Jumat, 05 Oktober 2018

PENGADAIAN

Description: D:\FB_IMG_1456281703238.jpg

MAKALAH

MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK

Tentang

PENGADAIAN

Oleh :
ASTRI AYUNDA ( 1730401022 )


Dosen Pembimbing :
Dr. H. Syukri Iska, M. Ag.
Ifelda Nengsih, SEI., MA.

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
1440 H / 2018
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam zaman sekarang ini, kata pengadaian sudah tidak asing lagi dalam masyarakat.Di bandingkan dengan lembaga keuangan lainnya, pengadaian dipandang sebagai lembaga keuangan yang membrikan kemudahan bagi masyarakat.Dalam melakukan kegiatan pengadaian, disetiap wilayah pasti berbeda-beda dalam hal memaknai kegiatan gadai.
Pengadaian merupakan salah satu alternative bagi masyarakat untuk menetapkan pilihan dalam pembiayaan di sector riil.Pengadaian juga memiliki manfaat bagi mereka  yang bepergian jauh, karena mereka akan menitipkan barang-barangnya ke pengadaian. Setelah mereka tersebut selesai bepergian, maka barang-barang yang digadaikan dapat diambil kembali dengan jaminan tidak rusak apalagi hilang.Dewasa ini, mulai berkembangnya lembaga pengadaian syariah sebebagai alternative umat muslim untuk melakukan utang-piutang dengan prinsip syariah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana mekanisme manajemen operasional pengadaian syariah dan konvensional dari segi produk, prosedur, dan pemanfaatan produk-produk ?
2.      Bagaimana perkembangan pengadaian syariah di Indonesia?

C.    Tujuan Pembelajaran
1.      Untuk mengetahui mekanisme manajemen operasional pengadaian syariah dan konvensional dari segi produk, prosedur, dan pemanfaatan produk-produk
2.      Untuk mengetahui perkembangan pengadaian syariah di Indonesia



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Manajemen Operasional Pengadaian Syariah dan Konvensional dari Segi Produk, Prosedur, dan Pemanfaatan Produk-produk
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh seorang yang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si pemilik piutang untuk mengambil pelunasan dari hutangnya melalui barang tersebut apabila yang berhutang tidak mampu membayar hutangnya setelah dikurangi semua biaya-biaya yang tejadi akibat hutang-piutang tersebut.
Pengadaian di Indonesia mulai terjadi pada saat Pemerintah Penjajahan Belanda (VOC) mendirikan BANK VSN LEENING yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai, lembaga ini didirikan pertama kali di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1764. (Iska, Nengsih, 2016: 101.)
Sedangkan menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata 1150 disebutkan: “Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang berhutang atau seseorang yang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan lainnya; dengan pengecualian  biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang tesebut digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”.
Berdasarkan pasal tesebut dapat dikemukakan bahwa anggota masyarakat yang pada umumnya berpenghasilan rendah dapat memperoleh pinjaman dari pengadaian dengan jaminan barang bergerak.Apabila jangka waktu perjanjian berakhir dan pengambil kredit tidak dapat melunasi pinjaman pokok ditambah bunganya atau menembus barangnya, maka pihak pengadaian berhak untuk menjual barang angunan secara lelang.Hasil lelang barang agunan tersebut kemudian digunakan untuk melunasi pinjaman ditambah bunga dan biaya lelang.Sisanya dikembalikan kepada nasabah yang meminjam atau pemilik barang yang telah dilelang tersebut.Pengadaian merupakan suatu lembaga keuangan bukan bank yang memberikan pinjaman kepada masyarakat dengan ciri yang khusus, yaitu secara hukum gadai. (Martono, 2002: 170-171)
Sedangkan dalam prespektif Islam, gadai disebut rahn, yang menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan. Sedangkan menurut syara’ artinya menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai tembusan. Menurut Ahmad Azhar Basyir, rahn berarti tetap berlangsung dan menahan sesuatu barang sebagaimana tanggungan utang.
Pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam Kitab al-Mughni adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayakan dari suatu utang dipenuhi dari harganya, apabila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang. Sedangkan, Imam Abu Zakaria al-Anshary, dalam kitabnya Fathul Wahab, mendefinisikan rahn adalah menjadikan benda yang bersifat harta benda sebagai kepercayaan dari suatu yang dapat dibayarkan dari harta benda itu bila utang tidak dibayar. (Sudarsono, 2004: 156-157)

1.      Produk-produk Pengadaian
Pengadaian memiliki produk khusus yang jarang dimiliki oleh lembaga keuangan lainnya.produk-produk tersebut antara lain:
a.       Kredit Gadai
Nasabah duberikan fasilitas pinjaman berdasarkan hukum gadai dengan prosedur yang mudah, aman, dan cepat.Hampir semua jenis barang bergerak dapat dijadikan angunan atau jaminan, seperti perhiasan emas/berlian, kendaraan bermotor, perabotan rumah tangga yang bernilai, dan barang-barang elektronik.
b.      Jasa Taksiran
Jasa ini merupakan fasilitas pelayanan untuk mengetahui kualitas barang perhiasan seperti emas, parak, permata, dan lain-lain.Dengan biaya yang relative ringan, masyarakat dapat menegetahui dengan pasti tentang nilai atau kualitas suatu barang miliknya setelah lebih dulu diperiksa dan ditaksir oleh juru taksir yang sudah berpengalaman.Kepastian nilai memberikan rasa aman dan rasa lebih pasti bahwa barang tersebut benar-benar mempunyai nilai investasi yang tinggi. 
c.       Jasa Titipan
Jasa ini merupakan fasilitas pelayanan penitipan barang berharga dan lain-lain agar lebih aman. Fasilitas ini diberikan kepada pemilik barang yang akan bepergian jauh dalam waktu yang relative lama, atau juga diberikan karena penyimpanan dirasakan kurang aman. Barang yang dapat dititip, seperti perhiasan, emas, batu permata, kendaraan bermotor, juga surat-surat berharga seperti surat tanah, ijazah, dan lain-lain dengan prosedur mudah dan biaya murah.
d.      Gold Counter
Jasa yang menyediakan fasilitas tempat penjualan emas eksklusif yang terjamin sekali kualitas dan keasliannya.Gold counter semacam took dengan sebutan “Galeri 24” untuk menjual perusahaan dari emas dengan kualitas sesuai kadar barang perhiasan. Dengan jasa ini, pengadaian berusaha merubah image dengan mencoba menangkap pelanggan kelas menengah ke atas. “Galeri 24” took emas pengadaian berarti bahwa galeri tempat penyajian atau pemeran emas yang akan dijual karatasenya pasti benar, yaitu 24 karat, 23 karat, 22 karat, dan seterusnya.
e.       Koin Emas ONH
Pengadaian memperkenalkan cara menabung terutama untuk persiapan menunaikan ibadah haji. Masyarakat yang berminat dapat membeli koin emas berkadar 24 karat yang kelak pada saat dibutuhkan untuk menunaikan haji dapat dijual kembali.Koin emas ONH dapat pula digunakan untuk souvenir dan koleksi pribadi.Dengan jumlah antara 250-260 gram keeping emas sudah setara dengan ongkos naik haji kerena harganya dikaitkan dengan kurs valuta asing (USD). (Matono, 2002: 177-178)
 
2.      Mekanisme Operasional dan Prosedur Pengadaian Syariah dan Konvensional
a.      Mekanisme Operasional dan Prosedur Pengadaian Syariah
Gadai dilihat dari sisi fiqh disebut “Ar-Rahn” yaitu suatu akad (perjanjian) pinjam-meminjam dengan menyerahkan barang milik sebagai tanggunggan utang. Perjanjian gadai pada prinsipnya diterima dan diakui dalam Islam berdasarkan firman Allah Swt. (Iska, Nengsih, 2016: 103-104)
Dalam mekanisme operasionalnya, kedua gadai ini memiliki perbedaan mendasar yang terletak pada akad gadai dan perolehan keuntungan perum pengadaian. (Iska, Nengsih, 2016: 105)
Selain itu, operasi pengadaian syariah menggambarkan hubungan di antara nasabah dan pengadaian. Adapun teknik pengadaian syariah adalah sebagai berikut:
1)      Nasabah menjamin barang kepada pengadaian untuk mendapatkan pembiayaan. Kemudian pengadaian menaksir barang jaminan untuk dijadikan dasar dalam memberikan pembiayaan
2)      Pengadaian syariah dan nasabah menyetujui akad gadai. Akad ini mengenai berbagai hal, seperti kesepakatan biaya gadaian, jatuh tempo gadai, dan sebagainya.
3)      Pengadaian syariah menerima biaya gadai, seperti biaya penitipan, biaya pemeliharaan, penjagaan, dan biaya penaksiran yang dibayar pada awal transaksi oleh nasabah
4)      Nasabah menembus barang yang digadaikan setelah jatuh tempo
Perbedaan utama antara biaya gadai dan bunga pengadaian adalah sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda setelah biaya gadai hanya sekali dan ditetapkan di muka.
Sedangkan dalam hal perjanjian gadai sangat ditentukan banyak hal.Di antaranya adalah subyek dan objek perjanjian gadai.Subyek perjanjian gadai adalah rahin, sedangkan objeknya adalah marhum, serta murtahin adalah menahan barang gadai tersebut. Mekanisme perjanjian gadai dapat dirumuskan apabila diketahui beberapa hal, di antaranya:
1)      Syarat rahin dan murtabin
2)      Syarat marbun dan utang
3)      Kedudukan marbun
4)      Risiko atau kerusakan marbun pemindahan milik marbun
5)      Perlakuan bunga dan riba dalam perjanjian gadai
6)      Pungutan hasil marhun
7)      Biaya pemeliharaan marhun
8)      Pembiayaan utang dari marhun
9)      Hak murtahin atau harga peninggalan (Sudarsono, 2004: 170-173)
Selain itu, alternative mekanisme aktivitas perjanjian gadai dengan menggunakan dua akad perjanjian gadai dengan menggunakan dua akad perjanjian.Kedua akad tersebut adalah akad Al-Qardul Hasan dan akad Mudharabah. Akad al-Qardu Hasan  dilakukan dengan nasabah yang menginginkan penggadaian barangnya untuk keperluan konsumtif. Dengan demikian, rahin akan memberikan biaya upah atau fee kepada murtahin, karena murtahin telah menjaga atau merawat marhun. Sementara akad Mudharabah diterapkan untuk nasabah yang menginginkan menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha. Dengan demikian, rahinakan memberikan bagi hasil berdasarkan keuntungan uasaha yang diperoleh kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan. Sampai dengan modal yang dipunjam terlunasi. (Muhammad, 2000: 91)
Contoh praktek gadai syariah

Abdul membutuhkan uang Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk membeli beberapa peralatan elektronik. Ia telah menghitung penghasilannya dan sangat cukup untuk membeli semua barang-barang yang diinginkannya. Namun permasalahannya, Abdul baru akan menerima uang tersebut 2 bulan lagi. Ia memiliki sebuah motor sport yang ditaksir berharga Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Abdul dapat menggadaikan motor tersebut kepada pengadaian untuk mendapatkan uang sepuluh juta rupiah.
Saat pengambilan uang sepuluh juta tersebut, maka Abdul dikenakan biaya administrasi sejumlah Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk biaya pemeliharaan dan perawatan motor Abdul selama ia tinggalkan di pengadaian setelah jangka waktu gadai berakhir, maka Abdul dapat mengembalikan pinjaman uangnya sebesar sepuluh juta rupiah dan motor Abdul juga dapat di ambil kembali.
Berdasarkan contoh transaksi gadai diatas, maka dapat dijelaskan mekanisme gadai dalam pengadaian syariah.Gadai syariah mencakup kepada dua akad, yaitu akad rahn dan akad ijarah.Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian penggadaian menyimpan dan merawatnya ditempat yang telah diserahkan oelh penggadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan, dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini di benarkan bagi pengadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Pengadaian dalam Islam akan memperoleh keuntungan hanya dari biaya sewa tempat yang dipungut secara wajar sesuai dengan jenis benda yang digadaikan dan bukan mengambil tambahan berupa bunga atau sewa modal yang di perhitungkan dari uang pinjaman. (Iska, Nengsih, 2016: 105)
Untuk dapat memperoleh layanan dari pengadaian, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai copy tanda pengenal. Kemudian staf penaksiran akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan di jadikan sebagai patokan perhitungan penggenaan sewa simpanan (jasa simpanan) dan pokok uang pinjaman yang dapat di berikan.
Taksiran barang yang ditentukan berdasarkan nilai instrinsik dan harga pasar yang telah di tetapkan oleh forum pengadaian.Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang. Setelah melalui tahapan ini, maka pengadaian dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan:
1)      Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum 4 bulan
2)      Nasabah bersedia membayar jasa simpanan sebesar Rp. 90,- (Sembilan puluh rupiah) dari kelipatan taksiran Rp. 10.000,- per sepuluh hari yang di bayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman
3)      Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh pengadaian pada saat pencairan uang pinjaman (Iska, Nengsih, 2016: 106-107)

b.      Mekanisme Operasional dan Prosedur Pengadaian Konvensional
Gadai konvensional meletakkan dasar perhitungan dengan menggunakan perhitungan bunga yang di ukur dengan besarnya pinjaman yang dilakukan. Dalam operasionalnya, gadai konvensional hanya menerima jaminan benda bergerak dengan kriteria:
1)      Barang dan perhiasan, yaitu: semua perhiasan yang dibuat dari emas, perak, platina, baik yang berhias intan, mutiara
2)      Kendaraan: sepeda, sepeda motor, mobil
3)      Barang-barang rumah tangga
4)      Mesin, mesin jahit, mesin motor kapal
5)      Tekstil
6)      Barang-barang lain yang dianggap berniali seperti surat-surat berharga baik dalam bentuk saham, obligasi, maupun surat-surat berharga lainnya
Selain barang tersebut, terdapat pula barang-barang yang tidak diterima di lembaga pengadaian, yaitu:
1)      Bahan kebutuhan pokok seperti makanan dan pakaian
2)      Benda-benda yang memiliki bau menyengat seperti minyak tanah, karet, dan lain sebagainya
3)      Benda-benda yang mudah rusak atau busuk seperti buah-buahan
4)      Binatang ternak, seperti sapi, kerbau, kuda, dan lain sebagainya
Dalam pencairan dana pinjaman pada pengadaian, maka besarnya dana yang diperoleh tergantung pada jenis barang yang digadaikan, maksimum adalah sebesar 90% dari nilai taksiran benda yang digadaikan. (Iska, Nengsih, 2016: 103)
3.      Prosedur Pemanfaatan Produk-produk Pengadaian Syariah dan Konvensional
a.      Prosedur Pemanfaatan Produk-produk Pengadaian Syariah
1)      Rahn
Prosedur dalam rahn adalah sebagai berikut:
a)      Mengisi formulir permintaan pinjaman
b)      Menyerahkan FPP yang ditandatangani, melampirkan fotokopi KTP, barang jaminan
c)      Menerima kembali kitir FPP (tanda bukti dan penaksiran marhun)
d)     Menyerahkan duplikat kepada kasir
e)      Menandatangani SBR asli dan duplikat
f)       Menerima uang UP dan SBR asli setelah membayar administrasi
2)      Penaksir/ KPM
Sedangkan dalam penaksir/KPM antara lain:
a)      Menerima FPP, KTP, marhun
b)      Memeriksa kebenaran pengisian FPP dan marhun
c)      Menentukan taksiran marhun dan UP
d)     Menentukan biaya administrasi
e)      Menyerahkan duplikat FPP ditandatangani ke rahin 
3)      Kasir
Dalam hal ini kasir bertugas :
a)      Menerima SBR asli dan duplikat yang ditandatangani KPM
b)      Memeriksa kelengkapan dan keabsahan SBR dari KPM
c)      Mencocokkan duplikat FPP dari rahin dengan SBR
d)     Meminta tanda tangan rahin dan pembayaran UP serta membubuhkan cap “TERIMA” pada SBR asli dan duplikat
e)      Mengisi buku pinjaman berdasarkan SBR duplikat
f)       Menyerahkan SBR duplikat ke KPM dan FPP duplikat ke petugas Tata Usaha 
4)      Petugas Tata Usaha
a)      Menerima SBR duplikat dari KPM dan FPP duplikat dari kasir
b)      Mencatat data rahin pada Buku Rahin diambil dari FPP duplikat dan mengisi Buku Rekapitulasi Data Rahin (BKDR)
c)      Menyimpan SBR dan FPP duplikat
d)     Akhir bulan mengisi Buku Statistik Perkembangan Usaha (BSPU GS-09)
5)      Petugas Gudang
a)      Memeriksa, menghitung dan menerima marhun dari KPM dengan Buku Serah Terima Marhun (BSTM)
b)      Mencocokkan marhun diterima dengan BSTM apabila cocok bubuhkan tandatangan di kolom “Penerimaan”
c)      Menyimpan marhun diterima sesuai golongan, rubrik dan bulan pinjaman di gudang / kluis. (Rivai, 2007: 1352)

b.      Prosedur Pemanfaatan Produk-produk Pengadaian Konvensional
Prosedur memperoleh pinjaman dari pegadaian antara lain sebagai berikut:
1)      Calon nasabah datang langsung ke loket penaksir dan menyerahkan barang yang akan dijamin menunjukkan KTP atau surat kuasa apabila pemilik tidak bisa datang sendiri dan mengisi aplikasi yang tersedia untuk peminjaman uang.
2)      Barang jaminan diteliti kualitasnya oleh juru taksir untuk menaksir dan menetapkan harganya.
3)      Jumlah taksiran harga barang yang digadaikan dinegosiasikan antara nasabah dengan pegadaian untuk jumlah pinjaman yang layak sesuai ketentuan berlaku dan jangka waktu pinjaman.
4)      Penyerahan barang gadaian setelah jumlah dan jangka waktunya disepakati bersama, dilakukan pengikatan gadai dan barang gadaian dan pegadaian memberikan bukti tanda terima barang gadaian.
5)      Nasabah mencairkan uang pinjaman pada loket tersedia.
6)      Pembayaran uang pinjaman dilakukan oleh kasir tanpa potongan biaya kecuali potongan premi asuransi.

                                                Prosedur pelunasan uang pinjaman dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1)      Uang pinjaman dapat dilunasi kapanpun tanpa menunggu selesainya jangka waktu.
2)      Bila nasabah telah punya uang dan inging melunasi pinjaman dan menebus barang yang digadaikan, dapat segera dilakukan walau waktu pinjaman belum berakhir.
3)      Nasabah membayar kembali pinjaman beserta sewa modal (bunga) langsung kepada kasir dengan barang bukti surat gadai.
4)      Barang dikeluarkan oleh petugas penyimpanan barang jaminan.
5)      Barang yang digadaikan dikembalikan kepada nasabah.
6)      Jika dalam batas waktu akhir gadai nasabah tidak memenuhi kewajibannya dan belum menebus barang gadaian, pegadaian segera melelang barang. Sisa hasil uang lelang diserahkan kepada nasabah disertai rincian perhitungan. (Rivai, 2007: 1336-1337)
Sedangkan manfaat gadai itu sendiri tidak hanya untuk nasabah saja, tetapi untuk perusahaan gadai itu sendiri. Manfaat gadai tersebut diantaranya sebagai berikut:
1)      Bagi Nasabah
Manfaat utama yang diperoleh nasabah yang meminjam dari perum pengadaian adalah ketersediaan dana dengan prosedur yang relative lebih sederhana dan dalam jangka waktu yang lebih cepat terutama apabila dibandingkan dengan kredit perbankan. Disamping itu, mengingat itu jasa yang ditawarkan oleh perum pengadaian tidak hanya jasa pengadaian, nasabah juga memperoleh manfaat sebagai berikut:
a)      Penaksiran nilai suatu barang bergerak dari pihak atau institusi yang telah berpengalaman dan dapat dipercaya
b)      Penitipan suatu barang bergerak pada tempat yang aman dan dapat dipercaya. Nasabah yang akan berpergian, merasa kurang aman dalam menetapkan barang bergeraknya ditempat sendiri, atau tidak mempunyai sarana penyimpanan suatu barang bergerak dapat menitipkan barangnya di Perum Pengadaian 
2)      Bagi Perusahaan Pengadaian
Manfaat yang diharapkan perum pengadaian sesuai jasa yang diberikan kepada nasabahnya adalah:
a)      Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana
b)      Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu dari Perum Pengadaian
c)      Pelaksanaan misi Perum Pengadaian sebagai salah atu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masarakat yang memerlukan dana dengan prosedur dan cara yang relative sederhana
3)      Berdasankan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990
Laba yang diperoleh oleh Perum Pengadaian digunakan untuk:
a)      Dana pembangunan semesta (55%)
b)      Cadangan umu (5%)
c)      Cadangan tujuan (5%)
d)     Dana social (20%) (Iska, Nengsih, 2016: 109-110)

B.     Perkembangan Pengadaian Syariah di Indonesia
Di Indonesia pengadaian syariah mendapatkan sambutan yang sangat baik, bahkan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini di dasari oleh keinginan masyararakat sendir untuk mengamalkan ajaran-ajaran agama khususnya Islam karena Indonesia memiliki masyarakat dengan mayoritas adalah muslim. Oleh karena itu, tidak terlalu susah untuk mengembangkan lembaga-lembaga keuangan yang berbasis syariah, termasuk salah satunya adalah pengadaian.
Mendirikan perusahaan gadai merupakan halyang cukup sulit karena harus memenuhi kecukupan modal.Modal merupakan syarat utama dalam mendirikan usaha pengadaian, karena orang menggadai disebabkan karena kekurangan modal. Selain itu, lembaga pengadaian juga harus memiliki dana berlapis dan produk-produk gadai yang lebih bervariasi, karena di takutkan lembaga gadai tidak diminati oleh masyarat.
Di Indonesia, hanya satu perusahaan gadai yang berdiri, itupun dimiliki oleh pemerintah dan dimasukkan kedalam jenis perusahaan umum (PERUM). Untuk pengadaian syariah sendiri, pengadaian Indonesia beru mampu membuka dual system, yaitu pengadaian konvensional membuka cabang syariah.Secara manajemen masih tetap berada dalam susunan perum pengadaian.
Selain perum pengadaian, lembaga keuangan bank juga melayani transaksi gadai.Produk yang terkenal adalah gadai emas.Kendatipun demikian, beberapa wakru belakangan, gadai emas tidak lagi dikembangkan di perbankan kerena masih dinyatakan sulit untuk dikendalikan.Namun saat ini, perbankan masih melayani pembelian emas dengan memanfaatkan produk murabahah. (Iska, Nengsih, 2016: 110-111)
Pegadaian syariah, berawal pada tahun 1998 ketika beberapa General Manager melakukan studi banding ke Malaysia. Setelah melakukan studi banding, mulai dilakukan penggodokan rencana pendirian pegadaian syariah. Tapi ketika itu ada sedikit masalah internal sehingga hasil studi banding itu pun hanya ditumpuk.(Umam2011)
Tahun 2002 mulai diterapkan sistem pegadaiaan syariah dan pada tahun 2003 pegadaian syariah resmi dioperasikan dan pegadaian cabang Dewi Sartika menjadi kantor cabang pegadaian pertama yang menerapkan sistem pegadaian syariah.Prospek pegadaian syariah di masa depan sangat luar biasa. Respon masyarakat terhadap pegadaian syariah ternyata jauh lebih baik dari yang diperkirakan. Menurut survei BMI, dari target operasional tahun 2003 sebesar 1,55 milyar rupiah pegadaian syariah cabang Dewi Sartika mampu mencapai target 5 milyar rupiah.(Ahby 2012a)
Pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang yang digadaikan. Meski tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh keuntungan seperti yang sudah diatur oleh Dewan Syariah Nasional, yaitu memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang yang digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang, bukan dari jumlah pinjaman. Sedangkan pada pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar sejumlah dari yang dipinjamkan.(Said2010)
Program Syariah Perum Pegadaian mendapat sambutan positif dari masyarakat. Dari target omzet tahun 2006 sebesar Rp 323 miliar, hingga September 2006 ini sudah tercapai Rp 420 miliar dan pada akhir tahun 2006 ini diprediksi omzet bisa mencapai Rp. 450 miliar.(Jamil 2010)Bahkan Perum Pegadaian Pusat menurut rencana akan menerbitkan produk baru, gadai saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ), paling lambat Maret 2007. Manajemen Pegadaian melihat adanya prospek pasar yang cukup bagus saat ini untuk gadai saham.Bisnis pegadaian syariah tahun 2007 ini cukup cerah, karena minta masyarakat yang memanfaatkan jasa pegadaian ini cukup besar. Itu terbukti penyaluran kredit tahun 2006 melampaui target.(Ayunia2015)
Pegadaian cabang Majapahit Semarang misalnya, tahun 2006 mencapai 18,2 miliar. Lebih besar dari target yang ditetapkan sebanyak 11,5 miliar. Jumlah nasabah yang dihimpun sekitar ribu orang dan barang jaminannya sebanyak16.855potong.Penyaluran kredit pegadaian syariah Semarang ini berdiri tahun2003,setiap27 ISSN 2407-9189The 4 th Univesity Research Coloquium 2016 tahunnya meningkat cukup signifikan dari Rp 525 juta tahun 2004 meningkat menjadi Rp 5,1 miliar dan tahun 2006 mencapai Rp 18,4 miliar.  Mengenai permodalan hingga saat ini tidak ada masalah. Berapapun permintaan nasabah asal ada barang jaminan akan dipenuhi saat itu pula bisa dicairkan sesuai taksiran barang jaminan tersebut. 
Demikian prospek pegadaian syariah ke depan, cukup cerah. (Dinia 2015) (https://publikasiilmiah.ums.ac.id//dinamikaperkembanganpengadaiandiindonesia.pdf )

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh seorang yang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si pemilik piutang untuk mengambil pelunasan dari hutangnya melalui barang tersebut apabila yang berhutang tidak mampu membayar hutangnya setelah dikurangi semua biaya-biaya yang tejadi akibat hutang-piutang tersebut.
Produk-produk Pengadaian, yaitu:
1.      Kredit Gadai
2.      Kredit Gadai
3.      Jasa Taksiran
4.      Jasa Titipan
5.      Gold Counter
6.      Koin Emas ONH
Dalam mekanisme dan prosedur pengadaian syariah, pengadaian dalam Islam akan memperoleh keuntungan hanya dari biaya sewa tempat yang dipungut secara wajar sesuai dengan jenis benda yang digadaikan dan bukan mengambil tambahan berupa bunga atau sewa modal yang di perhitungkan dari uang pinjaman, sedangkan dalam pengadaian konvensional, dalam pencairan dana pinjaman pada pengadaian, maka besarnya dana yang diperoleh tergantung pada jenis barang yang digadaikan, maksimum adalah sebesar 90% dari nilai taksiran benda yang digadaikan.
Di Indonesia, hanya satu perusahaan gadai yang berdiri, itupun dimiliki oleh pemerintah dan dimasukkan kedalam jenis perusahaan umum (PERUM). Untuk pengadaian syariah sendiri, pengadaian Indonesia beru mampu membuka dual system, yaitu pengadaian konvensional membuka cabang syariah.Secara manajemen masih tetap berada dalam susunan perum pengadaian.


DAFTAR KEPUSTAKAAN
Iska, Syukri dan Nengsih, Ifelda. 2016. Manajemen Lembaga Keuangan Syariah Non Bank: Teori, Praktek, dan Regulasi. Padang: CV. Jasa Surya.
Martono. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Ekonisia.
Muhammad. 2002. Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer. Yogyakarta: UII Press.
Rivai, Veithzal. 2007. Bank and Financial Institutional Management Conventional and Sharia System. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar