah uang pada pemegang polis sebagai akibat dari penanggungan resiko yang sudah diperjanjikan.Besarnya uang yang diterima oleh pemegang polis adalah sejumlah yang diperjanjikan diawal. Ditinjau secara matematis, jika pak Ahmad baru membayar 1 tahun (dua belas juta rupiah), ternyata pak Ahmad meninggal dan keluarga melakukan klaim, maka perusahaan harus mencairkan uang untuk menutup kerugian dari pak Ahmad sebesar Rp. 988.000.000,- (Sembilan ratus delapan puluh delapan juta rupiah).
Mekanisme seperti ini yang kerap dilakukan oleh perusahaan asuransi konvensional dalam pelaksanaan asuransi jiwa. Jika terjadi klaim, pihak peserta (pemegang polis) tertentu akan beruntung dan sebaliknya jika tidak terjadi apa-apa selama masa pertanggungan maka peserta kehilangan sejumlah uang yang telah dibayarkannya kepada pihak asuransi.
Pada beberapa perusahaan asuransi sudah mulai mengembangkan operasional asuransinya menjadi lebih baik.Perusahaan asuransi bahkan telah dengan tegas menyebutkan bahwa jika tidak terjadi klaim apa-apa terhadap peserta selama masa pertanggungan asuransi, maka peserta dijanjikan untuk mendapatkan pengembalian sejumlah uang tertentu agar tidak merasa terlalu diragikan. Namun jika peserta mengundurkan diri ditengah masa pertanggungan, peserta tetap tidak mendapatkan apa-apa termasuk dalam hal premi yag sudah disetorkan.

2)      Asuransi Umum
Salah satu contoh asuransi umum adalah asuransi kendaraan bermotor (mobil). Pola asuransi umum dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Ilustrasi:
Pak Ahmad memiliki sebuah mobil yang diasuransikan pada perusahaan asuransi.Pertanggungan yang diberikan berupa berbagai jenis kerusakan pada mobil.Pembayaran premi asuransi adalah di awal dengan jangka waktu asuransi adalah 1 tahun. Jika pak Ahmad melakukan klaim, maka perusahaan asuransi akan mengganti kerugian pak Ahmad, namun jika tidak terjadi klaim, uang pak Ahmad yang dijadikan premi tetap tidak kembali, karena juga diakui peruahaan asuransi sebagai pendapatan.
Pada berbagai perusahaan, pola asuransi umum ada juga yang berbentuk asuransi yang pertanggungannya separoh dari jumlah kerugian, ada juga yang sepenuhnya menjadi tanggungan perusahaan asuransi.Letak kesamaan antara asuransi umum dengan kematian adalah sama-sama tidak di kembalikan uang premi yang telah dibayarkan nasabah jika tidak terjadi klaim. (Iska, Nengsih, 2016: 50-51)

b.      Tata Cara atau Prosedur Berasuransi Syariah
Pola asuransi konvensional sangat jelas mengandung unsur-unsur maisyir, gharar, dan riba. Unsur maisyir terlihat dalam memposisikan jenis tanggungan (resiko yang mungkin terjadi ) menjadi objek yang diperjualbelikan, sedangkan unsur gharar dapat dilihat dari objek asuransi (seperti kematian, sakit, dan kecelakaan) yang tidak bias seorang manusiapun untuk dapat menentukan kapan hal tersebut akan terjadi. Unsur riba lahir dari besarnya dana asuransi yang diterima karena tidak ada kejelasan dana tambahan yang kita peroleh selain dana premi yang kita bayarkan pada pihak asuransi, dan perusahaan asuransi juga mendatkan dana yang terhimpun pada bank konvensional.
Kehadiran asuransi syariah diharapkan dapat membantu memecahkan persoalan tersebut. Mekanisme asuransi syariah, adalah sebagi berikut:
1)      Asuransi Jiwa
Asuransi jiwa syariah sangat mengindari adanya unsur maisyir, gharar, dan riba karena ketiga hal ini dalam Islam merupakan perbuatan yang diharamkan. Berikut ilustrasinya:
Ilustrasi:
Pak Ahmad adalah seorang pemegang polis asuransi kematian, ia mengikatkan dirinya pada perusahaan asuransi  konvensional selama 10 tahun. Di dalam polis disebutkan bahwa selama masa pertanggungan, jika pak Ahmad melakukan klaim (karena meninggal dunia) maka uang yang diberikan perusahaan adalah sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliyar rupiah) besarnya premi yang dibayarkan pak Ahmad setiap bulannya adalah sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Dalam asuransi syariah besarnya premi yang disetorkan oleh perusahaan asuransi akan dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu: biaya administrasi, dana tabarru’ dan tabungan (investasi). Biaya administrasi dimaksudkan bahwa dalam operasionalnya, perusahaan asuransi telah mengeluarkan biaya operasional administrasi dan jasa akibat membantu peserta dalam mengelola resiko yang mungkin akan terjadi pada diri peserta.
Dana tabrru’ adalah dana social yang sengaja di ambil dari peserta yang nantinya digunakan untuk membantu antar sesame peserta jika resiko terjadi. Dana tabungan atau investasi adalah sejumlah dana yang memang menjadi hak peserta nantinya baik terjadi atau tidak terjadinya resiko terhadap peserta karena dana tersebut bentuknya adalah tabungan. (Iska, Nengsih, 2016: 52-53)
Jika dalam ilustrasi di atas jumlah premi yang dibayarkan adalah Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) maka sebagai contoh dapat dibagikan menjadi tiga kategori, yaitu: Rp. 300.000,- untuk biaya administrasi, Rp. 500.000,- untuk dana tabarru’ atau social dan Rp. 200.000,- adalah dana tabungan atau inventasi peserta pada perusahaan asuransi.
Apabila pak Ahmad dalam masa pertanggungan (misalnya baru 1 tahun mengikuti asuransi) ternyata beliau meninggal, maka terjadilah klaim. Jika dihitung secara metematisnya, pak Ahmad tetap akan mendapatkan Rp. 1.000.000.000,-, sebagaimana yang telah disepakati, namun perhitungan halnya adalah  sebagai berikut:
Uang Rp. 1.000.000,-/bln dikali 12 bulan adalah Rp. 12.000.000,-. Dengan rincian:
a)      Rp. 300.000,-/bln kali 12 bulan adalah Rp. 3.600.000,- adalah uang administrasi yang sudah pasti diperuntukan untuk perusahaan atas biaya operasional dan jasa perusahaan
b)      Rp. 500.000,-/bln kali 12 bulan adalah Rp. 6.000.000,- adalah dan social yang telah di sumbangkan untuk semua peserta
c)      Rp. 200.000,-/bln kali 12 bulan adalah Rp. 2.400.000,- adalah hak nasabah yang harus dikembalikan karena merupakan tabungan atau investasi atas nama nasabah itu sendiri.
Jika dalam masa klaim nasabah memperoleh uang sebanyak satu miliyar, maka sumber dana satu miliyar diambilkan oleh perusahaan asuransi dari dana social  yang disumbangkan oleh seluruh peserta asuransi.
Dan jika peserta selama masa pertanggungan tidak pernah melakukan klaim, asuransi syariah tidak akan mengambil uang mereka sepenuhnya. Karena dalam asuransi syariah, apabila pak Ahmad ternyata selama masa pertanggungan (10 tahun) tidak melakukan klaim, maka uang pak Ahmad akan kembali sejumlah yang ditabungnya ditambah dengan sejumlah keuntungan hasil investasi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi. Perhitungannya adalah:Rp. 200.000,- dana tabungan/bln yang diambilkan dari premi dibayarkan dikali 10 tahun atau 120 bulan, maka totalnya adalah Rp. 24.000.000,- ditambah dengan bagihasil investasi dana tersebut yang dikelola oleh perusahaan asuransi. Bisa jumlah yang diterima jauh lebih besar dari nilai tabungan Rp. 24.000.000,- tersebut.

2)      Asuransi Umum
Perbedaan antara asuransi umum konvensional dengan syariah, jika dilihat dari sisi pihak, pananggung konvensional berada pada pihak perusahaan asuransi, sedangkan dengan system syariah penanggungnya adalah sesama anggota pemegang polis.Kategori uang premi pada syariah adalah sebagian untuk tabrru’ dan sebagian lainnya adalah untuk jasa (ujrah) bagi perusahaan asuransi akibat dari pengelolaan pengasuransian tersebut.
Ilustrasi:
Pak Ahmad memiliki sebuah mobil yang diasuransikan pada perusahaan asuransi.Pertanggungan yang diberikan berupa berbagai jenis kerusakan pada mobil.Pembayaran premi asuransi adalah diawal dengan jangka waktu asuransi adalah 1 tahun. Jika pak Ahmad melakukan klaim, maka perusahaan asuransi akan mengganti kerugian pak Ahmad, sesuai dengan perjanjian. Namun jika  tidak terjadi klaim, uang pak Ahmad yang djadikan premi, tetap tidak dikembalikan, karena alokasinya sudah diperuntukan semenjak awal sebagian untuk dana tabarru’ (sosial) dan sisanya untuk dana fee atau jasa (ujrah) bagi perusahaan asuransi.
Letak perbedaan antara asuransi umum dengan kematian adalah pada asuransi umum, uang premi yang telah dibayarkan peserta tidak dikembalikan sama sekali jika tidak terjadi klaim. Sedangkan pada asuransi kematian, sebagian dana premi dalam bentuk tabungan plus nisbah bagi hasilnya, dikembalikan pada saat tidak terjadinya musibah atau pengklaiman. (Iska, Nengsih, 2016: 55-56)

2.      Istilah-istilah Penting dalam Ansuransi
Istilah-istilah penting dalam ansuransi adalah:
a.       Actuarial (Aktuaria)
Fungsi pada suatu perusahaan ansuransi yang menerapkan prinsip-prinsip matematika pada ansuransi, termasuk mengkalkulasi/memperhitungkan harga premi serta memastikan kesehatan perusahaan dari segi keuangan.

b.      Annuity (Anuitas)
Anuitas diberikan suatu pengasilan tahunan tetap seumur hidup. Biasanya, sejumlah uang tunai diinvestasikan dana untuk memperoleh pengasilan tetap seumur hidup tersebut. 
 
c.       Assignment (Pengaliahan Hak)
Pengalihan sebagian atau keseluruhan hak untuk menerima pengasilan yang diperoleh dari suatu polis asuransi dari seseorang atau kesatuan, kepada orang atau kesatuan yang lain.

d.      Automatic Premium Loan/Non-Forfeiture Loan (Pinjaman Premi Otomatis/Pinjaman Tanpa Penebusan)
Apabila premi tidak dibayarkan pada jangka waktu masa tenggang dan polis memiliki nilai tunai yang mencukupi, ada suatu ketentuan yang menetapkan agar jumlah premi yang bersangkutan dibayar dimuka secara otomatis.Adapun jumlah pinjaman premi yang masih terhutang dapat dikenakan bunga.

e.       Cash Value/Surrender Value (Nilai Tunai/Nilai Tebusan)
Jumlah uang yang akan diterima oleh pemegang polis apabila ia menuangkan polis asuransi  jiwanya yang memiliki manfaat nilai tabungan.

f.       Endowment Plan (Program Pemberian Bantuan)
Jenis program asuransi ini memadukan baik manfaat proteksi maupun tabungan. Program asuransi ini membayarkan manfaat sejumlah uang tunai kepada pihak tertanggung apabila polis jatuh tempo.Program juga membayarkan jumlah tersebut pada saat tertanggung meninggal dunia, atau bilamana dapat diterapkan, saat tertanggung mengalami cacat yang menyeluruh dan bersifat permanen, dan apabila hal tersebut terjadi apad masa berlakunya polis.

g.      Grace Period (Masa Tenggang)
Jangka waktu setelah berakhirnya masa jatuh tanggal pembayaran premi dimana pembayaran premi bias dilakukan tanpa dikenakan bunga. Selama jangka waktu ini, polis masih dianggap berlaku.

h.      Investment-linked Plan (Program Ansuransi yang Dikaitkan dengan Investasi)
Premi-premi yang dibayarkan digunakan baik untuk membeli manfaat proteksi ansuransi jiwa maupun unit-unit dalam suatu portofolio dan investasi. Harga unit-unit akan tergantung pada kinerja investasi dana.

i.        Maturity Date (Tanggal Jatuh Tempo)
Tanggal yang sudah disetujui pada saat mana suatu perusahaan asuransi membayarkan sejumlah tunai uang.

j.        Non-participating Policy (Polis yang Tidak Mengikutsertakan)
Suatu polis asuransi dimana pemegang polis tidak diikutsertakan dalam keuntungan perusahaan.

k.      Paid-up Value (Nilai Pembayaran di Muka)
Ketentuan ini memberikan hak kepada pemegang polis untuk menghentikan pembayaran premi-premi di kemudian hari setelah polis memperoleh nilai tunai.Polis tetap berlaku sesuai dengan jumlah uamg pertanggungan yang telah berkurang nilainya.
l.        Participating Policy (Polis yang Mengikutsertakan)
Suatu polis asuransi dimana pemegang polis diikutsertakan dalam keuntungan perusahaan.

m.    Policy Lapse (Polis Lewat Waktu)
Pemberhentian penaggungan asuransi sebai akibat dari tidak dibayarnya premi-premi.
n.      Policy Loan (Pinjaman Polis)
Seorang pemegang polis yang membutuhkan uang tunai untuk jangka waktu sementara dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh pinjaman polis terhadap nilai pertanggungan dari polis tersebut.Pengenaan bunga mulai dihitung pada tanggal berlakunya pinjaman polis.
m.    Premium (Premi)
Jumlah yang harus dibayarkan untuk memperoleh pertanggungan asuransi yang diinginkan.

n.      Regulasi Premium Policy (Polis Premi Reguler)
Suatu polis yang menghendaki pembayaran premi secara berkala, sebagai contoh: bulanan, setiap empat bulan, setiap enam bulan atau tahunan.

o.      Reinstatement (Pemberlakuan Kembali)
Proses dimana seorang asuransi memberlakukan kembali suatu polis yang telah lewat waktu yang diakibatkan kerena tidak dibayarnya premi-premi pembaruan.

p.      Rider (Manfaat Tambahan)
Rider merupakan manfaat tambahan yang dapat disertakan suatu program asuransi dasar, seperti program asuransi jiwa menyeluruh (whole life plan) atau program pemberian bantuan (endowment).Manfaat ini dirancang untuk memberikan tambahan proteksi keuangan dengan biaya yang lebih murah.

q.      Single Premium Policy (Polis dengan Premi Sekali Bayar)
Suatu polis yang hanya menghendaki sekali pembayaran premi yang dilakukan dimuka.

r.        Sum Assured (Jumlah yang Tertanggung)
Jumlah uang jaminan yang dipertanggungkan kepada pemegang polis.

s.       Term Plan (Program Berjangka Terbatas)
Jenis program asuransi semacam ini menawarkan proteksi/perlindungan asuransi jiwa untuk jangka waktu yang terbatas. Jumlah uang pertanggungan hanya dapat dibayarkan apabila tertanggung meninggal dunia, atau dimana dapat diterapkan, mengalami cacat yang bersifat menyeluruh dan permanen pada masa berlakunya program tersebut.

t.        Underwriting (Penjamin)
Proses penaksiran/penilaian dan penggolongan derajat resiko yang terkait pada calon tertanggung, serta pembuatan keputusan untuk menerima atau menolak resiko tersebut.

u.      Whole Life Plan (Program Ansuransi Jiwa Menyeluruh)
Jenis program ansuransi jiwa ini menawarkan proteksi atau perlindungan seumur hidup terhadap kemaatian atau, apabila dapat diterapkan, cacat yang bersifat menyeluruh dan permanen, kepada tertanggung. (Iska, Nengsih, 2016: 56-60)




















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Asuransi syariah atau asuransi takaful adalah pertanggungan yang berbentuk tolong menolong atau disebut jugadengan perbuatan kafal, yaitu perbuatan saling menolong dalam menghadapi sesuatu resiko yang tidak diperkirakan sebelumnya. Sedangkan asuransi konvensional menurut Undang-undang Repoblik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggungan mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu kejadian yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasrkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang tertanggung.
Dalam prosedur pendiriannya, asuransi syariah melalui Majelis Ulama Indonesia, lembaganya yang khusus menangani ekonomi syariah, yaitu Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah. Dan dalam prosedur pendirian asuransi konvensional berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 1992 pasa 9 ayat 1 setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian yang menyelenggarakanProgram Asuransi Sosial.
Jenis-jenis usaha perusahaan asuransi baik syariah maupun konvensional, yaitu usaha asuransi umum, usaha asuransi jiwa, usaha reasuransi, usaha pialang asuransi, usaha pialang reasuransi, dan usaha penilaian kerugian asuransi.
Pada prosedur berasuransi, asuransi syariah dan asuransi konvensional berbeda.Contohnya dalam asuransi umum konvensional dengan syariah, jika dilihat dari sisi pihak, pananggung konvensional berada pada pihak perusahaan asuransi, sedangkan dengan system syariah penanggungnya adalah sesama anggota pemegang polis.
Istilah-istilah dalam berasuransi adalah Actuarial (Aktuaria), Annuity (Anuitas), Assignment (Pengaliahan Hak), Automatic Premium Loan/Non-Forfeiture Loan(Pinjaman Premi Otomatis/Pinjaman Tanpa Penebusan), Cash Value/Surrender Value (Nilai Tunai/Nilai Tebusan), Endowment Plan (Program Pemberian Bantuan), Grace Period (Masa Tenggang), Investment-linked Plan (Program Ansuransi yang Dikaitkan dengan Investasi), Maturity Date (Tanggal Jatuh Tempo), Non-participating Policy (Polis yang Tidak Mengikutsertakan), Paid-up Value (Nilai Pembayaran di Muka), Participating Policy (Polis yang Mengikutsertakan), Policy Lapse (Polis Lewat Waktu), Policy Loan (Pinjaman Polis), Premium (Premi), Regulasi Premium Policy (Polis Premi Reguler), Reinstatement (Pemberlakuan Kembali), Rider (Manfaat Tambahan), Single Premium Policy (Polis dengan Premi Sekali Bayar), Sum Assured (Jumlah yang Tertanggung), Term Plan (Program Berjangka Terbatas), Underwriting (Penjamin), Whole Life Plan (Program Ansuransi Jiwa Menyeluruh).














DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anwar, Khoiril. 2007. Asuransi Syariah, Halal, & Mashlahat. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Djazuli, H. A dan Janwari, Yadi. 2002. Lembaga–lembaga Perekonomian Umat. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Iska, Syukri dan Nengsih, Ifelda. 2016. Manajemen Lembaga Keuangan Syariah Non Bank: Teori, Praktek, dan Regulasi. Padang: CV. Jasa Surya.
Lubis, Suhrawardi K. 2000. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Muljono, Djoko. 2015. Buku Pintar Akuntansi Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: ANDI.
Nopriansyah, Waldi. 2016. Asransi Syariah. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Sula, Muhammad Syakir. 2004. Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional. Jakarta: Gema Insani.
Jurnal repository.unpas.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar