
MAKALAH
MANAJEMEN
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
Tentang
INSTITUSI
ZAKAT
Oleh :
ASTRI
AYUNDA
1730401013
Dosen Pembimbing :
Dr. H. SYUKRI ISKA, M. Ag.
IFELDA NENGSIH, SEI., MA.
JURUSAN
PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
1440 H
/ 2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan
penduduk muslim terbesar di dunia. Islam merupakan agama yang peduli dengan
kesejahteraan masyarakat. Dalam rukun Islam juga tercantumkan salah satunya
membayar zakat. Zakat sangat jelas diperuntukan untuk orang-orang yang berada
dalam golongan Asnaf delapan.
Awal berdirinya lembaga keuangan ini, hanya
merupakan swadaya dari masyarakat karena pada saat itu belum ada peraturan tentang
tatacara berzakat atau tata cara kelola dan pendistribusian zakat. Seiring
berjalannya waktu, lembaga keuangan ini menunjukkan eksistensinya dalam
masyarakat. Negara Indonesia memiliki lembaga yang dapat mengelola zakat.
Lembaga tersebut disebut dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAZ). Lembaga
inilah yang mengumpulkan, mengelola, dan mendistribusikan zakat kepada golongan
Asnaf delapan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
prosedur pendirian lembaga keuangan zakat pemerintah dan swasta ?
2. Bagaimana
mekanisme pengelolaan dana zakat ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk
mengetahui prosedur pendirian lembaga keuangan zakat pemerintah dan swasta
2. Untuk
mengetahui mekanisme pengelolaan dana zakat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prosedur
Pendirian Lembaga Amil Zakat Pemerintah dan Swasta
Zakat berasal dari kata Al-Ziyadah (tambah) sehingga zakat menurit bahasa adalah tambahan
(ziyadah) dan pertumbuhan (Nama’).
Zakat juga dapat diartikan membersihkan atau menyucikan (tathhir). Secara bahasa
zakat berarti tumbuh (namuww dan
bertambah (ziyadah).
Zakat menurut terminology (syar’i) adalah sejumlah harta tertentu yang diajibkan oleh Allah
SWT. untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq) seperti yang telah ditetapkan di dalam al-Qur’an.
(Yunartti, 2016: 46-47)
Zakat merupakan salah satu pilar
dalam islam karena termasuk dalam instrument atau rukun islam, zakat menurut
bahasa berarti mensucikan dan tubuh, sedangkan secara syara’ zakat adalah suatu
istilah untuk barang-barang yang wajib dikeluarkan seseorang atas harta
bendanya dengan syrat-syarat tertentu serta harus didistribusikan untuk
kelompok-kelompok tertentu.
Kewajiban zakat bukanlah kewajiban
yang diadakan oleh pemimpin agama, melainkan sudah terutang dalam sumber hukum
islam yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Umtuk memudahkan pelaksanaannya, maka para fuqoha’
merumuskannya secara lebih rinci sehingga mudah dikonsumsi oleh umat islam yang
yang ingin mempelajarinya. (Iska, Nengsih, 2016: 154)
1.
Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Keberadaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS),
secara hukum sesuai dengan keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 14 Tahun
2014. Alasan dibentuknya Badan Amil Zakat Nasional adalah dalam rangka
pengelolaan zakat secara lebih berdaya guna dan berhasil guna serta dapat
dipertanggungjawabkan. Secara structural Badan Amil Zakat, merupakan organisasi
pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, sehingga kedudukannya akan
disesuaikan dengan structural pemerintah, seperti terlihat dalam table berikut:
Kedudukan Badan Amil Zakat dan Unit Pengumpulan
Zakat (UPZ)
No
|
Struktur Pemerintah
|
Kedudukan BAZ
|
Keterangan
|
1
|
Pemerintah Pusat
|
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
|
Berkedudukan di ibu kota negara
|
2
|
Pemerintah Provinsi
|
Badan Amil Zakat Nasional Provinsi
(BAZNAS Provinsi)
|
Berkedudukan di ibu kota provinsi
|
3
|
Pemerintah Kota
|
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS
Kotamadya)
|
Berkedudukan di ibu kota kotamadya
|
4
|
Pemerintah Kabupaten
|
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS
Kabupaten)
|
Berkedudukan di ibu kota kabupaten
|
5
|
Pemerintah Kecamatan
|
Unit Pengumpulan Zakat (UPZ Kecamatan)
|
Berkedudukan di ibu kota Kecamatan
|
6
|
Pemerintah Desa/Kelurahan
|
Unit Pengumpulan Zakat (UPZ Kelurahan
atau desa)
|
berkedudukan di ibu kota desa
|
Sumber:
UU Nomor 23 Tahun 2011
Lebih lanjut dijelaskan tentang BAZNAS
dan BAZNAS pemerintah provinsi, kota dan kabupaten sesuai dengan Undang-undang
23 tahun 2011, sebagai berikut:
a. Badan
Amil Zakat Nasional
1) Untuk
melaksanakan pengelolaan zakat, pemerintah membentuk BAZNAS
2) Berkedudukan
di ibu kota negara. Merupakan lembaga pemerintah nonstructural yang bersifat
mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Mentri
3) BAZNAS
merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara
nasional
4) Dalam
melaksanakan tugas BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
a) Perencanaan
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
b) Pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian dan pendaygunaan zakat.
c) Pengendalian
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
d) Pelaporan
pertanggung jawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
5) Dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak
terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
6) BAZNAS
melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui
Mentri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun
7) BAZNAS
terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota. Keanggotaan BAZNAS terdiri atas 8
(delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah.
Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama, tenaga professional, dan tokoh
masyarakat Islam
8) Unsur
pemerintah ditunjuk dari kementrian/instansi yang berkaitan dengan pengelolaan
zakat
9) BAZNAS
dipimpin oleh seorang ketua dan wakil ketua. Masa kerja anggota BAZNAS dijabat
selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan. Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usulan
Mentri
10) Anggota
BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Mentri setelah
mendapatkan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Ketua dan
wakil ketua BAZNAS dipilih oleh anggota. BAZNAS paling sedikit harus: (a) warga
negara Indonesia; (b) beragama Islam; (c) bertakwa kepada Allah SWT.; (d)
berakhlak mulia; (e) berusia minimal 40 (empat puluh ) tahun; (f) sehat jasmani
dan rohani; (g) tidak menjadi anggota partai politik; (h) memiliki kompetensi di
didang pengelolaan zakat; (i) tidak pernah dihukum karena melakukan tindakan
pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun
11) Anggota
BAZNAS diberhentikan apabila: (a) meninggal dunia; (b) habis masa jabatan; (c)
mengundurkan diri; (d) tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga), bulan
secara terus menerus; atau (e) tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota
b. Badan
Amil Zakat Nasional, Provinsi, dan Kota/Kabupaten
Penjelasan tentang BAdan Amil Zakat Nasional,
Nasional Provinsi, serta Badan Amil Zakat Nasional Kota dan Kabupaten
dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 sebagai berikut:
1) Dalam
rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota
dibentuk BAZNAS Kabupaten/kota
2) BAZNAS
Provinsi dibentuk oleh Mentri atau pejabat yang ditunjuk atas usul gubernur
setelah mendapat pertimbangan BAZNAS
3) BAZNAS
kabupaten/kota dibentuk oleh Mentri atau pejabat yang ditunjuk atas usul
bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS
4) Dalam
hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan BAZNAS provinsi
atau BAZNAS kabupaten/kota, Mentri atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk
BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota setelah mendapatkan pertimbangan
BAZNAS
5) Dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota diatur dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Perusahaan Swasta, dan Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat
kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya
6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah
7) BAZNAS
provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS
diprovinsi atau kabupaten/kota masing-masing
2.
Lembaga
Amil Zakat (LAZ)
a. Ketentuan
Umum
1) Pembentukan
LAZ wajib mendapat izin Mentri atau pejabat yang ditunjuk oleh Mentri
2) Izin
diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:
a) Terdaftar
sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan,
dakwah, dan social
b) Berbentuk
lembaga berbada hukum
c) Mendapat
rekomendasi dari BAZNAS
d) Memiliki
pengwas syariat
e) Memiliki
kemampuan teknis, administrasi, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya
f) Memilki
program untuk memberdayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat
g) Bersedia
diaudit syariat dan keuangan secara berkala (Fadilah, Lesatari, Rosdiana,
Jurnal Organisasi Pengelolaan Zakat (OPZ): Deskripsi Pengelolaan Zakat dari
Aspek lembaga Zakat, Vol. 18 No. 1, September
2017: 64-66)
B.
Mekanisme Pengelolaan Dana Zakat
Institusi zakat sebagaimana yang
sudah diresmikan oleh Negara yaitu BAZNAZ, maka harus bertindak professional
dalm menelola harta zakat. Adapun dalam undang-undang no. 23 tahun 2011
mengenai zakat disebutkan dalam pasal 5 dan 7 bahwa BAZNAZ merupakan lembaga
yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Dalam
melaksanakan fungsinya, yaitu:
1.
Perencanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
2.
Pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
3.
Pengendalian
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
4.
Pelaporan
dan pertanggung jawaban pelaksanaan pengelolaan zakat (Iska, Nengsih, 2016:
158)
Dalam mengoptimalkan kinerja BAZNAZ,
maka pemerintah membentuk pada BAZNAZ Provinsi dan BAZNAZ Kabupaten Kota.
Selain itu, BAZNAZ juga diperbolehkan membentuk Unit pengumpulan zakat pada
institusi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Perusahaan
Swasta dan perwakilan republic Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk
UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya dan tempat lainnya.
Adapun mekanisme kerja BAZNAZ dalam
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Pengumpulan
Orang-orang yang wajib membayar
zakat dan jenis-jenis harta yang dizakatkan, maka orang-orang yang membayar
zakat dikenal dengan istilah fiqh dengan nama Muzakki. Ketentuan muzakki
adalah:
a.
Islam
b.
Baligh
c.
Berakal
d.
Harta
milik sempurna
e.
Sampai
nisab dan haulnya
Dalam hal sampai nisab dan haul,
maka itu tergantung kepada jenis zakat yang dikeluarkan. Secara umum ada 2
jenis zakat yang diambil dari umat Islam, yaitu zakat fitrah dan zakat maal.
Zakat ftrah adalah zakat yang diwajibkan pada semua orang muslim. Zakat fitrah
disebut juga dengan zakat badan, yang bertujuan untuk memfitrahkan
(mennsucikan) sho’im (orang yang berpuasa) dari kotoran rohani atau
sebagai penambal kekurangan saat berpuasa, bahkan ada yang menggambarkan puasa
ramadhan dan zakat fitrah itu seperti shalat dan sujud sahwi, dimana hal satu
menjadi pengisi kekurangan dalam hal lainnya.
Pada zakat fitrah tak mengenal nisab
dan haul, karena syarat wajib pada zakat fitrah cukup ketika muzakki
mempunyai kelebihan dari kebutuhannya dan orang-orang dalam tanggungannya pada
malam hari raya dan esoknya. (Iska, Nengsih, 2016: 159)
Dalam pembayarannya dengan
menggunakan makanan pokok yang ada dalm wilayah muzakki, sedangkan waktu
pembayarannya adalah sebelum datangnya fajar hari raya idul fitri.
Zakat maal diwajibkan oleh
Allah pada tahun ke 2 H, zakat maal sendiri terbagi menjadi beberapa macam,
diantaranya zakat emas perak, zakat ternak, zakat pertanian, zakat tijarah (perdagang)
dan lain-lain. Persoalan nisab (kadar zakat) tergantung kepada jenis harta yang
dimiliki. Emas misalnya, seseorang wajib membayar zakat apabila telah memilki
emas dengan berat sebesar 83 gram. Untuk perternakan nisabnya tergantung jenis
ternak yang dimilikinya. Begitu juga dengan haul (jangka waktu pembayaran
zakat), berbeda harta yang dizakatkan maka berbeda pula haulnya. Untuk
pertanian misalnya, jangka waktu pembayaran zakatnya dihitung setiap kali
panen, sedangkan untuk jenis harta seperti emas, jangka waktunya adalah 1
tahun.
Terkait dengan pengumpulan zakat ini
khususnya zakat maal, maka BAZNAZ memberikan kemudahan kepada para muzakki dalam
membayarkan zakatnya. Bentuk-bentuk kemudahan tersebut antara lain:
a.
Muzakki dapat menghitung sendiri jumlah harta yang akan ia keluarkan zakatnya
b.
Jika
muzakki tidak mampu menghitung atau tidak memiliki waktu yang cukup
untuk menghitung hartanya, maka BAZNAZ dapat pula menawarkan jasa perhitungan
harta untuk dikeluarkannya zakat
c.
Dalam
hal pembayaran zakat, muzakki dapat mengantarkan sendiri ke kantor
BAZNAZ, LAZ ataupun UPZ yang ada, atau dapat pula dilakukan dengan menyetor ke
rekening-rekening BAZNAZ yang tersebar di berbagau bank yang menjadi mitra
BAZNAZ tersebut
d.
Jika
muzakki tidak dapat menyetorkan langsung zakatnya, maka BAZNAZ pun
menyediakan layanan penjeputan zakat ke tempat domisili muzakki
e.
Bentuk
lain dari pemungutan zakat yang dikembangkan saat ini oleh BAZNAZ khususnya
pada lembaga-lembaga pemerintahan yaitu dengan melakukan pemotongan gaji (zakat
penghailan) melalui bendaharawan di masing-masing instansi yang bersangkutan
f.
Pembayaran
zakat dapat dijadikan pengurang setoran pajak dengan cara menyertakan tanda
bukti pembayaran zakat disaat akan membayar pajak pada Negara (Iska, Nengsih,
2016: 160-161)
2.
Pendistribusian
Pendistribusian dimaksudkan pada
penyaluran harta zakat yang telah berhasil diambil dari para muzakki.
Mengenai pendistribusian ini, Allah dengan jelas telah menentukan siapa saja
orang-orang yang berhak menerimanya. Dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 60
disebutkan ada delapan orang (Asnaf delapan) yang berhak menerima zakat. Mereka
adalah:
a.
Fakir
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kata fakir berarti seseorang yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan tidak
mampu memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Sedangkan kategori fakir dalam Negara
Indonesia dikelompokkan pada orang-orang yang memiliki penghasilan dibawah.
(Iska, Nengsih, 2016:161)
Menurut fuqaha, fakir ialah
orang yang memerlukan bantuan dimana mereka tidak memperoleh hasil pendapatan
yang cukup untuk keperluan hidup mereka dan mereka adalah orang yang tidak
memiliki harta dan sumber pendapatan yang halal atau orang yang memiliki harta
kurang dari kadar senisab. (Yunarti, 2018: 59)
Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah
dan Hanabilah, fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang
dapat mencukupi kebutuhannya. Dia juga tidak mempunyai pasangan (suami dan
istri), orang tua dan keturunan yang dapat mencukupi kebutuhannya dan
menafkahinya. Makan, pakaian, dan tempat tinggalnya tidak tercukupi, seperti
orang yang membutuhkan sepuluh, namun dia hanya mempunyai tiga. Sekalipun dalam
keadaan sehat meminta-minta kepada orang, atau dia mempunyai tempat tinggal dan
pakaian yang ia gunakan. (Zuhaili, 2011: 281-182)
b.
Miskin
Miskin adalah orang-oramg yang juga
tidak memiliki pekerjaan, namun mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka
hanya cukup untuk hari itu saja, sedangkan untuk esoknya mereka harus berusaha
lagi mencari agar dapat mempertahankan kehidupan mereka. Oleh sebab itu, kelompok
orang miskin juga mendapatkan haknya atas zakat yang dikeluarkan oleh muzakki.
(Iska, Nengsih, 2016: 161-162)
Menurut mazhab Hanifi, orang
miskin adalah orang yang tidak memiliki
apapun, keadaannya lebih buruk dari fakir. Menurut ulama mazhab Syafi’i
dan Hanbali, fakir lebih susah keadaannya dari miskin. Fakir ialah orang
yang tidak mempunyai harta atau pendapatan yang kurang sebagian dari keperluan
diri dan orang yang ditanggungnya. Sedangkan miskin merupakan orang yang
mempunyai pendapatan separuh mencukupi. (Yunarti, 2018: 59)
c.
Amil
Amil adalah orang yang senantiasa
mengabdikan dirinya hanya untuk mengurus zakat saja, sehingga ia tidak sempat
mencari pekerjaan lain utntuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu,
maka zakat dapat menjadi hak mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai
penggantian terhadap pekerjaan yang tidak bisa ia lakukan karena mengurusi
zakat. (Iska, Nengsih, 2016: 162)
Mereka bisa dari suatu instansi yang
didirikan oleh pemerintah atau yang ditunjuk menjadi amil zakat seperti kalau
di Indonesia dikenal dengan Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat
(LAZ). Bisa juga seseorang yang diberi kepercayaan oleh suatu lembaga dalam
memungut dan memelihara harta zakat. (Yunarti, 2018: 60)
Dalam perkembangannya, sesuai dengan
UU zakat nomor 23 tahun 2011 yang telah membentuk BAZNAS dan menentukan siapa
saja yang berhak duduk dalam kepangurusan BAZNAS, maka pengelola BAZNAS tidak
mendapat haknya sebagai amil, mealinkan mendapatkan gaji yang dibayarkan oleh
pemerintah
d.
Muallaf
Muallaf adalah orang yang melunakkan
hatinya sehingga ia dapat menerima Islam sebagai suatu kebenaran yang benar
timbul dari hatinya tanpa paksaan oleh siapa pun. Pemberian zakat kepada mereka
dikarenakan sebagai bentuk hadiah atas persaudaraan terhadap sesam muslim.
e.
Rikab
(Budak)
Pada zaman nabi, budak adalah orang
yang telah menggadaikan hidupnya kepada orang lain (disebut dengan tuan),
sehingga ia tidak berhak lagi atas dirinya. Pemberian zakat kepada budak
dimaksudkan adalah untuk menebus kembali dirinya kepada tuannya, sehingga ia
kembali mendapatkan kebebasan dan hak terhadap dirinya. Pada masa nabi dikenal
dengan istilah memerdekakan budak. (Iska, Nengsih, 2016: 162)
Syarat memberikan zakat kepada budak
mukatab adalah dia harus beragama Islam dan memang sedang membutuhkan. Karena,
di masa sekarang ini tidak ada lagi perbudakan di dunia, sebab telah dihapuskan
dan dianggap tindakan criminal secara internasional, maka bagian ini tidak
mempunyai eksistensi secara nyata. Dan apa yang tekadang didapati mengenai
perbudakan ini, maka itu tidak mempunyai jalur syariat yang memperbolehkan.
(Zuhaili, 2011: 285)
f.
Gharimin
(orang yang berhutang)
Orang yang berhutang yang berhak
menerima zakat adalah orang yang berhak menerima zakat adalah orang yang
berhutang bukan kepentingan dirinya, melainkan untuk kepentingan umum, tetapi
dengan senang hati menjadikan namanya sebagai orang yang berhutang. Setelah
hutangnya jatuh tempo, ternyata orang tersebut tidak mampu membayar hutang
tersebut, maka ia berhak mendapatkan zakat guna melunasi hutangnya, sehingga ia
tidak lagi memikul tanggung jawab besar itu sendiri. (Iska, Nengsih, 2016:
162-163)
Syarat dalam pemberian zakat kepada
gharimin adalah jika utang kepada orang lain itu digunakan bukan untuk
kemaksiatan, seperti minum khamar dan berjudi, juga tidak berutang demi tujuan
untuk mendapatkan zakat, misalnya dia sebenarnya mempunyai harta yang cukup,
lantas dia berlebihan dalam berutang agar mendapatkan zakat. Orang yang sepert
ini tidak berhak menerima zakat. Karena tujuan yang dia lakukan sangat tercela.
Lain halnya dengan orang fakir yang berhutang karena sebuah kebutuhan dan
berniat untuk mengambil zakat, maka dia diberi zakat seukuran dengan utangnya.
(Zuhaili, 2011: 286)
g.
Fisabilillah
Fisabilillah dimaksudkan kepada orang
yang berjuang dijalan Allah. pada masa nabi, mereka adalah prajurit yang ikut
perang menegakkan syiar Islam diatas muka bumi ini. Mereka mendapatkan zakat
dikarenakan mereka pergi membela agama Allah dan mereka meninggalkan kewajiban
mereka sebagai anak atau suami yang menafkahi orang tua serta anak istri
mereka. Pembayaran zakat kepada mereka ditujukan untuk orang tua, anak, ataupun
istri yang mereka tinggalkan selama berjihad. Oleh karena itu, fisabilillah
mendapatkan haknya atas zakat.
Dewasa ini, istilah fisabilillah
telah mengalami perluasan makna. Ia tidak hanya diartikan sebagai mujahid
perang, melainkan juga diistilahkan untuk siapa saja melaksanakan perintah
Allah. pengembangan fisabilillah salah satunya adalah basiswa pendidikan dan
untuk pembangunan tempat-tempat ibadah.
h.
Ibnu
Sabil
Istilah Ibnu Sabil diperuntukan
untuk mereka yang sedang dalam perjalanan mencaria atau menegakkan syiar Islam,
namun kehabisan bekal dalam perjalanannya. Maka mereka mendapatkan haknya atas
zakat yang dikeluarkan oleh muzakki.
Dalam pendistribusian ini, BAZNAS
sebagai pengelola zakat harus memperhatikan skala prioritas dengan mengutamakan
prinsip pemerataan, keadilan, dan kewajiban. (Iska, Nengsih: 163)
3.
Pendayagunaan
Pada bagian pendayagunaan ini
dimaksudkan bahwa zakat dikelola dalam 2 bentuk, yaitu:
a.
Konsumtif
Zakat konsumtif adalah zakat yang
diberikan kepada mustahiq dengan tujuan untuk konsumsi semata, atau
untuk pemenuhan kepbutuhan pokok semata, sehingga zakat ini cenderung habis
apabila dibagikan kepada mustahiq. Kelompok prioritas yang mendapat
zakat konsumtif biasanya kelompok fakir dan miskin.
b.
Produktif
Zakat produktif adalah zakat yang
diberikan kepada mustahiq dengan tujuan untuk membantu mereka
menggembangkan diri atau memproduktifkan dirinya sehingga tidak bergantung lagi
kepada zakat konsumtif ataupun lebih jauh tidak lagi berada pada sisi mustahiq
melainkan mampu menjadi muzakki. Pemberian zakat produktif dapat
bermacam-macam sesuai dengan keahlian yang dimiliki mustahiqnya.
Bentuk-bentuk produktif antara lain, pemberian hewan ternak, alat-alat
pertanian, dan modal kerja/usaha. (Iska, Nengsih, 2016: 163-164)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Zakat merupakan salah satu pilar
dalam islam karena termasuk dalam instrument atau rukun islam, zakat menurut
bahasa berarti mensucikan dan tubuh, sedangkan secara syara’ zakat adalah suatu
istilah untuk barang-barang yang wajib dikeluarkan seseorang atas harta
bendanya dengan syrat-syarat tertentu serta harus didistribusikan untuk
kelompok-kelompok tertentu.
Dalam hal prosedur pendirian lembaga amil zakat,
BAZNAS dan BAZNAS pemerintah provinsi, kota dan kabupaten sesuai dengan
Undang-undang 23 tahun 2011.
Dalam undang-undang no. 23 tahun
2011 mengenai zakat disebutkan dalam pasal 5 dan 7 bahwa BAZNAZ merupakan
lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Dalam
melaksanakan fungsinya, yaitu:
1.
Perencanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
2.
Pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
3.
Pengendalian
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
4.
Pelaporan
dan pertanggung jawaban pelaksanaan pengelolaan zakat
Mekanisme kerja
BAZNAZ dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Dalam hal
pengumpulan, BAZNAS mengumpulkannya dari muzakki-muzakki
yang hartanya telah sampai nisab dan haulnya. Sedangkan dalam
pendistribusiannya, BAZNAS akan mendistribusikannya kepada Asnaf Delapan,
diantaranya: fakir, miskin, amil, muallaf, rikab (budak), gharimin,
fisabilillah dan ibn sabil. Selain itu, BAZNAS juga melakukan pendayagunaan
atas zakat yang dikelolanya dalam dua bentuk, yaitu konsumtif dan produktif.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Az-Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema
Insani.
Iska, Syukri
dan Nengsih, Ifelda. 2016. Manajemen
Lembaga Keuangan Syariah Non Bank: Teori, Praktek, dan Regulasi. Padang:
Jasa Surya.
Yunarti, Sri. 2018. Kapita
Selekta Fiqh Edisi Revisi.
Batusangkar: STAIN Batusangkar Press.
http://ejournal.unisba.ac.id>download
Tidak ada komentar:
Posting Komentar