Jumat, 30 November 2018

DPS, DSN DAN DK



Description: Hasil gambar untuk logo iain batusangkar
MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARAH NON BANK

Tentang
DPS, DSN DAN DK

Oleh
ASTRI AYUNDA
1730401022

Dosen Pembimbing:
DR. H. SYUKRI ISKA, M. AG
IFELDA NENGSIH, S.EI, MA


JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
1440 H/2018 M



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam masalah muamalat, sangat sedikit nash yang membicarakannya. Hal ini menjadi indikasi bahwa dalam muamalat dibutuhkan fleksibelitas, sesuai dengan perkembangan zaman, situasi, ruang, dan waktu. Kehadiran Dewan Syariah Nasional sebagai lembaga yang menetapkan standar hukum syariah dan mengaudit operasional perbankan syariah di Indonesia dan aspek hukum syariah dapat dianggap sebagai salah satu sarana sosialisasi sekaligus aplikasi dan implementasi hukum islam di Indonesia dalam bidang muamalah.
Dewan Syariah merupakan sebuah lembaga yang berperan dalam menjamin ke-Islaman keuangan syariah di seluruh dunia.Di Indonesia, peran ini dijalankan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1998 dan dikukuhkan oleh SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep-754/MUI/II/1999 tanggal 10 Februari 1999.
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/2/PBI/2009 (PBI) lebih mempertegas lagi posisi Dewan Pengawas Syariah (DPS) bahwa setiap usaha Bank Umum yang membuka Unit Usaha Syariah diharuskan mengangkat DPS yang tugas utamanya adalah memberi nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kesesuaian syariah. Sedangkan dalam ketentuan UUPS No. 21 Tahun 2008 tegas dinyatakan bahwa DPS diangkat dalam rapat umum pemegang saham atas rekomendasi MUI.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian DPS, DSN, dan DK?
2.      Apa tugas dan wewenang DPS, DSN, dan DK?
3.      Bagaimana hubungan DPS, DSN, dan DK?

C.    Tujuan Pembelajaran
1.      Untuk mengetahui pengertian DPS, DSN, dan DK
2.      Untuk mengetahui tugas dan wewenang DPS, DSN, dan DK
3.      Untuk mengetahui hubungan DPS, DSN, dan DK

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian DPS, DSN, dan DK
1.      Pengertian DPS
Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi jalannya Bank Islam, sehingga senantiasa sesuai dengan prinsip Muamalah dalam Islam. Dewan Syariah merupakan sebuah lembaga yang berperan dalam menjamin ke-Islaman keuangan syariah di seluruh dunia. Di Indonesia, peran ini dijalankan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1998 dan dikukuhkan oleh SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep-754/MUI/II/1999 tanggal 10 Februari 1999.
Menurut Adrian Sutedi dalam bukunya yang berjudul“Pasar Modal Syariah”, Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan yang ditunjuk oleh DSN yang ditempatkan di lembaga keuangan atau bisnis syariah yang bertugas mengawasi kegiatan usaha perusahaan agar sesuai dengan prinsip syariah. (Djumhana, 2006: 142)
Selain itu, DPS dapat diartikan suatu Dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi jalannnya bank islam sehingga senantiasa sesuai dengan prinsip muamalah dalam islam. (Perwataatmadja, Antonio, : 2)

2.      Pengertian DSN
DSN merupakan bagian dari MUI yang bertugas menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi, dan reksadana.
Anggota DSN terdiriatas para ulama, praktisi, dan pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah. Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun. (Sutedi, 2009: 147)
DSN sebagai sebuah lembaga yang dibentuk oleh MUI secara struktural berada di bawah MUI. Menurut pasal 1 angka 9 PBI NO.6/24/PBI/2004, disebutkan bahwa : “DSN adalah dewan yang dibentuk MUI yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk memastikan kesesuaian antara produk, jasa, dan kegiatan usaha bank dengan prinsip syariah”. (Sudarsono, 2004: 287)

3.      Pengertian DK
Dewan Komisaris (DK) adalah sebuah dewan yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direktur PT (Perseroan Terbatas). Di Indonesia sendiri, Dewan Komisaris ditunjuk melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan di dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT dijabarkan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab dari Dewan Komisaris. Dewan Komisaris ini merupakan hal yang perlu ada dalam kelengkapan organisasi perusahaan atau bank.
Dewan Komisaris ini mempunyai tanggung jawab moral terhadap berjalannya bank tersebut. Kewajiban adanya DK pada bank juga diatur dalam ketentuan UU No. 1 Tahun 1995, Komisaris diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan akan diangkat kembali. (Sutedi, 2011: 308)
B.     Tugas dan Wewenang DPS, DSN, dan DK
1.      Tugas dan Wewenang DPS
a.      Tugas DPS
Tugas utama DPS  adalah mengawasi kegiatan suaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan DSN-MUI.
Fungsi Utama DPS adalah sebagai penasihat dan pemberi saran kepada Direksi, Pimpinan Unit Usaha Syariah dan pimpinan kantor cabang Syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah. Selain itu berfungsi juga sebagai mediator antara LKS dengan DSN-MUI dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari LKS yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN-MUI.
Selain itu, Tugas DPS adalah untuk mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi bisnis yang dihadapakan kepadanya sehingga dapat ditetapkan kesesuaian atau ketidaksesuaiannya dengan syariah islam. (Perwataatmadja, Antonio, : 2-3)
Selain itu, berdasarkan PBI No. 6 tahun 2004 pasal 27, tugas, wewenang, dan tanggung jawab DPS adalah sebagai berikut :
1)      Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
2)      Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank.
3)      Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank.
4)      Mengkaji jasa dan produk baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN.
5)      Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap enam bulan kepada direksi, komisaris, DSN, dan Bank Indonesia.

b.      Wewenang DPS
Wewenang Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut :
1)      Memberikan pedoman/garis-garis besar syariah baik untuk penyerahan maupun untuk penyaluran dana serta kegiatan bank lainnya.
2)      Mengadakan perbaikan seandainya suatu produk yang telah/sedang dijalankan dinilai bertentangan dengan syariah (Perwataatmadja, Antonio, : 3)

2.      Tugas dan Wewenang DSN
a.      Tugas DSN
1)      Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi, dan reksadana.
2)      Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
b.      Wewenang DSN
1)      Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
2)      Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan atau peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (BI)
3)      Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah.
4)      Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah termasuk otoritas moneter atau lembaga keuangan dalam dan luar negeri.
5)      Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.
6)      Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.( Wirdyaningsih, 2005: 324-325)

3.      Tugas dan Wewenang DK
a.      Tugas DK
Tugas dewan komisaris berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :
1)        Dewan Komisaris melakukan pengawasan dan kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberikan nasihat kepada direksi.
2)        Anggota dewan komisaris wajib dengang iktikad baik dan kehati-hatian,  dan bertanggung jawab dalam menjalankan pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi.
3)        Dewan komisaris wajib membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan salinannya, melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/keluarganya kepada perseroan tersebut, dan memberikan laporan tugas pengawasan  yang telah dilakukannya selama tahun buku yang bar kepada RUPS.
4)        Dewan komisaris berwenang memberikan persetujuan atau bantuan kepada direksi  dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
5)        Dewan komisaris dapat melakuakan tindakan pengurusan perseroan, seperti layaknya direksi untuk jangka waktu tertentu
6)        Dewan komisaris dapat membentuk komite yang bertanggung jawab kepada dewan komisaris dan anggotanya seorang atau lebih dari anggota dewan komisaris.
7)        Memberhentikan sementara anggota direksi dengan menyebutkan alasannya.

b.      Wewenang DK
Tanggung jawab dewan komisaris berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
1)      Setiap anggota dewan komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah dan lalai dalam menjalankan tugasnya.
2)      Dewan komiaris dapat digugat oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10  bagian dari jumlah seluruh saham karena kesalahn atau kelalaiannya menimbulkan kerugian perseroan.
3)      Anggota dewan komisaris tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas kerugian apabila dapat membuktikan telah melakukan pengawasan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud  dan tujuan perseroan, tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan kerugian, dan telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul dan berlanjutnya kerugian tersebut.
4)      Jika terjadi kepailitan karena kesalahan  atau kelalaian dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota dewan komisaris bertanggung jawab dengan anggota direksi atas kewajiban yang belum dilunasi. Anggota dewan komisaris tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas kepailitan  apabila dapat membuktikan kepailitan tersebut bukan karena kesalahn atau kelalaiannya, telah melakukan pengawasan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud  dan tujuan perseroan, tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan kepailitan, dan telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah kepailitan. (Wirdyaningsih, 2005: 101)

C.    Hubungan DPS, DNS, dan DK
Dewan Syariah Nasional (DSN) & Hubungannya Dengan DPS:
1.      Dengan berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah, berkembang pula jumlah DPS yang berada pada masing-masing Lembaga tersebut.
2.   Terkadang muncul fatwa yang berbeda antara DPS satu lembaga dengan yang lainnya, dan hal seperti ini dikhawatirkan akan membingungkan umat.
3.   Oleh karenanya MUI menganggap perlu dibentuknya satu Dewan Syariah yang bersifat nasional, sekaligus membawahi seluruh Lembaga Keuangan Syariah.
4.   Lembaga ini kemudian dikenal dengan nama Dewan Syarian Nasional (DSN).
Dewan Syariah Nasional merupakan Dewan yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah. DSN merupakan bagian dari MUI dan DSN membantu pihak-pihak terkait, seperti Departemen Keuangan, BI dan lembaga lainnya dalam menyusun peraturan atau ketentuan untuk lembaga keuangan syariah. Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan masa periode 5 tahun.
Hubungan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) yaitu dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah, berkembang pulalah jumlah DPS yang berada pada masing-masing lembaga tersebut. Terkadang muncul fatwa yang berbeda antara DPS yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, dibentuklah DSN yang bersifat nasional sekaligus membawahi lembaga-lembaga keuangan syariah. (Huda, Haykal, 2010: 318)


 

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi jalannya Bank Islam, sehingga senantiasa sesuai dengan prinsip Muamalah dalam Islam.
Menurut pasal 1 angka 9 PBI NO.6/24/PBI/2004, disebutkan bahwa : “DSN adalah dewan yang dibentuk MUI yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk memastikan kesesuaian antara produk, jasa, dan kegiatan usaha bank dengan prinsip syariah”.
Dewan Komisaris (DK) adalah sebuah dewan yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direktur PT (Perseroan Terbatas).
Selain itu, Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan lembaga independen yang diberikan amanah oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) untuk mengawasi kesesuaian operasional dan praktik lembaga keuangan syariah terhadap kepatuhan syariah. Dewan Komisaris (DK) adalah sebuah dewan yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direktur PT (Perseroan Terbatas). Di Indonesia sendiri, Dewan Komisaris ditunjuk melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan di dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT dijabarkan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab dari Dewan Komisaris.







DAFTAR KEPUSTAKAAN
Djumhana, Muhammad. 2006.  Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Perwataatmadja, Karnaen A. dan Muhammad Syafi’i Antonio. Apa Dan    Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa
Sudarsono, Heri. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskriptif dan Ilustrasi. Yogyakarta:Ekonisia.
Sutedi, Adrian. 2009. Perbankan Syariah : Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum.   Bogor:  Ghalia Indonesia
Wirdyaningsih. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar