Sabtu, 13 Oktober 2018

Institusi Zakat



Description: D:\FB_IMG_1456281703238.jpg

MAKALAH

MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK

Tentang
INSTITUSI ZAKAT

Oleh :
ASTRI AYUNDA
1730401013

Dosen Pembimbing :
Dr. H. SYUKRI ISKA, M. Ag.
IFELDA NENGSIH, SEI., MA.

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
1440 H / 2018

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Islam merupakan agama yang peduli dengan kesejahteraan masyarakat. Dalam rukun Islam juga tercantumkan salah satunya membayar zakat. Zakat sangat jelas diperuntukan untuk orang-orang yang berada dalam golongan Asnaf delapan.
Awal berdirinya lembaga keuangan ini, hanya merupakan swadaya dari masyarakat karena pada saat itu belum ada peraturan tentang tatacara berzakat atau tata cara kelola dan pendistribusian zakat. Seiring berjalannya waktu, lembaga keuangan ini menunjukkan eksistensinya dalam masyarakat. Negara Indonesia memiliki lembaga yang dapat mengelola zakat. Lembaga tersebut disebut dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAZ). Lembaga inilah yang mengumpulkan, mengelola, dan mendistribusikan zakat kepada golongan Asnaf delapan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana prosedur pendirian lembaga keuangan zakat pemerintah dan swasta ?
2.      Bagaimana mekanisme pengelolaan dana zakat ?

C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui prosedur pendirian lembaga keuangan zakat pemerintah dan swasta
2.      Untuk mengetahui mekanisme pengelolaan dana zakat






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Prosedur Pendirian Lembaga Amil Zakat Pemerintah dan Swasta
Zakat berasal dari kata Al-Ziyadah (tambah) sehingga zakat menurit bahasa adalah tambahan (ziyadah) dan pertumbuhan (Nama’). Zakat juga dapat diartikan membersihkan atau menyucikan (tathhir). Secara  bahasa zakat berarti tumbuh (namuww dan bertambah (ziyadah).
Zakat menurut terminology (syar’i) adalah sejumlah harta tertentu yang diajibkan oleh Allah SWT. untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq) seperti yang telah ditetapkan di dalam al-Qur’an. (Yunartti, 2016: 46-47)
Zakat merupakan salah satu pilar dalam islam karena termasuk dalam instrument atau rukun islam, zakat menurut bahasa berarti mensucikan dan tubuh, sedangkan secara syara’ zakat adalah suatu istilah untuk barang-barang yang wajib dikeluarkan seseorang atas harta bendanya dengan syrat-syarat tertentu serta harus didistribusikan untuk kelompok-kelompok tertentu.
Kewajiban zakat bukanlah kewajiban yang diadakan oleh pemimpin agama, melainkan sudah terutang dalam sumber hukum islam yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Umtuk memudahkan pelaksanaannya, maka para fuqoha’ merumuskannya secara lebih rinci sehingga mudah dikonsumsi oleh umat islam yang yang ingin mempelajarinya. (Iska, Nengsih, 2016: 154)
1.      Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Keberadaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), secara hukum sesuai dengan keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2014. Alasan dibentuknya Badan Amil Zakat Nasional adalah dalam rangka pengelolaan zakat secara lebih berdaya guna dan berhasil guna serta dapat dipertanggungjawabkan. Secara structural Badan Amil Zakat, merupakan organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, sehingga kedudukannya akan disesuaikan dengan structural pemerintah, seperti terlihat dalam table berikut:
  
Kedudukan Badan Amil Zakat dan Unit Pengumpulan Zakat (UPZ)
No
Struktur Pemerintah
Kedudukan BAZ
Keterangan
1
Pemerintah Pusat
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Berkedudukan di ibu kota negara
2
Pemerintah Provinsi
Badan Amil Zakat Nasional Provinsi (BAZNAS Provinsi)
Berkedudukan di ibu kota provinsi
3
Pemerintah Kota
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS Kotamadya)
Berkedudukan di ibu kota kotamadya
4
Pemerintah Kabupaten
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS Kabupaten)
Berkedudukan di ibu kota kabupaten
5
Pemerintah Kecamatan
Unit Pengumpulan Zakat (UPZ Kecamatan)
Berkedudukan di ibu kota Kecamatan
6
Pemerintah Desa/Kelurahan
Unit Pengumpulan Zakat (UPZ Kelurahan atau desa)
berkedudukan di ibu kota desa
Sumber: UU Nomor 23 Tahun 2011
Lebih lanjut dijelaskan tentang BAZNAS dan BAZNAS pemerintah provinsi, kota dan kabupaten sesuai dengan Undang-undang 23 tahun 2011, sebagai berikut:
a.       Badan Amil Zakat Nasional
1)      Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, pemerintah membentuk BAZNAS
2)      Berkedudukan di ibu kota negara. Merupakan lembaga pemerintah nonstructural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Mentri
3)      BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional
4)      Dalam melaksanakan tugas BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
a)      Perencanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
b)      Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendaygunaan zakat.
c)      Pengendalian pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
d)     Pelaporan pertanggung jawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
5)      Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
6)      BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Mentri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
7)      BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota. Keanggotaan BAZNAS terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah. Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama, tenaga professional, dan tokoh masyarakat Islam
8)      Unsur pemerintah ditunjuk dari kementrian/instansi yang berkaitan dengan pengelolaan zakat
9)      BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan wakil ketua. Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usulan Mentri
10)  Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Mentri setelah mendapatkan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Ketua dan wakil ketua BAZNAS dipilih oleh anggota. BAZNAS paling sedikit harus: (a) warga negara Indonesia; (b) beragama Islam; (c) bertakwa kepada Allah SWT.; (d) berakhlak mulia; (e) berusia minimal 40 (empat puluh ) tahun; (f) sehat jasmani dan rohani; (g) tidak menjadi anggota partai politik; (h) memiliki kompetensi di didang pengelolaan zakat; (i) tidak pernah dihukum karena melakukan tindakan pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
11)  Anggota BAZNAS diberhentikan apabila: (a) meninggal dunia; (b) habis masa jabatan; (c) mengundurkan diri; (d) tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga), bulan secara terus menerus; atau (e) tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota
b.      Badan Amil Zakat Nasional, Provinsi, dan Kota/Kabupaten
Penjelasan tentang BAdan Amil Zakat Nasional, Nasional Provinsi, serta Badan Amil Zakat Nasional Kota dan Kabupaten dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 sebagai berikut:
1)      Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dibentuk BAZNAS Kabupaten/kota
2)      BAZNAS Provinsi dibentuk oleh Mentri atau pejabat yang ditunjuk atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS
3)      BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Mentri atau pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS
4)      Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota, Mentri atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota setelah mendapatkan pertimbangan BAZNAS
5)      Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Perusahaan Swasta, dan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya
6)      Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah
7)      BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS diprovinsi atau kabupaten/kota masing-masing
2.      Lembaga Amil Zakat (LAZ)
a.       Ketentuan Umum
1)      Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Mentri atau pejabat yang ditunjuk oleh Mentri
2)      Izin diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:
a)      Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan social
b)      Berbentuk lembaga berbada hukum
c)      Mendapat rekomendasi dari BAZNAS
d)     Memiliki pengwas syariat
e)      Memiliki kemampuan teknis, administrasi, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya
f)       Memilki program untuk memberdayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat
g)      Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala (Fadilah, Lesatari, Rosdiana, Jurnal Organisasi Pengelolaan Zakat (OPZ): Deskripsi Pengelolaan Zakat dari Aspek lembaga Zakat, Vol. 18 No. 1, September  2017: 64-66) 
B.     Mekanisme Pengelolaan Dana Zakat
Institusi zakat sebagaimana yang sudah diresmikan oleh Negara yaitu BAZNAZ, maka harus bertindak professional dalm menelola harta zakat. Adapun dalam undang-undang no. 23 tahun 2011 mengenai zakat disebutkan dalam pasal 5 dan 7 bahwa BAZNAZ merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Dalam melaksanakan fungsinya, yaitu:
1.      Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
2.      Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
3.      Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
4.      Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan pengelolaan zakat (Iska, Nengsih, 2016: 158)
Dalam mengoptimalkan kinerja BAZNAZ, maka pemerintah membentuk pada BAZNAZ Provinsi dan BAZNAZ Kabupaten Kota. Selain itu, BAZNAZ juga diperbolehkan membentuk Unit pengumpulan zakat pada institusi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Perusahaan Swasta dan perwakilan republic Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya dan tempat lainnya.
Adapun mekanisme kerja BAZNAZ dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Pengumpulan
Orang-orang yang wajib membayar zakat dan jenis-jenis harta yang dizakatkan, maka orang-orang yang membayar zakat dikenal dengan istilah fiqh dengan nama Muzakki. Ketentuan muzakki adalah:
a.       Islam
b.      Baligh
c.       Berakal
d.      Harta milik sempurna
e.       Sampai nisab dan haulnya
Dalam hal sampai nisab dan haul, maka itu tergantung kepada jenis zakat yang dikeluarkan. Secara umum ada 2 jenis zakat yang diambil dari umat Islam, yaitu zakat fitrah dan zakat maal. Zakat ftrah adalah zakat yang diwajibkan pada semua orang muslim. Zakat fitrah disebut juga dengan zakat badan, yang bertujuan untuk memfitrahkan (mennsucikan) sho’im (orang yang berpuasa) dari kotoran rohani atau sebagai penambal kekurangan saat berpuasa, bahkan ada yang menggambarkan puasa ramadhan dan zakat fitrah itu seperti shalat dan sujud sahwi, dimana hal satu menjadi pengisi kekurangan dalam hal lainnya.
Pada zakat fitrah tak mengenal nisab dan haul, karena syarat wajib pada zakat fitrah cukup ketika muzakki mempunyai kelebihan dari kebutuhannya dan orang-orang dalam tanggungannya pada malam hari raya dan esoknya. (Iska, Nengsih, 2016: 159)
Dalam pembayarannya dengan menggunakan makanan pokok yang ada dalm wilayah muzakki, sedangkan waktu pembayarannya adalah sebelum datangnya fajar hari raya idul fitri.
Zakat maal diwajibkan oleh Allah pada tahun ke 2 H, zakat maal sendiri terbagi menjadi beberapa macam, diantaranya zakat emas perak, zakat ternak, zakat pertanian, zakat tijarah (perdagang) dan lain-lain. Persoalan nisab (kadar zakat) tergantung kepada jenis harta yang dimiliki. Emas misalnya, seseorang wajib membayar zakat apabila telah memilki emas dengan berat sebesar 83 gram. Untuk perternakan nisabnya tergantung jenis ternak yang dimilikinya. Begitu juga dengan haul (jangka waktu pembayaran zakat), berbeda harta yang dizakatkan maka berbeda pula haulnya. Untuk pertanian misalnya, jangka waktu pembayaran zakatnya dihitung setiap kali panen, sedangkan untuk jenis harta seperti emas, jangka waktunya adalah 1 tahun.
Terkait dengan pengumpulan zakat ini khususnya zakat maal, maka BAZNAZ memberikan kemudahan kepada para muzakki dalam membayarkan zakatnya. Bentuk-bentuk kemudahan tersebut antara lain:
a.       Muzakki dapat menghitung sendiri jumlah harta yang akan ia keluarkan zakatnya
b.      Jika muzakki tidak mampu menghitung atau tidak memiliki waktu yang cukup untuk menghitung hartanya, maka BAZNAZ dapat pula menawarkan jasa perhitungan harta untuk dikeluarkannya zakat
c.       Dalam hal pembayaran zakat, muzakki dapat mengantarkan sendiri ke kantor BAZNAZ, LAZ ataupun UPZ yang ada, atau dapat pula dilakukan dengan menyetor ke rekening-rekening BAZNAZ yang tersebar di berbagau bank yang menjadi mitra BAZNAZ tersebut
d.      Jika muzakki tidak dapat menyetorkan langsung zakatnya, maka BAZNAZ pun menyediakan layanan penjeputan zakat ke tempat domisili muzakki
e.       Bentuk lain dari pemungutan zakat yang dikembangkan saat ini oleh BAZNAZ khususnya pada lembaga-lembaga pemerintahan yaitu dengan melakukan pemotongan gaji (zakat penghailan) melalui bendaharawan di masing-masing instansi yang bersangkutan
f.       Pembayaran zakat dapat dijadikan pengurang setoran pajak dengan cara menyertakan tanda bukti pembayaran zakat disaat akan membayar pajak pada Negara (Iska, Nengsih, 2016: 160-161)
2.      Pendistribusian
Pendistribusian dimaksudkan pada penyaluran harta zakat yang telah berhasil diambil dari para muzakki. Mengenai pendistribusian ini, Allah dengan jelas telah menentukan siapa saja orang-orang yang berhak menerimanya. Dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 60 disebutkan ada delapan orang (Asnaf delapan) yang berhak menerima zakat. Mereka adalah:
a.       Fakir
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata fakir berarti seseorang yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Sedangkan kategori fakir dalam Negara Indonesia dikelompokkan pada orang-orang yang memiliki penghasilan dibawah. (Iska, Nengsih, 2016:161)
Menurut fuqaha, fakir ialah orang yang memerlukan bantuan dimana mereka tidak memperoleh hasil pendapatan yang cukup untuk keperluan hidup mereka dan mereka adalah orang yang tidak memiliki harta dan sumber pendapatan yang halal atau orang yang memiliki harta kurang dari kadar senisab. (Yunarti, 2018: 59)
Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang dapat mencukupi kebutuhannya. Dia juga tidak mempunyai pasangan (suami dan istri), orang tua dan keturunan yang dapat mencukupi kebutuhannya dan menafkahinya. Makan, pakaian, dan tempat tinggalnya tidak tercukupi, seperti orang yang membutuhkan sepuluh, namun dia hanya mempunyai tiga. Sekalipun dalam keadaan sehat meminta-minta kepada orang, atau dia mempunyai tempat tinggal dan pakaian yang ia gunakan. (Zuhaili, 2011: 281-182)
b.      Miskin
Miskin adalah orang-oramg yang juga tidak memiliki pekerjaan, namun mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka hanya cukup untuk hari itu saja, sedangkan untuk esoknya mereka harus berusaha lagi mencari agar dapat mempertahankan kehidupan mereka. Oleh sebab itu, kelompok orang miskin juga mendapatkan haknya atas zakat yang dikeluarkan oleh muzakki. (Iska, Nengsih, 2016: 161-162)
Menurut mazhab Hanifi, orang miskin adalah  orang yang tidak memiliki apapun, keadaannya lebih buruk dari fakir. Menurut ulama mazhab Syafi’i dan Hanbali, fakir lebih susah keadaannya dari miskin. Fakir ialah orang yang tidak mempunyai harta atau pendapatan yang kurang sebagian dari keperluan diri dan orang yang ditanggungnya. Sedangkan miskin merupakan orang yang mempunyai pendapatan separuh mencukupi. (Yunarti, 2018: 59)
c.       Amil
Amil adalah orang yang senantiasa mengabdikan dirinya hanya untuk mengurus zakat saja, sehingga ia tidak sempat mencari pekerjaan lain utntuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, maka zakat dapat menjadi hak mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai penggantian terhadap pekerjaan yang tidak bisa ia lakukan karena mengurusi zakat. (Iska, Nengsih, 2016: 162)
Mereka bisa dari suatu instansi yang didirikan oleh pemerintah atau yang ditunjuk menjadi amil zakat seperti kalau di Indonesia dikenal dengan Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ). Bisa juga seseorang yang diberi kepercayaan oleh suatu lembaga dalam memungut dan memelihara harta zakat. (Yunarti, 2018: 60)
Dalam perkembangannya, sesuai dengan UU zakat nomor 23 tahun 2011 yang telah membentuk BAZNAS dan menentukan siapa saja yang berhak duduk dalam kepangurusan BAZNAS, maka pengelola BAZNAS tidak mendapat haknya sebagai amil, mealinkan mendapatkan gaji yang dibayarkan oleh pemerintah
d.      Muallaf
Muallaf adalah orang yang melunakkan hatinya sehingga ia dapat menerima Islam sebagai suatu kebenaran yang benar timbul dari hatinya tanpa paksaan oleh siapa pun. Pemberian zakat kepada mereka dikarenakan sebagai bentuk hadiah atas persaudaraan terhadap sesam muslim.
e.       Rikab (Budak)
Pada zaman nabi, budak adalah orang yang telah menggadaikan hidupnya kepada orang lain (disebut dengan tuan), sehingga ia tidak berhak lagi atas dirinya. Pemberian zakat kepada budak dimaksudkan adalah untuk menebus kembali dirinya kepada tuannya, sehingga ia kembali mendapatkan kebebasan dan hak terhadap dirinya. Pada masa nabi dikenal dengan istilah memerdekakan budak. (Iska, Nengsih, 2016: 162)
Syarat memberikan zakat kepada budak mukatab adalah dia harus beragama Islam dan memang sedang membutuhkan. Karena, di masa sekarang ini tidak ada lagi perbudakan di dunia, sebab telah dihapuskan dan dianggap tindakan criminal secara internasional, maka bagian ini tidak mempunyai eksistensi secara nyata. Dan apa yang tekadang didapati mengenai perbudakan ini, maka itu tidak mempunyai jalur syariat yang memperbolehkan. (Zuhaili, 2011: 285)
f.       Gharimin (orang yang berhutang)
Orang yang berhutang yang berhak menerima zakat adalah orang yang berhak menerima zakat adalah orang yang berhutang bukan kepentingan dirinya, melainkan untuk kepentingan umum, tetapi dengan senang hati menjadikan namanya sebagai orang yang berhutang. Setelah hutangnya jatuh tempo, ternyata orang tersebut tidak mampu membayar hutang tersebut, maka ia berhak mendapatkan zakat guna melunasi hutangnya, sehingga ia tidak lagi memikul tanggung jawab besar itu sendiri. (Iska, Nengsih, 2016: 162-163)
Syarat dalam pemberian zakat kepada gharimin adalah jika utang kepada orang lain itu digunakan bukan untuk kemaksiatan, seperti minum khamar dan berjudi, juga tidak berutang demi tujuan untuk mendapatkan zakat, misalnya dia sebenarnya mempunyai harta yang cukup, lantas dia berlebihan dalam berutang agar mendapatkan zakat. Orang yang sepert ini tidak berhak menerima zakat. Karena tujuan yang dia lakukan sangat tercela. Lain halnya dengan orang fakir yang berhutang karena sebuah kebutuhan dan berniat untuk mengambil zakat, maka dia diberi zakat seukuran dengan utangnya. (Zuhaili, 2011: 286)
g.      Fisabilillah
Fisabilillah dimaksudkan kepada orang yang berjuang dijalan Allah. pada masa nabi, mereka adalah prajurit yang ikut perang menegakkan syiar Islam diatas muka bumi ini. Mereka mendapatkan zakat dikarenakan mereka pergi membela agama Allah dan mereka meninggalkan kewajiban mereka sebagai anak atau suami yang menafkahi orang tua serta anak istri mereka. Pembayaran zakat kepada mereka ditujukan untuk orang tua, anak, ataupun istri yang mereka tinggalkan selama berjihad. Oleh karena itu, fisabilillah mendapatkan haknya atas zakat.
Dewasa ini, istilah fisabilillah telah mengalami perluasan makna. Ia tidak hanya diartikan sebagai mujahid perang, melainkan juga diistilahkan untuk siapa saja melaksanakan perintah Allah. pengembangan fisabilillah salah satunya adalah basiswa pendidikan dan untuk pembangunan tempat-tempat ibadah.
h.      Ibnu Sabil
Istilah Ibnu Sabil diperuntukan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan mencaria atau menegakkan syiar Islam, namun kehabisan bekal dalam perjalanannya. Maka mereka mendapatkan haknya atas zakat yang dikeluarkan oleh muzakki.
Dalam pendistribusian ini, BAZNAS sebagai pengelola zakat harus memperhatikan skala prioritas dengan mengutamakan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewajiban. (Iska, Nengsih: 163)
3.      Pendayagunaan
Pada bagian pendayagunaan ini dimaksudkan bahwa zakat dikelola dalam 2 bentuk, yaitu:
a.       Konsumtif
Zakat konsumtif adalah zakat yang diberikan kepada mustahiq dengan tujuan untuk konsumsi semata, atau untuk pemenuhan kepbutuhan pokok semata, sehingga zakat ini cenderung habis apabila dibagikan kepada mustahiq. Kelompok prioritas yang mendapat zakat konsumtif biasanya kelompok fakir dan miskin.
b.      Produktif
Zakat produktif adalah zakat yang diberikan kepada mustahiq dengan tujuan untuk membantu mereka menggembangkan diri atau memproduktifkan dirinya sehingga tidak bergantung lagi kepada zakat konsumtif ataupun lebih jauh tidak lagi berada pada sisi mustahiq melainkan mampu menjadi muzakki. Pemberian zakat produktif dapat bermacam-macam sesuai dengan keahlian yang dimiliki mustahiqnya. Bentuk-bentuk produktif antara lain, pemberian hewan ternak, alat-alat pertanian, dan modal kerja/usaha. (Iska, Nengsih, 2016: 163-164)
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Zakat merupakan salah satu pilar dalam islam karena termasuk dalam instrument atau rukun islam, zakat menurut bahasa berarti mensucikan dan tubuh, sedangkan secara syara’ zakat adalah suatu istilah untuk barang-barang yang wajib dikeluarkan seseorang atas harta bendanya dengan syrat-syarat tertentu serta harus didistribusikan untuk kelompok-kelompok tertentu.
Dalam hal prosedur pendirian lembaga amil zakat, BAZNAS dan BAZNAS pemerintah provinsi, kota dan kabupaten sesuai dengan Undang-undang 23 tahun 2011.
Dalam undang-undang no. 23 tahun 2011 mengenai zakat disebutkan dalam pasal 5 dan 7 bahwa BAZNAZ merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Dalam melaksanakan fungsinya, yaitu:
1.      Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
2.      Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
3.      Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
4.      Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan pengelolaan zakat
Mekanisme kerja BAZNAZ dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Dalam hal pengumpulan, BAZNAS mengumpulkannya dari muzakki-muzakki yang hartanya telah sampai nisab dan haulnya. Sedangkan dalam pendistribusiannya, BAZNAS akan mendistribusikannya kepada Asnaf Delapan, diantaranya: fakir, miskin, amil, muallaf, rikab (budak), gharimin, fisabilillah dan ibn sabil. Selain itu, BAZNAS juga melakukan pendayagunaan atas zakat yang dikelolanya dalam dua bentuk, yaitu konsumtif dan produktif.





DAFTAR KEPUSTAKAAN
Az-Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani.
Iska, Syukri dan Nengsih, Ifelda. 2016. Manajemen Lembaga Keuangan Syariah Non Bank: Teori, Praktek, dan Regulasi. Padang: Jasa Surya.
Yunarti, Sri. 2018. Kapita Selekta Fiqh Edisi Revisi. Batusangkar: STAIN Batusangkar Press.
http://ejournal.unisba.ac.id>download

Tidak ada komentar:

Posting Komentar