Jumat, 28 September 2018

PERUSAHAAN LEASING



Hasil gambar untuk logo iain batusangkar

MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARAH NON BANK

Tentang

PERUSAHAAN LEASING

Oleh:

ASTRI AYUNDA
1730401022

Dosen Pembimbing:

DR. H. SYUKRI ISKA, M. AG
IFELDA NENGSIH, SEI, MA

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
1440 H/2018 M
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perusahaan leasing atau perusahaan pembiayaan adalah lembaga keungan non-bank yang kegiatan utamanya adalah pemberian kredit untuk pembiayaan barang modal. Berbeda dengan bank yang memperoleh sumber pendanaan dari deposan masyarakat umum atau perusahaan, perusahaan leasing memperoleh sumber pendanaannya melalui dana pinjaman dari bank.
Selain itu, perusahaan leasing juga merupakan perusahaan yang bergerak dalam bentuk usaha sewa menyewa. Objek kegiatan dari leasing adalah melakukan sewa-menyewa atas barang-barang yang dibutuhkan masyarakat. Bentuk sewa yang dilakukan leasing adalah seperti sewa biasa dan sewa jual beli yang diharapkan akan mempermudah masyarakat dalam melakukan transaksi pembiayaan dan masyarakat akan diberikan kemudahan dalam memiliki dan mengambil manfaat dari barang-barang yang mereka inginkan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana mekanisme operasional perusahaan leasing dari segi produk dan mekanisme pelaksanaan leasing ?
2.      Bagaimana perkembangan perusahaan leasing dan tinjauan syariah terhadap leasing  di Indonesia ?

C.    Tujuan Pembelajaran
1.      Untuk mengetahui mekanisme operasional perusahaan leasing dari segi produk dan mekanisme pelaksanaan leasing
2.      Untuk mengetahui perkembangan perusahaan leasing dan tinjauan syariah terhadap  leasing  di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Mekanisme Operasional Perusahaan Leasing: Produk dan Mekanisme Perusahaan Leasing
Kata leasing berasal dari bahasa Inggris yaitu kata lease berarti menyewakan. Leasing sebagai  lembaga pembeliayaan baru dilaksanakan pertama kali di Indonesia pada awal tahun 1970-an melalui peraturan perundang-undangan Republik Indonesia sejak tahun 1974, yaitu dengan dikeluarkan surat keputusan bersama antara Mentri Keuangan, Mentri Perindustrian, dan Mentri Perdagangan Nomor Kep.122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/74 dan Nomor 30/Kbp/1/74 tanggal 1 Februari tentang Perizinan Usaha Leasing di Indonesia. Landasan terkini adalah Keputusan Mentri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tentang kegiatan sewa guna usaha (leasing).
Leasing merupakan setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan atau menyewakan barang-barang modal untuk digunakan oleh peruahaan lain dalam jangka waktu tertentu dengan kriteria sebagai berikut: (Iska, Nengsih, 2016: 89)
1.      Pembiayaan perusahaan
2.      Pembayaran sewa dilakukan secara berkala
3.      Penyediaan barang-barang modal
4.      Disertai dengan hak pilih atau opsi
5.      Adanya nilai sisa yang disepakati
Dalam Peraturan Presiden No. 9 tahun 2009 tantang Lembaga Pembiayaan, pasal 1 Angka (5) disebutkan bahwa:
“Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun sewa guna usaha tanpa opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (Lesssee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berangsuran.”
 
Leasing  juga dapat diartikan sebagai:
“Perjanjian sewa-menyewa yang telah berkembang dikalangan pengusaha, di mana lessor (pihak yang menyewakan, yang sering merupakan perusahaan leasing) menyewakan suatu perangkat alat perusahaan (mesin-mesin) termasuk servis, pemeliharaan dan lain-lain kepada lesse (penyewa) untuk jangka waktu tertentu. (Iska, Nengsih, 2016: 90)

1.      Produk Perusahaan Leasing Mekanisme Pelaksanaan Leasing
Dalam mekanismenya, transaksi leasing melibatkan beberapa pihak dan penyelenggara leasing, yaitu:
a.       Lessor
Lessor merupakan pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang. Lessor dalam financial leassee bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal dengan mendapatkan keuntungan. Sedangkan lessor dalam operating lease, bertujuan mendapatkan keuntungan dari penyedia barang serta pemberian jasa-jasa yang berkenaan dengan pemeliharaan serta pengoperasian barang modal tersebut.  
b.      Lessee
Lessee merupakan pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor. Lessee dalam financial lease bertujuan untuk mendapatkan pembiayaan berupa peralatan dengan cara pembayaran angsuran. Pada akhir kontrak, leasing, lesse memiliki hak opsi atas barang tersebut, maksudnya pihak lessee dapat memiliki hak baik untuk membeli barang yang disewakan tersebut dengan harga berdasarkan niali sisa. Dalam operating lessee, dapat memenuhi kebutuhab peralatannya di samping tenaga operator dan penawaran alat tersebut tanpa resiko begi lessee terhadap kerusakan. 
c.       Supplier
Supplier merupakan pihak yang mengadakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor. Supplier langsung menyerahkan barang kepada lessee tanpa melalui pihak lessor sebagai pihak yang melakukan pembiayaan. Sedangkan dalam operational lease, supplier menjual barangnya langsung kepada lessor dengan pembiayaan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, yaitu secara tunai atau berkala.  
d.      Bank atau Kreditur
Pihak bank atau kreditur dalam perjanjian leasing tidak terlibat secara langsung, memegang peran yang sangat penting dalam hal penyediaan dana kepada lessor terutama dengan leverage lease dimana sumber dana pembiayaan lessor diperoleh melalui kredit bank. Pihak supplier dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan menerima kredit dari bank untuk memperoleh barang modal yang nantinya akan dijual sebagai objek leasing kepada lesse atau lessor. (Martono, 2002: 120-121)

Sesuai dengan perkembangannya, sebagai lembaga penopang kebutuhan modal pembiayaan, maka lembaga ijarah atau leasing berkembang menjadi dua jenis operasional, yaitu:
a.       Financing Leasing
Financing leasing adalah suatu bentuk cara pembiayaan, leassor yang mendapatkan hak milik atas barang diselenggarakan menyerahkan kepada lesee untuk diapaki selama jangka waktu yang sama dengan masa kegunaan barang tesebut. (Muhamad, 2000: 87)
Dalam financing leasing terdapat perjanjian kontrak yang menyatakan bahwa lesee bersedia melakukan serangkaian pembayaran atas penggunaan suatu asset yang menjadi objek lease. Lesee pun berhak untuk memperoleh manfaat ekonomis dengan mempergunakan barang tersebut sedangkan hak miliknya tetap pada lessor.
Dalam hal lessee memperoleh barang yang merupakan objek perjanjian berarti telah menanam modal. Dalam kontrak leasing dijanjikan bahwa biaya pemeliharaan dan tanggungan dibebankan kepada pihak lease. Apabila terjadi lessorlah yang menanggung beban tersebut. Bila terjadi kerusakan dan sebagainya jika barang objek lease tidak diperbaiki oelh perusahaan maka lease berhak menuntut lesee atas kerugiannya. (Lubis, 2000: 97)
Financial leasing  dapat dibagi dalam beberapa jenis,  yaitu:
1)      Sale Type Lease
Dalam hal ini leasor merupakan dealer atau pabrikan yang menggunakan leasing  sebagai salah satu jalur pemasarannya. Dengan model ini transaksi yang dilakukan akan menghasilkan laba penjualan. (Muhamad: 2000: 87)

2)      Direct Financial Lease
Direct Financial Lease adalah salah satu bentuk dari financial lease yang membiayai secara langsung oleh lessor. Ditinjau mengenai tarifnya maka tiap pembayaran lease terdiri dari bagian pembelian investasi lessor. Dalam lease property ditambah dengan komponen pendapatan. Metode ini sering disebut dengan full fayout leasing. Lessor membiayai sepenuhnya dari lessed property yang bersangkutan. (Lubis, 2000: 98) 
3)      Sale and Lease Back
Dalam perjanjian ini, lessee menjual barang yang sudah dimilikinya kepada lessor karena lesse memerlukan cash tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lain. Setelah menjadi pemilik barang tersebut secara sah, lessor me-lease-kannya kembali kepada lessee. (Anshori, 2011: 29) 
4)      Leverage Lease
Leverage lease adalah financial lease dalam bentuk yang lain yang lebih kompleks, sekurang-kurangnya tiga pihak yang berdiri sendiri. Jadi disamping lessor, lessee ada pula credit provider atau debt participant yang membiayai sebagian besar lease property dalam leverage lease, lease melakukan penawaran equipment menurut yang dikehendaki dan melakukan penawaran harga, sama halnya dengan noneverage. Tetapi dalam hal ini, lessor hanya menanggung sebagian kecil dari pembiayaan lease property (sekitar 20%). Biasanya metode ini digunakan untuk pembelian/pembiayaan barang modal yang nilainya sangat besar sehingga tidak mungkin dipikul lessor . Karena sisa harga tersebut akan dibiayai oleh pihak ketiga. (Lubis, 2000: 101) 
b.      Operational Leasing
Operational leasing adalah suatu bentuk pemberian jasa yang dilakukan lessor yang berupa barang kepada lessee untuk dipakai selama jangka waktu yang lebih pendek dari masa kegunaan ekonomis barang tersebut disertai dengan pembayaran berkala oleh lesse pada lessor. Operational leasing biasanya digunakan untuk pembiayaan barang modal yang nialinnya sangat tinggi sehingga lessor sangat berkepentingan terhadap kondisi property lease selama digunakan oleh lessee. Operational lease memiliki ciri-ciri antara lain:
1)      Risiko ekonomi property lease ditanggung lessor
2)      Perjanjian dapat dihentikan sewaktu-waktu
3)      Pada akhir masa perjanjian ada nilai sisa riil dari property lease
4)      Untuk menjaga nilai property lease, lessor sendiri yang memelihara dan megasuransikan property leasei (Anshori, 2011: 30)
Dalam malakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan, secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Lesse bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksud
b.      Setelah lesse mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai dokumen lengkap
c.       Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lease (lama konrak pembayaran sewa lease), setelah ini maka kontrak lease dapat ditandatangani
d.      Pada saat yang sama, lease dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi dijalin perjanjian kontrak utama
e.       Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut
f.       Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lesse. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian penjualan
g.      Lease menandatangani tenada terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier. Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lesse), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor
h.      Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier
i.        Lease membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak lease (Iska, Nengsih, 2016: 93-94)



B.     Perkembangan Perusahaan Leasing dan Tinjauan Syariah terhadap Leasing  di Indonesia
1.      Perkembangan Perusahaan Leasing di Indonesia
Di Indonesia kegiatan usaha leasing diperkenalkan pada tahun 1974 berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Mentri Keuangan, Mentri Perindustrian, dan Mentri Perdagangan Nomor Kep- 122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974, dan No. 30/KPB/I/1974 tanggal 7 Februari  1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Dalam SKB ketiga mentri tersebut dapat melakukan usaha leasing adalah:
a.       Lembaga keungan yang dimaksud dalam SK Mentri Keuangan No. KEP. 38/MK/IV/I/1972, dan
b.      Badan usaha lain non lembaga keuangan yang bergerak dalam bidang leasing, termasuk subsidiary dari suatu lembaga keuangan, perwakilan tunggal (pasal 1)
Selanjutnya lembaga yang bertugas dan berwenang memberi izin usaha bagi perusahaan leasing. Mentri Keuangan mengeluarkan SK No. 649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 Mei 1974 yang mengatur ketentuan tata cara perizinan dan kegiatan usaha leasing di Indonesia. Dalam ketentuan ini juga ditetapkan:
a.       Perusahaan leasing harus memenuhi ketentuan-ketentuan:
1)      Telah mempunyai rekomendasi/pertimbangan dari Bank Indonesia bagi kalangan perbankan dan rekomendasi dari Departemen Perdagangan/Perindustrian bagi badan usaha non bank
2)      Menyampaikan feasibility study dan rencana pembiayaan usaha paling sedikit tiga tahun mendatang
3)      Tidak akan memperkejakan wanita asing, kecuali atas persetujuan Mentri Keuangan
4)      Dipekerjakan paling sedikit seoranh ahli hukum, akuntan, dan seorang ahli dimana leasing dititikberatkan
5)      Penutup asuransi dilakukan perusahaan asuransi Indonesia
b.      Perusahaan industry leasing dilarang mengambil dana dari masyarakat, baik dalam bentuk tabungan, deposito, giro maupun memberikan kredit jaminan kepada pihak ketiga
c.       Yang boleh melakukan kegiatan leasing di Indonesia adalah perusahaan leasing yang berkedudukan di Indonesia dan untuk perusahaan yang berkedudukan di luar negeri tidak diperkenankan
d.      Pengawasan, pelaksanaan, wewenang dalam Surat Keputusan Mentri Keuangan adalah Direktoral Jendral Moneter dan akan memperhatikan pertimbangan dari Bank Indonesia serta departemen yang membawahi kegiatan leasing.
Untuk mendukung usaha ini, Mentri Keuangan selanjutnya mengeluarkan SK No. 650/MK/IV/5/1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing. Dengan Keppres No. 61 tahun 1988 dan Keputusan Mentri Keuangan No. 1251/KMK/013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan, yang antara lain menerangkan bahwa perusahaan pembiayaan melakukan kegiatan yang meliputi bidang usaha:
a.       Sewa guna usaha
b.      Modal ventura
c.       Perdagangan surat berharga
d.      Anjak piutang
e.       Usaha kartu kredit
f.       Pembiayaan konsumen

Perkembangan usaha leasing di Indonesia berkipiprah dalam pembiayaan perusahaan-perusahaan khususnya bidang ekonomi. Dari jumlah hanya tiga perusahaan di tahun1975 menjadi 17 perusahaan leasing  pada tahun 1982, meningkat menjadi 47 perusahaan pada tahun 1984 dan meningkat lagi menjadi 83 pada tahun 1987. Kemudian pada tahun 1990 meningkat kembali menjadi 112 perusahaan leasing dan pada akhir tahun 1993 telah menjadi 115 perusahaan. (Martono, 2002: 114-116)

2.      Tinjauan Syariah terhadap Perusahaan Leasing di Indonesia
Kajian tentang leasing dalam hukum Islam dapat diidentikan dengan kajian ijarah. Khususnya capita lease dan operating lease. Jenis operating lease yang dikenal dengan ijarah murni, yaitu sewa menyewa biasa. Hukum pelaksanaanya dalam Islam adalah dibolehkan  dengan dasar hukum QS. Al-Baqarah 233.
Yang menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan “Apabila kamu memberikan pembayaran yang patut”. Ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa yang diberikan berkat kewajiban membayar upah (Fee) secara patut. Dalam hal ini termasuk didalamnya jasa penyewaan atau leasing.
Adapun mengenai jenis financing leasing, terdapat beberapa fakta yang menunjukkan keharaman transaksi ini, yaitu:
a.       Dalam leasing terdapat penggabungan dua akad, yaitu sewa menyewa dan jual beli, menjadi satu akad (akad leasing). Padahal syara’ telah melarang penggabungan akad menjadi satu akad.
Menurut Imam Taqiyuddin an Nabhani hadis ini melarang adanya dua akad dalam satu akad, misalnya menggabungkan dua akad jual beli menjadi satu akad, atau akad jual beli digabung dengan akad ijarah
b.      Dalam akad leasing biasanya terdapat bunga. Maka harga sewa yang dibayarkan per bulan oleh lesse bisa jadi dengan jumlah tetap (tanpa bunga), namun bisa jadi harga sewanya berubah-ubah sesuai dengan suku bunga pinjaman. Maka leasing dengan bunga seperti ini hukumnya haram, karena bunga termasuk riba (Iska, Nengsih, 2016: 94-96)
c.       Dalam akad leasing terjadi akad jaminan yang tidak sah, yaitu menjaminkan barang yang sedang menjadi objek jual beli. Imam Ibnu Hajar Al-Haitami berkata: “Tidak boleh jual beli dengan syarat menjaminkan barang yang dibeli” (Al-Fatawa al Fiqhiyah al Kubra, 2/287). Imam Ibnu Hazm berkata: “Tidak boleh menjual suatu barang dengan syarat menjadikan barang tersebut sebagai jaminan atas harganya. Kalau jual beli sudah terlanjur terjadi, harus dibatalkan” (Al Muhalla, 3/437).
Berdasarkan ketiga alasan diatas, maka leasing dengan hak opsi (financing lease), atau yang dikenal dengan sebutan leasing saja, hukumnya haram. (Iska, Nengsih, 2016: 96)
Untuk itu, al-Ijarah al-Muntaha Bit-Tamlik (IMBT) sebagai solusi alternative dari leasing. Ijarah Muntahiyah Bittamlik (Financial Lease with Purchase Option) adalah transaksi ijarah yang diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. IMBT dalam fatwa MUI nomor: 27/DSN-MUI/III/2001 diartikan sebagai perjanjian sewa-menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan ha katas benda yang disewa, kepada penyewa setelah selesai masa akad ijarah. IMBT merupakan pengembangan transaksi ijarah untuk mengakomodasikan kebutuhan masyarakat, karena IMBT ketentuannya mengikuti ketentuan ijarah. (Iska, Nengsih: 2016: 96)
Adapun proses pemindahan kepemilikan objek dalam transaksi IMBT secara umum dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.       Hibah
Yakni transaksi ijarah yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan barang secara hibah dari pemilik objek sewa kepada penyewa. Pilihan ini diambil apabila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relative lebih besar. Sehingga akumulasi sewa di akhir periode sewa sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan margin laba yang ditetapkan oleh bank.   
b.      Janji untuk Menjual
Yakni transaksi ijarah yang diikuti dengan menjual barang objek sewa dari pemilik objek sewa kepada penyewa dengan harga tertentu. Pilihan ini biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relatif  kecil. Karena sewa yang dibayarkan relative kecil, maka akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang ditetapkan oleh bank. Bila penyewa ingin memiliki barang tersebut, maka ia harus membeli barang itu di akhir periode. (Iska, Nengsih, 2016: 96-97)















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Leasing merupakan setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan atau menyewakan barang-barang modal untuk digunakan oleh peruahaan lain dalam jangka waktu tertentu. transaksi leasing melibatkan beberapa pihak dan penyelenggara leasing, yaitu:
1.      Lessor
2.      Lessee
3.      Supplier
4.      Bank atau Kreditur
Sesuai dengan perkembangannya, sebagai lembaga penopang kebutuhan modal pembiayaan, maka lembaga ijarah atau leasing berkembang menjadi dua jenis operasional, yaitu:
1.      Financing Leasing
Financial leasing  dapat dibagi dalam beberapa jenis,  yaitu:
a.       Sale Type Lease
b.      Direct Financial Lease
c.       Sale and Lease Back
d.      Leverage Lease

2.      Operational Leasing

Di Indonesia kegiatan usaha leasing diperkenalkan pada tahun 1974 berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Mentri Keuangan, Mentri Perindustrian, dan Mentri Perdagangan Nomor Kep- 122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974, dan No. 30/KPB/I/1974 tanggal 7 Februari  1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Kajian tentang leasing dalam hukum Islam dapat diidentikan dengan kajian ijarah. Khususnya capita lease dan operating lease. Jenis operating lease yang dikenal dengan ijarah murni, yaitu sewa menyewa biasa. Hukum pelaksanaanya dalam Islam adalah dibolehkan

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anshori, Abdul Ghofur. 2011. Gadai Syariah di Indonesia: Konsep, Implementasi, dan Institusional. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Iska, Syukri dan Nengsih, Ifelda. 2016. Manajemen Lembaga Keuangan Syariah Non Bank. Padang: CV Jasa Surya.
Lubis, Suhrawardi K. 2000. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Martono. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainn. Yogyakarta: Ekonosia.
Muhamad. 2000. Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer. Yogyakarta: UII Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar