
MAKALAH
MANAJEMEN
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
Tentang
PENGADAIAN
Oleh :
ASTRI AYUNDA ( 1730401022 )
Dosen Pembimbing :
Dr. H. Syukri Iska, M. Ag.
Ifelda Nengsih, SEI., MA.
JURUSAN
PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
1440 H
/ 2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam zaman sekarang ini, kata
pengadaian sudah tidak asing lagi dalam masyarakat.Di bandingkan dengan lembaga
keuangan lainnya, pengadaian dipandang sebagai lembaga keuangan yang membrikan
kemudahan bagi masyarakat.Dalam melakukan kegiatan pengadaian, disetiap wilayah
pasti berbeda-beda dalam hal memaknai kegiatan gadai.
Pengadaian merupakan salah satu
alternative bagi masyarakat untuk menetapkan pilihan dalam pembiayaan di sector
riil.Pengadaian juga memiliki manfaat bagi mereka yang bepergian jauh, karena mereka akan
menitipkan barang-barangnya ke pengadaian. Setelah mereka tersebut selesai
bepergian, maka barang-barang yang digadaikan dapat diambil kembali dengan jaminan
tidak rusak apalagi hilang.Dewasa ini, mulai berkembangnya lembaga pengadaian
syariah sebebagai alternative umat muslim untuk melakukan utang-piutang dengan
prinsip syariah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
mekanisme manajemen operasional pengadaian syariah dan konvensional dari segi
produk, prosedur, dan pemanfaatan produk-produk ?
2.
Bagaimana
perkembangan pengadaian syariah di Indonesia?
C.
Tujuan Pembelajaran
1.
Untuk
mengetahui mekanisme manajemen operasional pengadaian syariah dan konvensional
dari segi produk, prosedur, dan pemanfaatan produk-produk
2.
Untuk
mengetahui perkembangan pengadaian syariah di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Manajemen Operasional Pengadaian Syariah dan Konvensional dari Segi
Produk, Prosedur, dan Pemanfaatan Produk-produk
Gadai adalah suatu hak yang
diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan
kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh seorang yang lain atas
namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si pemilik piutang untuk mengambil
pelunasan dari hutangnya melalui barang tersebut apabila yang berhutang tidak
mampu membayar hutangnya setelah dikurangi semua biaya-biaya yang tejadi akibat
hutang-piutang tersebut.
Pengadaian di Indonesia mulai
terjadi pada saat Pemerintah Penjajahan Belanda (VOC) mendirikan BANK VSN
LEENING yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai,
lembaga ini didirikan pertama kali di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1764.
(Iska, Nengsih, 2016: 101.)
Sedangkan menurut Kitab
Undang-undang Hukum Perdata 1150 disebutkan: “Gadai adalah suatu hak yang
diperoleh seseorang berhutang atau seseorang yang lain atas namanya, dan yang
memberikan kekuasaan kepada orang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan
lainnya; dengan pengecualian biaya untuk
melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkannya setelah barang tesebut digadaikan, biaya-biaya mana harus
didahulukan”.
Berdasarkan pasal tesebut dapat
dikemukakan bahwa anggota masyarakat yang pada umumnya berpenghasilan rendah
dapat memperoleh pinjaman dari pengadaian dengan jaminan barang
bergerak.Apabila jangka waktu perjanjian berakhir dan pengambil kredit tidak
dapat melunasi pinjaman pokok ditambah bunganya atau menembus barangnya, maka
pihak pengadaian berhak untuk menjual barang angunan secara lelang.Hasil lelang
barang agunan tersebut kemudian digunakan untuk melunasi pinjaman ditambah
bunga dan biaya lelang.Sisanya dikembalikan kepada nasabah yang meminjam atau
pemilik barang yang telah dilelang tersebut.Pengadaian merupakan suatu lembaga
keuangan bukan bank yang memberikan pinjaman kepada masyarakat dengan ciri yang
khusus, yaitu secara hukum gadai. (Martono, 2002: 170-171)
Sedangkan dalam prespektif Islam,
gadai disebut rahn, yang menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan
sebagai jaminan kepercayaan. Sedangkan menurut syara’ artinya menyandera
sejumlah harta yang diserahkan sebagai tembusan. Menurut Ahmad Azhar Basyir, rahn
berarti tetap berlangsung dan menahan sesuatu barang sebagaimana tanggungan
utang.
Pengertian rahn menurut Imam
Ibnu Qudhamah dalam Kitab al-Mughni adalah sesuatu benda yang dijadikan
kepercayakan dari suatu utang dipenuhi dari harganya, apabila yang berhutang
tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang. Sedangkan, Imam Abu
Zakaria al-Anshary, dalam kitabnya Fathul Wahab, mendefinisikan rahn
adalah menjadikan benda yang bersifat harta benda sebagai kepercayaan dari
suatu yang dapat dibayarkan dari harta benda itu bila utang tidak dibayar.
(Sudarsono, 2004: 156-157)
1.
Produk-produk Pengadaian
Pengadaian memiliki produk khusus
yang jarang dimiliki oleh lembaga keuangan lainnya.produk-produk tersebut
antara lain:
a.
Kredit
Gadai
Nasabah duberikan fasilitas pinjaman
berdasarkan hukum gadai dengan prosedur yang mudah, aman, dan cepat.Hampir
semua jenis barang bergerak dapat dijadikan angunan atau jaminan, seperti
perhiasan emas/berlian, kendaraan bermotor, perabotan rumah tangga yang
bernilai, dan barang-barang elektronik.
b.
Jasa
Taksiran
Jasa ini
merupakan fasilitas pelayanan untuk mengetahui kualitas barang perhiasan
seperti emas, parak, permata, dan lain-lain.Dengan biaya yang relative ringan,
masyarakat dapat menegetahui dengan pasti tentang nilai atau kualitas suatu
barang miliknya setelah lebih dulu diperiksa dan ditaksir oleh juru taksir yang
sudah berpengalaman.Kepastian nilai memberikan rasa aman dan rasa lebih pasti
bahwa barang tersebut benar-benar mempunyai nilai investasi yang tinggi.
c.
Jasa
Titipan
Jasa ini merupakan fasilitas
pelayanan penitipan barang berharga dan lain-lain agar lebih aman. Fasilitas
ini diberikan kepada pemilik barang yang akan bepergian jauh dalam waktu yang
relative lama, atau juga diberikan karena penyimpanan dirasakan kurang aman.
Barang yang dapat dititip, seperti perhiasan, emas, batu permata, kendaraan
bermotor, juga surat-surat berharga seperti surat tanah, ijazah, dan lain-lain
dengan prosedur mudah dan biaya murah.
d.
Gold
Counter
Jasa yang menyediakan fasilitas
tempat penjualan emas eksklusif yang terjamin sekali kualitas dan keasliannya.Gold
counter semacam took dengan sebutan “Galeri 24” untuk menjual perusahaan
dari emas dengan kualitas sesuai kadar barang perhiasan. Dengan jasa ini,
pengadaian berusaha merubah image dengan mencoba menangkap pelanggan
kelas menengah ke atas. “Galeri 24” took emas pengadaian berarti bahwa galeri
tempat penyajian atau pemeran emas yang akan dijual karatasenya pasti benar,
yaitu 24 karat, 23 karat, 22 karat, dan seterusnya.
e.
Koin
Emas ONH
Pengadaian memperkenalkan cara
menabung terutama untuk persiapan menunaikan ibadah haji. Masyarakat yang
berminat dapat membeli koin emas berkadar 24 karat yang kelak pada saat
dibutuhkan untuk menunaikan haji dapat dijual kembali.Koin emas ONH dapat pula
digunakan untuk souvenir dan koleksi pribadi.Dengan jumlah antara 250-260 gram
keeping emas sudah setara dengan ongkos naik haji kerena harganya dikaitkan
dengan kurs valuta asing (USD). (Matono, 2002: 177-178)
2.
Mekanisme Operasional dan Prosedur Pengadaian Syariah dan
Konvensional
a.
Mekanisme Operasional dan Prosedur Pengadaian Syariah
Gadai dilihat dari sisi fiqh disebut
“Ar-Rahn” yaitu suatu akad (perjanjian) pinjam-meminjam dengan
menyerahkan barang milik sebagai tanggunggan utang. Perjanjian gadai pada
prinsipnya diterima dan diakui dalam Islam berdasarkan firman Allah Swt. (Iska,
Nengsih, 2016: 103-104)
Dalam mekanisme operasionalnya,
kedua gadai ini memiliki perbedaan mendasar yang terletak pada akad gadai dan
perolehan keuntungan perum pengadaian. (Iska, Nengsih, 2016: 105)
Selain itu, operasi pengadaian
syariah menggambarkan hubungan di antara nasabah dan pengadaian. Adapun teknik
pengadaian syariah adalah sebagai berikut:
1)
Nasabah
menjamin barang kepada pengadaian untuk mendapatkan pembiayaan. Kemudian
pengadaian menaksir barang jaminan untuk dijadikan dasar dalam memberikan
pembiayaan
2)
Pengadaian
syariah dan nasabah menyetujui akad gadai. Akad ini mengenai berbagai hal,
seperti kesepakatan biaya gadaian, jatuh tempo gadai, dan sebagainya.
3)
Pengadaian
syariah menerima biaya gadai, seperti biaya penitipan, biaya pemeliharaan,
penjagaan, dan biaya penaksiran yang dibayar pada awal transaksi oleh nasabah
4)
Nasabah
menembus barang yang digadaikan setelah jatuh tempo
Perbedaan utama antara biaya gadai
dan bunga pengadaian adalah sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat
ganda setelah biaya gadai hanya sekali dan ditetapkan di muka.
Sedangkan dalam hal perjanjian gadai
sangat ditentukan banyak hal.Di antaranya adalah subyek dan objek perjanjian
gadai.Subyek perjanjian gadai adalah rahin, sedangkan objeknya adalah marhum,
serta murtahin adalah menahan barang gadai tersebut. Mekanisme
perjanjian gadai dapat dirumuskan apabila diketahui beberapa hal, di antaranya:
1)
Syarat
rahin dan murtabin
2)
Syarat
marbun dan utang
3)
Kedudukan
marbun
4)
Risiko
atau kerusakan marbun pemindahan milik marbun
5)
Perlakuan
bunga dan riba dalam perjanjian gadai
6)
Pungutan
hasil marhun
7)
Biaya
pemeliharaan marhun
8)
Pembiayaan
utang dari marhun
9)
Hak murtahin
atau harga peninggalan (Sudarsono, 2004: 170-173)
Selain itu, alternative mekanisme
aktivitas perjanjian gadai dengan menggunakan dua akad perjanjian gadai dengan
menggunakan dua akad perjanjian.Kedua akad tersebut adalah akad Al-Qardul
Hasan dan akad Mudharabah. Akad al-Qardu Hasan dilakukan dengan nasabah yang menginginkan
penggadaian barangnya untuk keperluan konsumtif. Dengan demikian, rahin akan
memberikan biaya upah atau fee kepada murtahin, karena murtahin
telah menjaga atau merawat marhun. Sementara akad Mudharabah
diterapkan untuk nasabah yang menginginkan menggadaikan jaminannya untuk
menambah modal usaha. Dengan demikian, rahinakan memberikan bagi hasil
berdasarkan keuntungan uasaha yang diperoleh kepada murtahin sesuai
dengan kesepakatan. Sampai dengan modal yang dipunjam terlunasi. (Muhammad,
2000: 91)
Contoh praktek gadai syariah
Abdul membutuhkan uang Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk
membeli beberapa peralatan elektronik. Ia telah menghitung penghasilannya dan
sangat cukup untuk membeli semua barang-barang yang diinginkannya. Namun
permasalahannya, Abdul baru akan menerima uang tersebut 2 bulan lagi. Ia memiliki
sebuah motor sport yang ditaksir berharga Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta
rupiah). Abdul dapat menggadaikan motor tersebut kepada pengadaian untuk
mendapatkan uang sepuluh juta rupiah.
Saat pengambilan uang sepuluh juta
tersebut, maka Abdul dikenakan biaya administrasi sejumlah Rp. 500.000,- (lima
ratus ribu rupiah) untuk biaya pemeliharaan dan perawatan motor Abdul selama ia
tinggalkan di pengadaian setelah jangka waktu gadai berakhir, maka Abdul dapat
mengembalikan pinjaman uangnya sebesar sepuluh juta rupiah dan motor Abdul juga
dapat di ambil kembali.
Berdasarkan contoh transaksi gadai
diatas, maka dapat dijelaskan mekanisme gadai dalam pengadaian syariah.Gadai
syariah mencakup kepada dua akad, yaitu akad rahn dan akad ijarah.Melalui akad
rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian penggadaian menyimpan
dan merawatnya ditempat yang telah diserahkan oelh penggadaian. Akibat yang
timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai
investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan, dan keseluruhan proses
kegiatannya. Atas dasar ini di benarkan bagi pengadaian mengenakan biaya sewa
kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Pengadaian dalam Islam akan
memperoleh keuntungan hanya dari biaya sewa tempat yang dipungut secara wajar
sesuai dengan jenis benda yang digadaikan dan bukan mengambil tambahan berupa
bunga atau sewa modal yang di perhitungkan dari uang pinjaman. (Iska, Nengsih,
2016: 105)
Untuk dapat memperoleh layanan dari
pengadaian, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya (emas, berlian,
kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai copy tanda pengenal.
Kemudian staf penaksiran akan menentukan nilai taksiran barang bergerak
tersebut yang akan di jadikan sebagai patokan perhitungan penggenaan sewa
simpanan (jasa simpanan) dan pokok uang pinjaman yang dapat di berikan.
Taksiran barang yang ditentukan
berdasarkan nilai instrinsik dan harga pasar yang telah di tetapkan oleh forum
pengadaian.Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari
nilai taksiran barang. Setelah melalui tahapan ini, maka pengadaian dan nasabah
melakukan akad dengan kesepakatan:
1)
Jangka
waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum 4 bulan
2)
Nasabah
bersedia membayar jasa simpanan sebesar Rp. 90,- (Sembilan puluh rupiah) dari
kelipatan taksiran Rp. 10.000,- per sepuluh hari yang di bayar bersamaan pada
saat melunasi pinjaman
3)
Membayar
biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh pengadaian pada saat pencairan
uang pinjaman (Iska, Nengsih, 2016: 106-107)
b.
Mekanisme Operasional dan Prosedur Pengadaian Konvensional
Gadai konvensional meletakkan dasar
perhitungan dengan menggunakan perhitungan bunga yang di ukur dengan besarnya
pinjaman yang dilakukan. Dalam operasionalnya, gadai konvensional hanya
menerima jaminan benda bergerak dengan kriteria:
1)
Barang
dan perhiasan, yaitu: semua perhiasan yang dibuat dari emas, perak, platina,
baik yang berhias intan, mutiara
2)
Kendaraan:
sepeda, sepeda motor, mobil
3)
Barang-barang
rumah tangga
4)
Mesin,
mesin jahit, mesin motor kapal
5)
Tekstil
6)
Barang-barang
lain yang dianggap berniali seperti surat-surat berharga baik dalam bentuk
saham, obligasi, maupun surat-surat berharga lainnya
Selain barang
tersebut, terdapat pula barang-barang yang tidak diterima di lembaga
pengadaian, yaitu:
1)
Bahan
kebutuhan pokok seperti makanan dan pakaian
2)
Benda-benda
yang memiliki bau menyengat seperti minyak tanah, karet, dan lain sebagainya
3)
Benda-benda
yang mudah rusak atau busuk seperti buah-buahan
4)
Binatang
ternak, seperti sapi, kerbau, kuda, dan lain sebagainya
Dalam pencairan
dana pinjaman pada pengadaian, maka besarnya dana yang diperoleh tergantung
pada jenis barang yang digadaikan, maksimum adalah sebesar 90% dari nilai
taksiran benda yang digadaikan. (Iska, Nengsih, 2016: 103)
3.
Prosedur Pemanfaatan Produk-produk Pengadaian Syariah dan
Konvensional
a.
Prosedur Pemanfaatan Produk-produk Pengadaian Syariah
1)
Rahn
Prosedur dalam rahn adalah
sebagai berikut:
a)
Mengisi formulir permintaan pinjaman
b)
Menyerahkan FPP yang ditandatangani, melampirkan fotokopi KTP, barang
jaminan
c)
Menerima kembali kitir FPP (tanda bukti dan penaksiran marhun)
d)
Menyerahkan duplikat kepada kasir
e)
Menandatangani SBR asli dan duplikat
f)
Menerima uang UP dan SBR asli setelah membayar administrasi
2)
Penaksir/ KPM
Sedangkan dalam
penaksir/KPM antara lain:
a) Menerima FPP, KTP, marhun
b) Memeriksa kebenaran pengisian FPP dan marhun
c) Menentukan taksiran marhun dan UP
d) Menentukan biaya administrasi
e) Menyerahkan duplikat FPP ditandatangani ke rahin
3)
Kasir
Dalam hal ini kasir
bertugas :
a)
Menerima SBR asli dan duplikat yang ditandatangani KPM
b)
Memeriksa kelengkapan dan keabsahan SBR dari KPM
c)
Mencocokkan duplikat FPP dari rahin dengan SBR
d)
Meminta tanda tangan rahin dan pembayaran UP serta membubuhkan cap
“TERIMA” pada SBR asli dan duplikat
e)
Mengisi buku pinjaman berdasarkan SBR duplikat
f)
Menyerahkan SBR duplikat ke KPM dan FPP duplikat ke petugas Tata Usaha
4)
Petugas Tata Usaha
a)
Menerima SBR duplikat dari KPM dan FPP duplikat dari kasir
b)
Mencatat data rahin pada Buku Rahin diambil dari FPP duplikat dan mengisi
Buku Rekapitulasi Data Rahin (BKDR)
c)
Menyimpan SBR dan FPP duplikat
d)
Akhir bulan mengisi Buku Statistik Perkembangan Usaha (BSPU GS-09)
5)
Petugas Gudang
a)
Memeriksa, menghitung dan menerima marhun dari KPM dengan Buku Serah
Terima Marhun (BSTM)
b)
Mencocokkan marhun diterima dengan BSTM apabila cocok bubuhkan
tandatangan di kolom “Penerimaan”
c)
Menyimpan marhun diterima sesuai golongan, rubrik dan bulan pinjaman di
gudang / kluis. (Rivai,
2007: 1352)
b.
Prosedur Pemanfaatan Produk-produk Pengadaian Konvensional
Prosedur memperoleh
pinjaman dari pegadaian antara lain sebagai berikut:
1)
Calon nasabah datang langsung ke loket penaksir dan menyerahkan barang
yang akan dijamin menunjukkan KTP atau surat kuasa apabila pemilik tidak bisa
datang sendiri dan mengisi aplikasi yang tersedia untuk peminjaman uang.
2)
Barang jaminan diteliti kualitasnya oleh juru taksir untuk menaksir dan
menetapkan harganya.
3)
Jumlah taksiran harga barang yang digadaikan dinegosiasikan antara
nasabah dengan pegadaian untuk jumlah pinjaman yang layak sesuai ketentuan
berlaku dan jangka waktu pinjaman.
4)
Penyerahan barang gadaian setelah jumlah dan jangka waktunya disepakati
bersama, dilakukan pengikatan gadai dan barang gadaian dan pegadaian memberikan
bukti tanda terima barang gadaian.
5)
Nasabah mencairkan uang pinjaman pada loket tersedia.
6)
Pembayaran uang pinjaman dilakukan oleh kasir tanpa potongan biaya
kecuali potongan premi asuransi.
Prosedur
pelunasan uang pinjaman dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1)
Uang pinjaman dapat dilunasi kapanpun tanpa menunggu selesainya jangka
waktu.
2)
Bila nasabah telah punya uang dan inging melunasi pinjaman dan menebus
barang yang digadaikan, dapat segera dilakukan walau waktu pinjaman belum
berakhir.
3)
Nasabah membayar kembali pinjaman beserta sewa modal (bunga) langsung
kepada kasir dengan barang bukti surat gadai.
4)
Barang dikeluarkan oleh petugas penyimpanan barang jaminan.
5)
Barang yang digadaikan dikembalikan kepada nasabah.
6)
Jika dalam batas waktu akhir gadai nasabah tidak memenuhi kewajibannya
dan belum menebus barang gadaian, pegadaian segera melelang barang. Sisa hasil
uang lelang diserahkan kepada nasabah disertai rincian perhitungan. (Rivai,
2007: 1336-1337)
Sedangkan manfaat gadai
itu sendiri tidak hanya untuk nasabah saja, tetapi untuk perusahaan gadai itu
sendiri. Manfaat gadai tersebut diantaranya sebagai berikut:
1)
Bagi Nasabah
Manfaat utama yang
diperoleh nasabah yang meminjam dari perum pengadaian adalah ketersediaan dana
dengan prosedur yang relative lebih sederhana dan dalam jangka waktu yang lebih
cepat terutama apabila dibandingkan dengan kredit perbankan. Disamping itu, mengingat
itu jasa yang ditawarkan oleh perum pengadaian tidak hanya jasa pengadaian,
nasabah juga memperoleh manfaat sebagai berikut:
a)
Penaksiran nilai suatu barang bergerak dari pihak atau institusi yang
telah berpengalaman dan dapat dipercaya
b)
Penitipan suatu barang bergerak pada tempat yang aman dan dapat
dipercaya. Nasabah yang akan berpergian, merasa kurang aman dalam menetapkan
barang bergeraknya ditempat sendiri, atau tidak mempunyai sarana penyimpanan
suatu barang bergerak dapat menitipkan barangnya di Perum Pengadaian
2)
Bagi Perusahaan Pengadaian
Manfaat yang diharapkan
perum pengadaian sesuai jasa yang diberikan kepada nasabahnya adalah:
a)
Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam
dana
b)
Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah
memperoleh jasa tertentu dari Perum Pengadaian
c)
Pelaksanaan misi Perum Pengadaian sebagai salah atu Badan Usaha Milik
Negara yang bergerak dalam bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada
masarakat yang memerlukan dana dengan prosedur dan cara yang relative sederhana
3)
Berdasankan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990
Laba yang diperoleh oleh
Perum Pengadaian digunakan untuk:
a)
Dana pembangunan semesta (55%)
b)
Cadangan umu (5%)
c)
Cadangan tujuan (5%)
d)
Dana social (20%) (Iska, Nengsih, 2016: 109-110)
B.
Perkembangan Pengadaian Syariah di Indonesia
Di Indonesia pengadaian syariah
mendapatkan sambutan yang sangat baik, bahkan mengalami perkembangan yang cukup
pesat. Hal ini di dasari oleh keinginan masyararakat sendir untuk mengamalkan
ajaran-ajaran agama khususnya Islam karena Indonesia memiliki masyarakat dengan
mayoritas adalah muslim. Oleh karena itu, tidak terlalu susah untuk
mengembangkan lembaga-lembaga keuangan yang berbasis syariah, termasuk salah
satunya adalah pengadaian.
Mendirikan perusahaan gadai
merupakan halyang cukup sulit karena harus memenuhi kecukupan modal.Modal
merupakan syarat utama dalam mendirikan usaha pengadaian, karena orang
menggadai disebabkan karena kekurangan modal. Selain itu, lembaga pengadaian
juga harus memiliki dana berlapis dan produk-produk gadai yang lebih
bervariasi, karena di takutkan lembaga gadai tidak diminati oleh masyarat.
Di Indonesia, hanya satu perusahaan
gadai yang berdiri, itupun dimiliki oleh pemerintah dan dimasukkan kedalam
jenis perusahaan umum (PERUM). Untuk pengadaian syariah sendiri, pengadaian
Indonesia beru mampu membuka dual system, yaitu pengadaian konvensional membuka
cabang syariah.Secara manajemen masih tetap berada dalam susunan perum
pengadaian.
Selain perum pengadaian, lembaga
keuangan bank juga melayani transaksi gadai.Produk yang terkenal adalah gadai
emas.Kendatipun demikian, beberapa wakru belakangan, gadai emas tidak lagi
dikembangkan di perbankan kerena masih dinyatakan sulit untuk
dikendalikan.Namun saat ini, perbankan masih melayani pembelian emas dengan
memanfaatkan produk murabahah. (Iska, Nengsih, 2016: 110-111)
Pegadaian
syariah, berawal pada tahun 1998 ketika beberapa General Manager melakukan
studi banding ke Malaysia. Setelah melakukan studi banding, mulai dilakukan
penggodokan rencana pendirian pegadaian syariah. Tapi ketika itu ada sedikit masalah
internal sehingga hasil studi banding itu pun hanya ditumpuk.(Umam2011)
Tahun
2002 mulai diterapkan sistem pegadaiaan syariah dan pada tahun 2003 pegadaian
syariah resmi dioperasikan dan pegadaian cabang Dewi Sartika menjadi kantor cabang
pegadaian pertama yang menerapkan sistem pegadaian syariah.Prospek pegadaian syariah
di masa depan sangat luar biasa. Respon masyarakat terhadap pegadaian syariah
ternyata jauh lebih baik dari yang diperkirakan. Menurut survei BMI, dari target
operasional tahun 2003 sebesar 1,55 milyar rupiah pegadaian syariah cabang Dewi
Sartika mampu mencapai target 5 milyar rupiah.(Ahby 2012a)
Pegadaian
syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang yang digadaikan. Meski
tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh keuntungan seperti yang sudah diatur
oleh Dewan Syariah Nasional, yaitu memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang
yang digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang, bukan dari jumlah pinjaman.
Sedangkan pada pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar sejumlah dari yang
dipinjamkan.(Said2010)
Program
Syariah Perum Pegadaian mendapat sambutan positif dari masyarakat. Dari target omzet
tahun 2006 sebesar Rp 323 miliar, hingga September 2006 ini sudah tercapai Rp
420 miliar dan pada akhir tahun 2006 ini diprediksi
omzet bisa mencapai Rp. 450 miliar.(Jamil 2010)Bahkan Perum Pegadaian
Pusat menurut rencana akan menerbitkan produk baru, gadai saham di Bursa Efek
Jakarta (BEJ), paling lambat Maret 2007. Manajemen Pegadaian melihat adanya
prospek pasar yang cukup bagus saat ini untuk gadai saham.Bisnis pegadaian
syariah tahun 2007 ini cukup cerah, karena minta masyarakat yang memanfaatkan jasa
pegadaian ini cukup besar. Itu terbukti penyaluran kredit tahun 2006 melampaui target.(Ayunia2015)
Pegadaian
cabang Majapahit Semarang misalnya, tahun 2006 mencapai 18,2 miliar. Lebih
besar dari target yang ditetapkan sebanyak 11,5 miliar. Jumlah nasabah yang dihimpun
sekitar ribu orang dan barang jaminannya sebanyak16.855potong.Penyaluran kredit
pegadaian syariah Semarang ini berdiri tahun2003,setiap27
ISSN 2407-9189The 4 th Univesity Research Coloquium 2016 tahunnya meningkat
cukup signifikan dari Rp 525 juta tahun 2004 meningkat menjadi Rp 5,1 miliar
dan tahun 2006 mencapai Rp 18,4 miliar. Mengenai
permodalan hingga saat ini tidak ada masalah. Berapapun permintaan nasabah asal
ada barang jaminan akan dipenuhi saat itu pula bisa dicairkan sesuai taksiran
barang jaminan tersebut.
Demikian prospek pegadaian syariah ke depan, cukup
cerah. (Dinia 2015) (https://publikasiilmiah.ums.ac.id//dinamikaperkembanganpengadaiandiindonesia.pdf
)
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh
seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya
oleh seseorang yang berhutang atau oleh seorang yang lain atas namanya dan yang
memberikan kekuasaan kepada si pemilik piutang untuk mengambil pelunasan dari
hutangnya melalui barang tersebut apabila yang berhutang tidak mampu membayar
hutangnya setelah dikurangi semua biaya-biaya yang tejadi akibat hutang-piutang
tersebut.
Produk-produk Pengadaian, yaitu:
1.
Kredit
Gadai
2.
Kredit
Gadai
3.
Jasa
Taksiran
4.
Jasa
Titipan
5.
Gold
Counter
6.
Koin
Emas ONH
Dalam mekanisme dan prosedur
pengadaian syariah, pengadaian dalam Islam akan memperoleh keuntungan hanya
dari biaya sewa tempat yang dipungut secara wajar sesuai dengan jenis benda
yang digadaikan dan bukan mengambil tambahan berupa bunga atau sewa modal yang
di perhitungkan dari uang pinjaman, sedangkan dalam pengadaian konvensional,
dalam pencairan dana pinjaman pada pengadaian, maka besarnya dana yang
diperoleh tergantung pada jenis barang yang digadaikan, maksimum adalah sebesar
90% dari nilai taksiran benda yang digadaikan.
Di Indonesia, hanya satu perusahaan
gadai yang berdiri, itupun dimiliki oleh pemerintah dan dimasukkan kedalam
jenis perusahaan umum (PERUM). Untuk pengadaian syariah sendiri, pengadaian
Indonesia beru mampu membuka dual system, yaitu pengadaian konvensional membuka
cabang syariah.Secara manajemen masih tetap berada dalam susunan perum
pengadaian.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Iska, Syukri
dan Nengsih, Ifelda. 2016. Manajemen Lembaga Keuangan Syariah Non Bank:
Teori, Praktek, dan Regulasi. Padang: CV. Jasa Surya.
Martono. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta:
Ekonisia.
Muhammad. 2002. Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer.
Yogyakarta: UII Press.
Rivai,
Veithzal. 2007. Bank and Financial Institutional Management Conventional and
Sharia System. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.
Yogyakarta: Ekonisia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar