
MAKALAH
MANAJEMEN
LEMBAGA KEUANGAN SYARAH NON BANK
Tentang
ASURANSI
SYARIAH DAN KONVENSIONAL
Oleh:
ASTRI
AYUNDA
1730401022
Dosen
Pembimbing:
DR. H. SYUKRI ISKA, M. AG
IFELDA NENGSIH, SEI, MA
JURUSAN
PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
1440
H/2018 M
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Musibah adalah
sesuatu yang sangat mungkin terjadi pada diri seseorang, tidak memandang
seseorang itu kaya atau miskin, tidak memandang seseorang itu anak-anak,
remaja, ataupun orang tua. Dalam hal ini, kita sebagai umat yang beragama
selalu siap siaga dalam menghadapi musibah, baik musibah kecelakaan, kebakaran,
banjir, tanah longsor atau bencana yang lainnya yang mengakibatkan kerusakan
pada harta benda atau kerusakan pada diri kita sendiri atau bahkan dapat
menimbulkan kematian. Seorang manusia harus siap mengalami musibah, tak hanya
kesiapan dalam bentuk keimanan dan ketakwaan, namun harus siap juga secara
ekonomi.
Kesiapan ekonomi
yang dimaksudkan adalah kesiapan uang atau dana yang mungkin dibutuhkan dalam
memperbaiki kerusakan ataupun kesiapan ekonomi untuk bekal hidup bagi keluarga
yang ditinggalkan. Oleh karenanya, perlu ada
lembaga keuangan yang dapat memberikan jaminan, baik jaminan atas kerusakan
barang ataupun kelangsungan hidup orang yang kita tinggalkan nantinya.
Lembaga kuangan
yang dapat memberikan jaminan tersebut adalah Asuransi.Kegiatan lembaga
asuransi ini memberikan tanggungan baik kerugian ataupun kematian yang dialami
seseorang. Dengan adanya lembaga asuransi ini diharapkan untuk mempermudah
seseorang untuk memiliki kesiapan dana untuk menghadapi musibah.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian dan prosedur pendirian perusahaan asuransi syariah dan asuransi
konvensional ?
2.
Apa
jenis-jenis usaha perusahaan asuransi syariah dan konvensional ?
3.
Bagaimana
manajemen operasional perusahaan asuransi dari segi tata cara atau prosedur
berasuransi dan apa istilah-istilah dalam asuransi ?
1.
Untuk
mengetahui pengertian dan prosedur pendirian perusahaan asuransi syariah dan
asuransi konvensional
2.
Untuk
mengetahui jenis-jenis usaha perusahaan asuransi syariah dan konvensional
3.
Untuk
mengetahui manajemen operasional perusahaan asuransi dari segi tata cara atau
prosedur berasuransi dan istilah-istilah dalam asuransi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Prosedur Pendirian Perusahaan Asuransi (Syariah dan
Konvensional)
1.
Pengertian dan Prosedur Pendirian Perusahaan Asuransi Syariah
a.
Pengertian Asuransi Syariah
Dalam bahasa
Arab, asuransi disebut at-ta’min yang berarti memberikan perlindungan,
ketenangan, rasa aman, dan terbebas dari rasa takut.
Makna yang
tersirat dalam kalimat at-ta’min at ta’awuni lebih menekankan pada
dasarnya saling menanggung atau saling menjamin antara satu sama lain jika
diantara mereka ada yang tetimpa musibah, baik musibah kematian, kecelakaan,
sakit, kecurian, kebakaran, maupun kerugian-kerugian lainnya. Ini lebih disebut
dengan prinsip takaful.Takaful dapat diartikan sebagai saling menanggung atau
saling menjamin. (Anwar, 2007: 19)
Asuransi
takaful adalah pertanggungan yang berbentuk tolong menolong atau disebut juga dengan
perbuatan kafal, yaitu perbuatan saling menolong dalam menghadapi
sesuatu resiko yang tidak diperkirakan sebelumnya. (Lubis, 2000: 82)
Dalam
Undang-undang No. 40 Tahun 2014 memuat mengenai Asuransi Syariah, dimana
devinisi ansuransi syariah menurut undang-undang adalah:
Asuransi Syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas
perjanjian antara perusahaan ansuransi syariah dan pemegang polis dan
perjanjian diantara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan berdasarkan
prinsip syariah guna menolong dan melindungi dengan cara:
a.
Memberikan
penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan,
biaya yang ditimbulkan, kehilangan keuntungan, atau tenggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti;atau
b.
Memberikan
pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau pembayaran yang
didasrkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan
dan/atau didasrkan pada hasil pengelolaan dana.
Jika ditinjau dalam
pandangan syariat Islam, asuransi lebih dipandang sebagai akad yang bersifat
tolong menolong dan saling menanggung (ta’awun dan ta’min),
sehingga pertanggungan yang dimaksudkan dalam ansuransi ini bukanlah kegiatan
usaha yang bersifat komersil. (Iska, Nengsih,
2016: 40-41)
Adapun beberapa
pendapat para ahli tentang pengertian asuransi syariah, sebagi berikut:
1)
Al-Fajari
Al-Fajari
mengartikan tadhamun, at-ta’min, atau asuransi syariah dengan
pengertian saling menanggung atau tanggung jawab social.
2)
Mushtafa
Ahmad Zarqa
Menurut
Mushtafa Ahmad Zarqa, makna asuransi secara istilah adalah kejadian. Adapun
metodologi dan gambarannya dapat berbeda-beda, namun pada intinya, asuransi
adalah cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko
(ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam
perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya.
3)
Husain
Hamid Hisan
Husain Hamid
Hisan mengatakan bahwa asuransi adalah sikap ta’awun yang telah diatur
dengan system yang sangat rapi, antara sejumlah besar manusia.
4)
Az-Zarqa
Dalam buku ‘Aqdu
at-Ta’min wa asy-Syari’ah al-Islamiyyah Minhu, az-Zarqa juga mengatakan
bahwa system asuransi yang dipahami oleh para ulama (syariah) adalah sebuah
sistem ta’awun dan tadhamun yang bertujuan untuk menutupi
kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah.
5)
Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI),
Menurut
DSN-MUI, asuransi syariah (ta’min, takaful, tadhamun)
adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah
orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabbaru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menhadapi risiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah. (Sula, 2004: 28-29)
b.
Prosedur Pendirian Perusahaan Ansuransi Syariah
Asuransi syariah
mendasrkan legalitasnya pada Undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian yang sebenarnya kurang menakomodasikan asuransi syariah di
Indonesia karena tidak mengatur keberadaan asuransi berdasarkan prinsip
syariah. Untuk merespon akan kebutuhan regulasi asuransi syariah ini, maka
Majelis Ulama Indonesia melalui lembaganya yang khusus menangani ekonomi
syariah, yaitu Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001
tentang pedoman umum asuransi syariah.
Secara teknis
operasional usaha perasuransian syariah mengacu pada beberapa pengaturan, atara
lain:
1)
Surat
keputusan Dirjen Lembaga Keuangan No. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian Investasi Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah dengan system syariah. Peraturan ini
menjelaskan jenis investasi bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi
dengan prinsip syariah, antara lain:
a)
Deposito
Setifikat deposito syariah
b)
Sertifikat
wadiah Bank Indonesia
c)
Saham
syariah yang tercatat di bursa efek
d)
Obligasi
syariah yang tercatat di bursa efek
e)
Surat
berharga syariah yang diterbitkan atau dijamin oleh Pemerintah
f)
Bangunan
atau tanah dengan bangunan untuk investasi
g)
Pembiayaan
kepemilikan tanah dan atau banguna kendaraan bermotor dan barang modal dengan
skema murabahah (jual beli dengan
pembayaran ditangguhkan)
h)
Pembayaran
modal kerja dengan skema mudharabah
(bagi hasil)
i)
Pinjaman
polis
2)
Keputusan
Mentri Keuangan yang berkaitan dengan teknis asuransi syariah, KMK No.
424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
Regulasi yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam Pasal 15-18.
Pada pasal tersebur dijelaskan mengenai kekayaan yang diperkenankan harus
dimiliki dan dikuasai oelh perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan
prinsip syariah.
3)
KMK
No. 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Asuransi. Regulasi ini merupakan regulasi yang digunakan sebagai
dasar untuk mendirikan asuransi syariah. Ketentuan dalam Pasal 3 yang
menyebutkan bahwa “Setiap pihak dapat melakukan usaha asuransi atau usaha
reasuransi berdasarkan prinsip syariah…”. Ketentuan yang berkaitan dengan
asuransi syariah dalam Pasal 3-4 menjelaskan mengenai persyaratan dan tata cara
memperoleh izin usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan
prinsip syariah, Pasal 32 membahas mengenai pembukuan kantor cabang dengan
prinsip syriah dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, dan Pasal 33
menjelaskan mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dari
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.
2.
Pengertian Pengertian dan Prosedur Pendirian Perusahaan Asuransi
Konvensional
a.
Pengertian
Asuransi Konvensional
Kata asuransi
berasal dari bahasa Inggris yaitu: “insurance”, yang dalam kamus bahasa
Indonesia menjadi bahasa popular dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”. Selanjutnya dalam bahasa
Belanda, kata ansuransi disebut assurantie yang terdiri dari kata “assuraduer”
yang berarti penanggungan dan “geassureerde” yang berarti tanggungan.
Kemudian dalam bahasa Prancis disebut “Assurance”
yang berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi. Dan dalam bahasa Arab
dikenal dengan namata’min atau
Takaful yang berarti tolong menolong. Peraturan perundang-undangan di Indonesia
tentang asuransi terbaru adalah Undang-undang No. 40 Tahun 2014 sebagai
pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 1992. Adapun pengertian asuransi dalam
Undang-undang No. 1 tahun 1992 disebutkan bahwa asuransi adalah sebagai
berikut:
Asuransi
atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak
penanggungan mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu kejadian yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasrkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang tertanggung. (Iska, Nengsih, 2016: 38)
b. Prosedur
Pendirian Perusahaan Asuransi Konvensial
Setiap orang
yang ingin mendirikan perusahaan asuransi harus memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 39 Tahun 1992 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73
Tahun 1992 Tentag Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, yaitu sebagai berikut:
1)
Perusahaan
perasuransian dalam melaksanakankegiatan usahanya harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a)
Dalam
anggaran dasar dinyatakan bahwa maksud dan tujuan pedirian perusahaan
asuransi hanya untuk menjalankan satu
jenis usaha perasuransian
b)
Permodalan
sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
c)
Susunan
organisasi perusahaan paling sedikit meliputi fungsi:
(1)
Bagi
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, yaitu fungsi pengelolaan risiko,
fungsi pengelolaan keuangan, dan fungsi pelayanan
(2)
Bagi
perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi, yaitu fungsi
pengelolaan keuangan dan fungsi pelayanan
(3)
Bagi
perusahaan agen asuransi, perusahaan penilaian kerugian asuransi, dan
perusahaan konsultasi aktuaria, yaitu fungsi teknis sesuai dengan bidang
jasayang diselenggarakan
d)
Memepekerjakan
tenaga ahli sesuai dengan bidang usahanya dalam jumlah yang cukup untuk
mengelola kegiatan usahanya
e)
Untuk
perusahaan asuransi, memiliki komisaris independen yang:
(1)
Tugas
pokoknya adalah untuk menyuarakan kepentingan pemegang polis
(2)
Bukan
merupakan afiliasi dari pemegang saham, direksi, atau komisaris; dan
(3)
Menjabat
sebagai komisaris independen paling banyak pada 2 (dua) perusahaan asuransi (Nopriansyah,
2016: 46-47)
B.
Jenis-jenis Usaha Perusahaan Asuransi (Syariah dan
Konvensional)
Dalam UU No. 40
tahun 2014 dijelaskan mengenai defenisi usaha pengasuransian, yaitu segala
usaha yang menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan resiko, pertanggungan
ulang resiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi
syariah, konsultasi dan pemerataan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau
reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah.
Jenis-jenis
asuransi adalah sebagai berikut:
1.
Usaha
Asuransi Umum (Konvenional dan Syariah)
Asuransi umum
adalah usaha jasa pertanggungan resiko yang memberikan penggantian kepada
tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul,
kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu
peristiwa yang tidak pasti. Pelaksanaan praktek asuransi umum berupa asuransi
yang diberikan yang diberikan kepada tertanggung ataupun kepada pihak ketiga
yang dirugikan oleh tertanggung. Dalam istilah lainnya, asuransi umum dikenal
juga dengan nama asuransi kerugian. (Iska, Nengsih, 2016: 44)
Asuransi
kerugian adalah perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan
resiko atas kerugian kehilangan manfaat dan tanggung jawab kepada pihak ketiga
yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. (Lubis, 2000: 77-78)
Asuransi umum
syariah adalah usaha pengelolaan berdasarkan prinsip syariah guna saling
menolong dan melindungi dengan memberikan penggantian kepada peserta atau
pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan,
atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta
atau pemegang polis karena terjadi sesuatu peristiwa yang tidak pasti.
Pengembagan
produk-produk asuransi yang muncul dari usaha asuransi umum ada beberapa jenis,
yaitu:
a.
Asuransi
Kebakaran
Asuransi
kebakaran adalah asuransi yang diberikan oleh perusahaan asuransi kepada
tertanggung atas musibah kebakaran yang menimpanya. Biasanya dalam praktek
asuransi, objek asuransinya adalah rumah, kantor, dan tempat tinggal lainnya.
(Iska, Nengsih, 2016: 44-45)
Selain itu,
dalam asuransi kebakaran diberikan pula jaminan resiko tambahan, seperti
kerugian yang diakibatkan oleh gempa bumi, banjir, letusan gunung berapi,
badai, angina topan, dan tanah longsor. (Djazuli, Janwari, 2002: 136)
b.
Asuransi
Kerusakan
Asuransi ini
diberikan kepada tertanggung sebagai pertanggungan atas kerusakan objek yang
diasuransikan milik tertanggung.Objek asuransi ini adalah kendaraan, msin, dan
peralatan-peralatan lainnya yang memiliki nilai financial tinggi.
c.
Asuransi
Kehilangan
Asuransi
kehilangan diberikan sebagai pertanggungan atas kehilangan objek yang di
asuransikan oleh tertangggung kepada pananggung.Objeknya berupa benda-benda
yang dimiliki tertanggung. Misalnya kendaraan, peralatan rumah tangga dengan
nilai financial tinggi dan juga
peralatan kantor.
d.
Asuransi
Modal dan Pelaksanaan Pekerjaan (Kepentigan Keuangan)
Asuransi ini
diberikan untuk menjamin dana modal yang dimiliki tertanggung yang di investasikan
kedalam suatu usaha.
e.
Tanggung
Jawab Hukum yang Disebabkan oleh Peristiwa yang Dijamin
Bentuk asuransi
ini sering dimanfaatkan oleh para kontaktor sebagai tanggapan atas wan-prestasi
yang mungkin akan terjadi dalam pelaksanaan-pelaksanaan kontrak dengan pihak
lain.
f.
Dan
berbagai jenis asuransi lainnya yang memberikan pertanggungan dalam bentuk
kerugian secara financial pada
tertanggung ataupun pihak yang disebabkan oeh tertanggung. (Iska, Nengsih,
2016: 45)
2.
Usaha
Asuransi Jiwa (Konvensional dan Syariah)
Asuransi jiwa
adalah suatu asuransi yang bertujuan untuk memberikan proteksi terhadap orang
perindividu dan atau perkelompok (keluarga) atas kerugian financial tak terduga. (Iska, Nengsih, 2016: 46)
Asuransi jiwa
juga dapat didefinisikan sebagai perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam
penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang
yang dipertanggungkan. (Lubis, 2000: 78)
Dalam
Undang-undang No. 40 Tahun 2014 dijelaskan mengenai asuransi jiwa, yaitu usaha
yang menyelenggarakan jasa penanggulangan resiko yang memberikan pembayaran
kepada pemegang polis, tertanggung atau pihak lain yang berhak dalam hal
tertanggung meninggal dunia tau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada
pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu
yang diatur dalam perjanjian yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan
pada hasil pengelolaan dana.
Sedangkan usaha
asuransi jiwa syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip
syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang
didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau pembayaran lain kepada
peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam
perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasrkan pada hasil
pengelolaan dana.
Jenis-jenis
asuransi jiwa secara umum ada dua, yaitu:
a.
Asuransi
Jiwa Individu
Dalam asuransi
jiwa secara individu, maka tertanggungnya adalah seseorang atau individu
tertentu yang dengan sengaja mengikat diri pada perusahaan asuransi dengan
membayar sejumlah premi yang dapat dijadikan tanggungan terhadap dirinya
apabila terjadi hal-hal sebagaimana yang diperjanjikan.
Produk-produk
ansuransi jiwa diantaranya sebagai berikut:
1)
Asuransi
Kematian dan Kecelakaan Diri
Asuransi
kematian adalah asuransi yang berhubungan dengan meninggalnya seseorang dan
menyebabkan kewajiban yang meninggal tersebut atas keluarganya menjadi
terputus. Pihak asuransi akan memberikan sejumlah uang (tanggungan) kepada ahli
waris yang ditinggalkan oleh pihak tertanggung.
Sedangkan
asuransi kecelakaana adalah jenis asuransi yang diberikan untuk mananggung jiwa
seseorang jika nanti mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kematian, cacat,
atau sekedar biaya pengobatan.
2)
Asuransi
Pendidikan
Asuransi ini
sering diperuntukan untuk anak dengan tujuan membiayai pendidikannya sampai
lilus dijenjang perguruan tinggi. (Iska, Nengsih, 2016: 46-47)
Asuransi
pendidikan atau takafuldana siswa
memiliki dua kemungkinan, yakni masih hidup sampai masa kontrak berakhir dan
meninggal dunia selama masa kontrak berlangsung. Bila peserta masih hidup
sampai masa kontrak berakhir, maka pembayaran klaim ang berasal dari rekening
tabungan peserta dan porsi bagi hasil akan diterima oleh peserta yang
bersangkutan untuk kemudian digunakan bagi biaya pendidikan anak-anaknya.
Tetapi, bila peserta meninggal dunia
pada saat kontrak masih berlangsung, maka pembayaran klaim berupa
rekening buku tabungan peserta, porsi bagi hasi, dan dana kebajikan yang
diambil dari tabungan Tabrru’ akan
diterima oleh ahli warisnya untuk biaya pendidikan setelah ditinggal mati oleh
orang tuanya. (Djazuli, Janwari, 2002: 140)
3)
Asuransi
Kesehatan
Asuransi ini
menawarkan pertanggungan terhadap biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan
kesehatan pihak tertanggung. Bentuknya bisa dalam biaya perawatan di rumah
sakit (rawat inap), biaya pengobatan dan biaya lain sehubungan dengan
kesehatan.
b.
Asuransi
Jiwa Group
Berikut beberapa
produk dalam asuransi jiwa group:
1)
Asuransi
Perjalanan
Asuransi ini
diberikan untuk menjamin sekuruh orang-orang yang tergabung dalam suatu
kelompok yang melakukan perjalanan. Misalnya asuransi penumpang pada pesawat
terbang, asuransi penumpang pada kapal laut dan lain sebagainya yang menjadi
suatu kelompok atau group.
2)
Asuransi
Siswa/Pelajar
Asuransi ini
sering digunakan oleh sekolah-sekolah ataupun perguruan tinggi untuk
mengasuransikan seluruh siswa atau mahasiswa yang tegabung dalam lembega
pendidikan mereka.
3.
Usaha
Reasuransi (Konvensional dan Syariah)
Reasuransi
adalah usaha jasa pertanggungan ualang terhadap resiko yang dihadapi leh
perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan reasuransi lainnya.
(Iska, Nengsih, 2016: 48)
Pengertian lain
tentang reasuransi adalah perjanjian asuransi yang memberikan jasa dan pertanggungan
ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau
peusahaan asuransi jiwa. (Lubis, 2000: 78)
Sedangkan usaha
reasuransi syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah
atas risiko yang dihadapi oelh perusahaan asuransi syariah, perusahaan
penjaminan syariah, atau perusahaan reasuransi syariah lainnya. (Iska, Nengsih,
2016: 48)
4.
Usaha
Pialang Asuransi
Usaha pialang
asuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penutupan
asuransi atau asuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimny dengan
bertindak untuk dan atas nama pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
Palang asuransi
didirikan untuk membantu peserta asuransi dalam memilih dan mendapatkan
pelayanan asuransi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan peserta.
5.
Usaha
Pialang Reasuransi
Usaha pialang
reasuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau keperataan dalam penempatan
reasuransi atau penempatan reasuransi syariah serta penaganan penyelesaian
klaimnya denganbertindak untuk dan atas nama perusahaan asuransi, perusahaan
asuransi syariah, perusahaan penjamin, perusahaan penjamin syariah, perusahaan
reasuransi atau perusahaan reasuransi syariah yang melakukan penempatan
reasuransi atau reasuransi syariah.
Reasuransi bertugas
sebagai perwakilan, namun yang diwakilkannya adalah perusahaan asuransi.
Tujuannya adalah supaya perusahaan asuransi mendapatkan perusahaan reasuransi
yang tepat dalam menanggulangi permasalahan yang mungkin akan muncul dalam
perusahaan asuransi sehubungang dengan kegiatannya dalam perasuransian.
6.
Usaha
Penilaian Kerugian Asuransi
Usaha penilaian
kerugian asuransi adalah usaha jasa penilaian klaim dan/atau jasa konsultsi
atas objek asuransi.Dapat digunakan oleh perusahaan asuransi ataupun perusahaan
reasuransi.Hal ini dapat mempermudah kerja perusahaan asuransi dan reasuransi
dalam menentukan besarnya klaim yang dapat dilakukan oleh peserta asuransi.
(Iska, Nengsih, 2016: 49-50)
C. Manajemen
Operasional Perusahaan Asuransi: Tata Cara/ Prosedur Beransuransi dan
Istilah-istilah dalam Asuransi
1. Tata
Cara atau Prosedur Berasuransi Konvensional dan Syariah
a. Tata
Cara atau Prosedur Berasuransi Konvensional
Berdasarkan
produk yang ditawarkannya, mekanisme operasional asuransi konvensional juga
berbeda, yaitu:
1)
Asuransi
Jiwa
Asuransi jiwa
dapat dicairkan apabila pemegang polis mengalami hal-hal sebagaimana yang
disebut dalam perjanjian asuransinya, seperti kecelakaan, sakit, pendidikan,
dan kematian.Contohnya dalam produk asuransi jiwa yaitu asuransi kematian.
Ilustrasi:
Pak Ahmad adalah
seorang pemegang polis asuransi kematian, ia mengikatkan dirinya pada
perusahaan asuransi konvensional selama
10 tahun. Di dalam polis disebutkan bahwa selama masa pertanggungan, jika pak
Ahmad melakukan klaim (karena meninggal dunia) maka uang yang diberikan
perusahaan adalah sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliyar rupiah) besarnya
premi yang dibayarkan pak Ahmad setiap bulannya adalah sebesar Rp. 1.000.000,-
(satu juta rupiah).
Berdasarkan
kasus tersebut, dapat dijelaskan bahwa dalam asuransi konvensional, antara
nasabah dan perusahaan melakukan akad “pertaruhan” suatu objek yang dijadikan
sebagai sebuah pendapatan.Ini terjadi ketika pemegang polis membayarkan
sejumlah premi kepada perusahaan asuransi, oleh perusahaan asuransi, premi
tersebut diakui sebagai pendapatan oleh perusahaan.
Jika selama masa
asuransi, pemegang polis melakukan klaim, maka perusahaan asuransi membayarkan
sejumlah uang pada pemegang polis sebagai akibat dari penanggungan resiko yang
sudah diperjanjikan.Besarnya uang yang diterima oleh pemegang polis adalah
sejumlah yang diperjanjikan diawal. Ditinjau secara matematis, jika pak Ahmad
baru membayar 1 tahun (dua belas juta rupiah), ternyata pak Ahmad meninggal dan
keluarga melakukan klaim, maka perusahaan harus mencairkan uang untuk menutup
kerugian dari pak Ahmad sebesar Rp. 988.000.000,- (Sembilan ratus delapan puluh
delapan juta rupiah).
Mekanisme
seperti ini yang kerap dilakukan oleh perusahaan asuransi konvensional dalam
pelaksanaan asuransi jiwa. Jika terjadi klaim, pihak peserta (pemegang polis)
tertentu akan beruntung dan sebaliknya jika tidak terjadi apa-apa selama masa
pertanggungan maka peserta kehilangan sejumlah uang yang telah dibayarkannya
kepada pihak asuransi.
Pada beberapa
perusahaan asuransi sudah mulai mengembangkan operasional asuransinya menjadi
lebih baik.Perusahaan asuransi bahkan telah dengan tegas menyebutkan bahwa jika
tidak terjadi klaim apa-apa terhadap peserta selama masa pertanggungan
asuransi, maka peserta dijanjikan untuk mendapatkan pengembalian sejumlah uang
tertentu agar tidak merasa terlalu diragikan. Namun jika peserta mengundurkan
diri ditengah masa pertanggungan, peserta tetap tidak mendapatkan apa-apa
termasuk dalam hal premi yag sudah disetorkan.
2)
Asuransi
Umum
Salah satu
contoh asuransi umum adalah asuransi kendaraan bermotor (mobil). Pola asuransi
umum dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Ilustrasi:
Pak Ahmad
memiliki sebuah mobil yang diasuransikan pada perusahaan asuransi.Pertanggungan
yang diberikan berupa berbagai jenis kerusakan pada mobil.Pembayaran premi
asuransi adalah di awal dengan jangka waktu asuransi adalah 1 tahun. Jika pak
Ahmad melakukan klaim, maka perusahaan asuransi akan mengganti kerugian pak
Ahmad, namun jika tidak terjadi klaim, uang pak Ahmad yang dijadikan premi
tetap tidak kembali, karena juga diakui peruahaan asuransi sebagai pendapatan.
Pada berbagai
perusahaan, pola asuransi umum ada juga yang berbentuk asuransi yang
pertanggungannya separoh dari jumlah kerugian, ada juga yang sepenuhnya menjadi
tanggungan perusahaan asuransi.Letak kesamaan antara asuransi umum dengan
kematian adalah sama-sama tidak di kembalikan uang premi yang telah dibayarkan
nasabah jika tidak terjadi klaim. (Iska, Nengsih, 2016: 50-51)
b. Tata
Cara atau Prosedur Berasuransi Syariah
Pola asuransi
konvensional sangat jelas mengandung unsur-unsur maisyir, gharar, dan riba. Unsur maisyir terlihat dalam memposisikan jenis tanggungan (resiko yang
mungkin terjadi ) menjadi objek yang diperjualbelikan, sedangkan unsur gharar dapat dilihat dari objek asuransi
(seperti kematian, sakit, dan kecelakaan) yang tidak bias seorang manusiapun
untuk dapat menentukan kapan hal tersebut akan terjadi. Unsur riba lahir dari besarnya dana asuransi
yang diterima karena tidak ada kejelasan dana tambahan yang kita peroleh selain
dana premi yang kita bayarkan pada pihak asuransi, dan perusahaan asuransi juga
mendatkan dana yang terhimpun pada bank konvensional.
Kehadiran
asuransi syariah diharapkan dapat membantu memecahkan persoalan tersebut.
Mekanisme asuransi syariah, adalah sebagi berikut:
1)
Asuransi
Jiwa
Asuransi jiwa
syariah sangat mengindari adanya unsur maisyir,
gharar, dan riba karena ketiga hal ini dalam Islam merupakan perbuatan yang
diharamkan. Berikut ilustrasinya:
Ilustrasi:
Pak Ahmad adalah
seorang pemegang polis asuransi kematian, ia mengikatkan dirinya pada
perusahaan asuransi konvensional selama
10 tahun. Di dalam polis disebutkan bahwa selama masa pertanggungan, jika pak
Ahmad melakukan klaim (karena meninggal dunia) maka uang yang diberikan
perusahaan adalah sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliyar rupiah) besarnya
premi yang dibayarkan pak Ahmad setiap bulannya adalah sebesar Rp. 1.000.000,-
(satu juta rupiah).
Dalam asuransi
syariah besarnya premi yang disetorkan oleh perusahaan asuransi akan
dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu: biaya administrasi, dana tabarru’ dan tabungan (investasi). Biaya
administrasi dimaksudkan bahwa dalam operasionalnya, perusahaan asuransi telah
mengeluarkan biaya operasional administrasi dan jasa akibat membantu peserta
dalam mengelola resiko yang mungkin akan terjadi pada diri peserta.
Dana tabrru’ adalah dana social yang sengaja
di ambil dari peserta yang nantinya digunakan untuk membantu antar sesame
peserta jika resiko terjadi. Dana tabungan atau investasi adalah sejumlah dana
yang memang menjadi hak peserta nantinya baik terjadi atau tidak terjadinya
resiko terhadap peserta karena dana tersebut bentuknya adalah tabungan. (Iska,
Nengsih, 2016: 52-53)
Jika dalam
ilustrasi di atas jumlah premi yang dibayarkan adalah Rp. 1.000.000,- (satu
juta rupiah) maka sebagai contoh dapat dibagikan menjadi tiga kategori, yaitu:
Rp. 300.000,- untuk biaya administrasi, Rp. 500.000,- untuk dana tabarru’ atau social dan Rp. 200.000,-
adalah dana tabungan atau inventasi peserta pada perusahaan asuransi.
Apabila pak
Ahmad dalam masa pertanggungan (misalnya baru 1 tahun mengikuti asuransi)
ternyata beliau meninggal, maka terjadilah klaim. Jika dihitung secara
metematisnya, pak Ahmad tetap akan mendapatkan Rp. 1.000.000.000,-, sebagaimana
yang telah disepakati, namun perhitungan halnya adalah sebagai berikut:
Uang Rp.
1.000.000,-/bln dikali 12 bulan adalah Rp. 12.000.000,-. Dengan rincian:
a)
Rp.
300.000,-/bln kali 12 bulan adalah Rp. 3.600.000,- adalah uang administrasi
yang sudah pasti diperuntukan untuk perusahaan atas biaya operasional dan jasa
perusahaan
b)
Rp.
500.000,-/bln kali 12 bulan adalah Rp. 6.000.000,- adalah dan social yang telah
di sumbangkan untuk semua peserta
c)
Rp.
200.000,-/bln kali 12 bulan adalah Rp. 2.400.000,- adalah hak nasabah yang
harus dikembalikan karena merupakan tabungan atau investasi atas nama nasabah
itu sendiri.
Jika dalam masa
klaim nasabah memperoleh uang sebanyak satu miliyar, maka sumber dana satu
miliyar diambilkan oleh perusahaan asuransi dari dana social yang disumbangkan oleh seluruh peserta
asuransi.
Dan jika peserta
selama masa pertanggungan tidak pernah melakukan klaim, asuransi syariah tidak
akan mengambil uang mereka sepenuhnya. Karena dalam asuransi syariah, apabila pak
Ahmad ternyata selama masa pertanggungan (10 tahun) tidak melakukan klaim, maka
uang pak Ahmad akan kembali sejumlah yang ditabungnya ditambah dengan sejumlah
keuntungan hasil investasi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi.
Perhitungannya adalah:Rp. 200.000,- dana tabungan/bln yang diambilkan dari
premi dibayarkan dikali 10 tahun atau 120 bulan, maka totalnya adalah Rp.
24.000.000,- ditambah dengan bagihasil investasi dana tersebut yang dikelola
oleh perusahaan asuransi. Bisa jumlah yang diterima jauh lebih besar dari nilai
tabungan Rp. 24.000.000,- tersebut.
2)
Asuransi
Umum
Perbedaan antara
asuransi umum konvensional dengan syariah, jika dilihat dari sisi pihak,
pananggung konvensional berada pada pihak perusahaan asuransi, sedangkan dengan
system syariah penanggungnya adalah sesama anggota pemegang polis.Kategori uang
premi pada syariah adalah sebagian untuk tabrru’
dan sebagian lainnya adalah untuk jasa (ujrah)
bagi perusahaan asuransi akibat dari pengelolaan pengasuransian tersebut.
Ilustrasi:
Pak Ahmad
memiliki sebuah mobil yang diasuransikan pada perusahaan asuransi.Pertanggungan
yang diberikan berupa berbagai jenis kerusakan pada mobil.Pembayaran premi
asuransi adalah diawal dengan jangka waktu asuransi adalah 1 tahun. Jika pak
Ahmad melakukan klaim, maka perusahaan asuransi akan mengganti kerugian pak
Ahmad, sesuai dengan perjanjian. Namun jika
tidak terjadi klaim, uang pak Ahmad yang djadikan premi, tetap tidak
dikembalikan, karena alokasinya sudah diperuntukan semenjak awal sebagian untuk
dana tabarru’ (sosial) dan sisanya
untuk dana fee atau jasa (ujrah) bagi perusahaan asuransi.
Letak perbedaan
antara asuransi umum dengan kematian adalah pada asuransi umum, uang premi yang
telah dibayarkan peserta tidak dikembalikan sama sekali jika tidak terjadi
klaim. Sedangkan pada asuransi kematian, sebagian dana premi dalam bentuk
tabungan plus nisbah bagi hasilnya, dikembalikan pada saat tidak terjadinya
musibah atau pengklaiman. (Iska, Nengsih, 2016: 55-56)
2.
Istilah-istilah
Penting dalam Ansuransi
Istilah-istilah penting dalam ansuransi
adalah:
a. Actuarial
(Aktuaria)
Fungsi pada suatu perusahaan ansuransi
yang menerapkan prinsip-prinsip matematika pada ansuransi, termasuk
mengkalkulasi/memperhitungkan harga premi serta memastikan kesehatan perusahaan
dari segi keuangan.
b. Annuity
(Anuitas)
Anuitas diberikan suatu pengasilan
tahunan tetap seumur hidup. Biasanya, sejumlah uang tunai diinvestasikan dana
untuk memperoleh pengasilan tetap seumur hidup tersebut.
c. Assignment
(Pengaliahan Hak)
Pengalihan sebagian atau keseluruhan hak
untuk menerima pengasilan yang diperoleh dari suatu polis asuransi dari
seseorang atau kesatuan, kepada orang atau kesatuan yang lain.
d. Automatic
Premium Loan/Non-Forfeiture Loan (Pinjaman Premi Otomatis/Pinjaman Tanpa
Penebusan)
Apabila premi tidak dibayarkan pada
jangka waktu masa tenggang dan polis memiliki nilai tunai yang mencukupi, ada
suatu ketentuan yang menetapkan agar jumlah premi yang bersangkutan dibayar
dimuka secara otomatis.Adapun jumlah pinjaman premi yang masih terhutang dapat
dikenakan bunga.
e. Cash
Value/Surrender Value (Nilai Tunai/Nilai Tebusan)
Jumlah uang yang akan diterima oleh
pemegang polis apabila ia menuangkan polis asuransi jiwanya yang memiliki manfaat nilai tabungan.
f. Endowment
Plan (Program Pemberian Bantuan)
Jenis program asuransi ini memadukan
baik manfaat proteksi maupun tabungan. Program asuransi ini membayarkan manfaat
sejumlah uang tunai kepada pihak tertanggung apabila polis jatuh tempo.Program
juga membayarkan jumlah tersebut pada saat tertanggung meninggal dunia, atau
bilamana dapat diterapkan, saat tertanggung mengalami cacat yang menyeluruh dan
bersifat permanen, dan apabila hal tersebut terjadi apad masa berlakunya polis.
g. Grace
Period (Masa Tenggang)
Jangka waktu setelah berakhirnya masa
jatuh tanggal pembayaran premi dimana pembayaran premi bias dilakukan tanpa
dikenakan bunga. Selama jangka waktu ini, polis masih dianggap berlaku.
h. Investment-linked
Plan (Program Ansuransi yang Dikaitkan dengan Investasi)
Premi-premi yang dibayarkan digunakan
baik untuk membeli manfaat proteksi ansuransi jiwa maupun unit-unit dalam suatu
portofolio dan investasi. Harga unit-unit akan tergantung pada kinerja
investasi dana.
i.
Maturity Date (Tanggal
Jatuh Tempo)
Tanggal yang sudah disetujui pada saat mana
suatu perusahaan asuransi membayarkan sejumlah tunai uang.
j.
Non-participating
Policy (Polis yang Tidak Mengikutsertakan)
Suatu polis asuransi dimana pemegang
polis tidak diikutsertakan dalam keuntungan perusahaan.
k. Paid-up
Value (Nilai Pembayaran di Muka)
Ketentuan ini memberikan hak kepada
pemegang polis untuk menghentikan pembayaran premi-premi di kemudian hari
setelah polis memperoleh nilai tunai.Polis tetap berlaku sesuai dengan jumlah
uamg pertanggungan yang telah berkurang nilainya.
l.
Participating Policy
(Polis yang Mengikutsertakan)
Suatu polis asuransi dimana pemegang
polis diikutsertakan dalam keuntungan perusahaan.
m. Policy
Lapse (Polis Lewat Waktu)
Pemberhentian penaggungan asuransi
sebai akibat dari tidak dibayarnya premi-premi.
n. Policy
Loan (Pinjaman Polis)
Seorang pemegang polis yang membutuhkan
uang tunai untuk jangka waktu sementara dapat mengajukan permohonan untuk
memperoleh pinjaman polis terhadap nilai pertanggungan dari polis
tersebut.Pengenaan bunga mulai dihitung pada tanggal berlakunya pinjaman polis.
m. Premium
(Premi)
Jumlah yang harus dibayarkan untuk
memperoleh pertanggungan asuransi yang diinginkan.
n. Regulasi
Premium Policy (Polis Premi Reguler)
Suatu polis yang menghendaki pembayaran
premi secara berkala, sebagai contoh: bulanan, setiap empat bulan, setiap enam
bulan atau tahunan.
o. Reinstatement
(Pemberlakuan Kembali)
Proses dimana seorang asuransi
memberlakukan kembali suatu polis yang telah lewat waktu yang diakibatkan
kerena tidak dibayarnya premi-premi pembaruan.
p. Rider
(Manfaat Tambahan)
Rider merupakan manfaat tambahan yang
dapat disertakan suatu program asuransi dasar, seperti program asuransi jiwa
menyeluruh (whole life plan) atau
program pemberian bantuan (endowment).Manfaat
ini dirancang untuk memberikan tambahan proteksi keuangan dengan biaya yang
lebih murah.
q. Single
Premium Policy (Polis dengan Premi Sekali Bayar)
Suatu polis yang hanya menghendaki
sekali pembayaran premi yang dilakukan dimuka.
r.
Sum Assured (Jumlah
yang Tertanggung)
Jumlah uang jaminan yang dipertanggungkan
kepada pemegang polis.
s. Term
Plan (Program Berjangka Terbatas)
Jenis program asuransi semacam ini
menawarkan proteksi/perlindungan asuransi jiwa untuk jangka waktu yang
terbatas. Jumlah uang pertanggungan hanya dapat dibayarkan apabila tertanggung meninggal
dunia, atau dimana dapat diterapkan, mengalami cacat yang bersifat menyeluruh
dan permanen pada masa berlakunya program tersebut.
t.
Underwriting (Penjamin)
Proses penaksiran/penilaian dan
penggolongan derajat resiko yang terkait pada calon tertanggung, serta
pembuatan keputusan untuk menerima atau menolak resiko tersebut.
u. Whole
Life Plan (Program Ansuransi Jiwa Menyeluruh)
Jenis program ansuransi jiwa ini
menawarkan proteksi atau perlindungan seumur hidup terhadap kemaatian atau,
apabila dapat diterapkan, cacat yang bersifat menyeluruh dan permanen, kepada
tertanggung. (Iska, Nengsih, 2016: 56-60)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Asuransi
syariah atau asuransi takaful adalah
pertanggungan yang berbentuk tolong menolong atau disebut jugadengan perbuatan kafal,
yaitu perbuatan saling menolong dalam menghadapi sesuatu resiko yang tidak
diperkirakan sebelumnya. Sedangkan asuransi konvensional menurut Undang-undang
Repoblik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, Asuransi
atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak
penanggungan mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu kejadian yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasrkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang tertanggung.
Dalam prosedur
pendiriannya, asuransi syariah melalui Majelis Ulama Indonesia, lembaganya yang khusus
menangani ekonomi syariah, yaitu Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa No.
21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah. Dan dalam prosedur
pendirian asuransi konvensional berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 1992 pasa
9 ayat 1 setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian yang
menyelenggarakanProgram Asuransi Sosial.
Jenis-jenis
usaha perusahaan asuransi baik syariah maupun konvensional, yaitu usaha
asuransi umum, usaha asuransi jiwa, usaha reasuransi, usaha pialang asuransi,
usaha pialang reasuransi, dan usaha penilaian kerugian asuransi.
Pada prosedur
berasuransi, asuransi syariah dan asuransi konvensional berbeda.Contohnya dalam
asuransi umum konvensional dengan syariah, jika dilihat dari sisi pihak,
pananggung konvensional berada pada pihak perusahaan asuransi, sedangkan dengan
system syariah penanggungnya adalah sesama anggota pemegang polis.
Istilah-istilah
dalam berasuransi adalah Actuarial
(Aktuaria), Annuity (Anuitas), Assignment
(Pengaliahan Hak), Automatic Premium
Loan/Non-Forfeiture Loan(Pinjaman Premi Otomatis/Pinjaman Tanpa Penebusan),
Cash Value/Surrender Value (Nilai
Tunai/Nilai Tebusan), Endowment Plan
(Program Pemberian Bantuan), Grace Period
(Masa Tenggang), Investment-linked Plan
(Program Ansuransi yang Dikaitkan dengan Investasi), Maturity Date (Tanggal Jatuh Tempo), Non-participating Policy (Polis yang Tidak Mengikutsertakan), Paid-up Value (Nilai Pembayaran di
Muka), Participating Policy (Polis
yang Mengikutsertakan), Policy Lapse
(Polis Lewat Waktu), Policy Loan
(Pinjaman Polis), Premium (Premi), Regulasi Premium Policy (Polis Premi
Reguler), Reinstatement (Pemberlakuan
Kembali), Rider (Manfaat Tambahan), Single Premium Policy (Polis dengan
Premi Sekali Bayar), Sum Assured
(Jumlah yang Tertanggung), Term Plan
(Program Berjangka Terbatas), Underwriting
(Penjamin), Whole Life Plan (Program
Ansuransi Jiwa Menyeluruh).
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Anwar, Khoiril.
2007. Asuransi Syariah, Halal, &
Mashlahat. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Djazuli, H. A dan Janwari, Yadi.
2002. Lembaga–lembaga Perekonomian Umat.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Iska, Syukri dan Nengsih, Ifelda.
2016. Manajemen Lembaga Keuangan Syariah
Non Bank: Teori, Praktek, dan Regulasi. Padang: CV. Jasa Surya.
Lubis,
Suhrawardi K. 2000. Hukum Ekonomi Islam.
Jakarta: Sinar Grafika.
Muljono, Djoko. 2015. Buku Pintar Akuntansi Perbankan dan Lembaga
Keuangan Syariah. Yogyakarta: ANDI.
Nopriansyah, Waldi. 2016. Asransi Syariah. Yogyakarta: CV Andi
Offset.
Sula, Muhammad Syakir. 2004. Asuransi Syariah (Life and General) Konsep
dan Sistem Operasional. Jakarta: Gema Insani.
Jurnal repository.unpas.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar