Sabtu, 07 September 2019

KERANGKA KERJA DALAM PENANGANAN MANAJEMEN RISIKO DALAM KEGIATAN PERBANKAN SYARIAH



Description: Hasil gambar untuk logo iain batusangkar
MAKALAH
MANAJEMEN RISIKO BANK

Tentang
KERANGKA KERJA DALAM PENANGANAN MANAJEMEN RISIKO DALAM KEGIATAN PERBANKAN SYARIAH

Oleh
ASTRI AYUNDA
1730401022

Dosen Pembimbing:
IFELDA NENGSIH, S.EI, MA


JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
1441 H/2019 M


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Risiko merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. hal ini disebabkan banyaknya ketidakpastian yang muncul secara alamiah. Ahli statistik menyatakan bahwa risiko adalah penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan. Risiko dapat diartikan sebagai probabilitas sesuatu outcome yang berbeda dengan outcome yang diharapkan.
Era sekaran adalah era konsumerisme, dimana berbagai perusahaan menawarkan berbagai bentuk alternatif pilihan produk yang beragam baik dari segi kemasan, cita rasa, manfaat, kualitas, hingga harga yang bervariasi. Berbagai kemudahan tersebut mendorong manusia untuk memiliki berbagai produk guna untuk memuaskan dan memudahkan dirinya dalam menjalankan berbagai aktivitas kehidupan. Dalam konteks permasalahan maka kepemilikan finansial yang kita miliki perlu diatur, dikelola, dan direncanakan dengan baik atau membuat suatu “financial planning”. Semua itu harus dilakukan secara sistematis dengan tujuan menghindari timbulnya kerugian. Untuk itu diperlukannya sebuah manajemen risiko yang baik sehingga risiko dalam perbankan syariah dapat terkontrol dan dapat dihindari.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan manajemen risiko ?
2.      Apa tujuan dari manajemen risiko ?
3.      Apa manfaat dari manajemen risiko ?
4.      Bagaimana proses manajemen risiko ?
5.      Apa fungsi manajemen risiko ?
6.      Apa kerangka mananjemen risiko ?
7.      Bagaimana teknik-teknik dari manajemen risiko ?
8.      Bagaimana budaya dari manajemen risiko ?
9.      Bagaimana karakteristik manajemen risiko yang baik ?

C.    Tujuan Pembelajaran
1.      Untuk mengetahui maksud dengan manajemen risiko
2.      Untuk mengetahui tujuan dari manajemen risiko
3.      Untuk mengetahui manfaat dari manajemen risiko
4.      Untuk mengetahui  proses manajemen risiko
5.      Untuk mengetahui fungsi manajemen risiko
6.      Untuk mengetahui kerangka mananjemen risiko
7.      Untuk mengetahui teknik-teknik dari manajemen risiko
8.      Untuk mengetahui budaya dari manajemen risiko
9.      Untuk mengetahui karakteristik manajemen risiko yang baik












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Manajemen Risiko
Risiko (risk) dapat ditafsirkan sebagai benruk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya (future) dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini. Menurut Ricky W. Grifin dan Ronald J. Ebert, risiko adalah uncertainty abut future events. Adapun Joel G. Ebert dan Jae K. Shim mendefinisikan pada tiga hal :
1.      Adalah keadaan yang mengarah kepada sekumpulan hasil khusus, dimana hasilnya dapat diperoleh dengan kemungkinan yang telah diketahui oleh pengambil keputusan.
2.      Adalah variasi dalam keberuntungan, penjualan, atau variabel keuangan lainnya, dan
3.      Adalah kemungkinan dari sebuah masalah keuangan yang mempengaruhi kinerja operasi perusahaan atau posisi keuangan, seperti risiko ekonomi, ketidakpastian politik, dan masalah industri.
Lebih jauh Joel G. Siegel dan Jae K. Shim menjelaskan pengertian analisis risiko dalah proses pengukuran dan penganalisaan risiko disatukan dengan keputusan keuangan dan investasi. (Fahmi, 2011, hal. 2)
Sedangkan dari literatur lain, Risiko merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Risiko juga diartikan sebagai probilitas sesuatu outcome yang berbeda dengan outcome yang diharapkan. Secara garis risiko dapat dikategorikan dalam dua kelompok yakni risiko yang dapat di hindari dan risiko yang tidak dapat dihindari.
Sedangkan manajemen risiko dapat diartikan sebagai rangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Proses manajemen risiko merupan tindakan dari keseluruhan entitas terkait di dalam organisasi. Adapun tindakan berkesinambungan yang dimaksud tersebut meliputi identifikasi, kauntifikasi, menunjukkan sikap, menetapkan solusi serta melakukan monitoring dan pelaporan risiko. Mengacu pada pendapat SBC Warburg, manajemen risiko adalah seperangkat kebijakan, prosedur yang lengkap, yang digunakan organisasi, untuk mengelola, memonitoring dan mengendalikan eksposur organisasi terhadap risiko. (Sumar'in, 2012, hal. 109)
Mananjemen risiko juga dapat didefinisikan sebagai suatu bidang ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam memetakan berbagai permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis. (Fahmi, 2011, hal. 2-3)
Sasaran kebijakan manajemen risiko adalah mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan jalannya usaha bank dengan tingkat risiko yang wajar secara terarah, terintegrasi, dan berkesenambungan. (Karim, 2010, hal. 255)
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa manajemen risiko adalah sekelompok kebijakan dengan menggunakan prosedur yang baik dan lengkap yang digunakan oleh suatu organisasi atau perusahaan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan jalannya usaha bank dengan tingkat risiko yang terarah, terintegrasi, dan berkesinambungan.

B.     Tujuan Manajemen Risiko
Selain itu, tujuan manjemen risiko adalah sebagai berikut:
1.      Menyediakan informasi tentang risiko kepada pihak regulator.
2.      Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat unacceptable.
3.      Meminimalisasi kerugian dari berbagai risiko yang bersifat uncontrolled.
4.      Mengukur eksposur dan pemusatan risiko.
5.      Mengalokasikan modal dan membataso risiko. (Karim, 2010, hal. 255)

C.    Manfaat Manajemen Risiko
Dengan diterapkannya manajemen risiko di suatu perusahaan, ada beberapa manfaat yang akan diperoleh, yaitu:
1.      Perusahaan memiliki ukuran yang kuat sebagai pijakan dalam mengambil setiap keputusan, sehingga para manajer menjadi lebih berhati-hati (prudent) dan selalu menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan.
2.      Mampu memberi arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruh-pengaruh yang mungkin timbul baik secara jangka pendek maupun jangka panjang.
3.      Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk selalu menghindari risiko dan menghindari dari pengaruh terjadinya kerugiann khususnya kerugian dari segi finansial.
4.      Kemungkinan perusahaan memperoleh risiko kerugian yang minimum.
5.      Dengan adanya konsep manajmen risiko (risk manajemen concept) yang dirancang secara detail maka artinya perusahaan telah membangun arah dan mekanisme secara suistainable (berkelanjutan). (Fahmi, 2011, hal. 3)

D.    Proses Manajemen Risiko
Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, pada tahap awal bank syariah secara tepat mengenal dan memahami serta mengidentifikasi seluruh risiko, baik yang sudah ada (inherent risks) maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru bank. Selanjutnya, secara berturut-turut, bank syariah perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Proses ini terus berkesinambugan sehingga menjadi sebuah lifecycle.
Dalam pelaksanaannya, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Identifikasi risiko dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap:
a.       Karakteristik risiko yang melekat pada aktivitas fungsional;
b.      Risiko dari produk dan kegiatan usaha

2.      Pengukuran risiko dilaksanakan dengan melakukan:
a.       Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber datadan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko;
b.      Penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi dan faktor risiko yang bersifat material.

3.      Pemantauan risiko dilaksanakan dengan melakukan:
a.       Evaluasi terhadap eksposur risiko;
b.      Penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi, faktor risiko, teknologi informasi dan sistem informasi manajemen risiko yang bersifat material.

4.      Pelaksanaan proses pengendalian risiko, digunakan untuk mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank. (Karim, 2010, hal. 259-260)

E.     Fungsi Manajemen Risiko
Ada beberapa fungsi manajemen risiko, antara lain:
1.      Menetapkan arah dan risk appetite dengan mengkaji ulang secara berkala dan menetujui risk exposure limits yang mengikuti perubahan strategi perusahan.
2.      Menetapkan limit umumnya mencakup pemberian kredit, penetapan non kredit, asset liability, trading, dan kegiatan lain seperti derivatif dan lain-lain.
3.      Menetapkan kecukupan prosedur atau prosedur pemeriksaan (audit) untuk memastikan adanya integrasi pengukuran risiko, kontrol sistem pelaporan, dan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur yang berlaku.
4.      Menetapkan metodologi untuk mengelola risiko dengan menggunakan sistem pencatatan dan pelaporan yang terintegrasi dengan sistem komputerisasi sehingga dapat diukur dan dipantau sumber risiko utama terhadap organisasi bank. (Siswanto, 2008, hal. 151)
5.      Berfungsi sebagai filter atau pemberi peringatan dini (early warning system) terhadap kegiatan usaha bank. (Karim, 2010, hal. 255)

F.     Kerangka Manajemen Risiko
Dalam kerangka organisasi manajemen risiko dapat dilihat bahwa setiap bagian bekerja sama dan saling berhubungan satu sama lainnya. Konsep manajemen yang saling berinteraksi menjadi dasar berpikir (base thinking) dalam memahami manajemen risiko. Karena permasalahan risiko tidak akan bisa di petakan dan dicari solusinya jika setiap pihak saling tidak mau bekerjasama, karena dengan bekerjasama setiap masalah akan lebih mudah dicari solusinya.
Cara menyelesaikan risiko adalah dengan cara sebagai berikut:
1.      Saling bekerja sama untuk memetakan risiko (risk maping)
2.      Saling bekerja sama untuk memberikan solusi dan memilih satu alternatif solusi yang terbaik untuk dijadikan rekomendasi
3.      Saling bertanggung jawab untuk menyelesaikan risiko hingga selesai.

Pada gambar diatas dijelaskan dimana komisaris perusahaan terdiri dari ketua komisaris, anggota komisaris dan komisaris independen. Gambaran ketiga komisaris tersebut dalam perspektif manajemen risiko adalah:
1.      Ketua Komisaris
Seorang ketua komisaris adalah pihak yang memiliki saham terbesar atau saham mayoritas, dengan bagitu diangkat menjadi ketua komisaris. Maka otomatis dari segi ketua komisaris juga yang tertinggi akan menerima risiko jika terjadi. Kondisi ini menyebabkan berbagai keputusan yang diambil harus selalu mendapat persetujuan dan dukungan penuh dari ketua komisaris, dan jika ketua komisaris belum menyetujui maka keputusan tersebut belum dilaksanakan, terutama jika keputusan tersebut dianggap memiliki nilai kepentingan dan risiko yang tertinggi.
2.      Anggota Komisaris
Para anggota komisaris adalah mereka yang memiliki saham minoritas, sehingga dengan begitu mereka hanya diangkat menjadi anggota komisaris. Maka otomatis dari segi risiko adalah yang terkil yang akan diterima jika terjadi nantinya. 
3.      Komisaris Independen
Komisaris independen tidak memiliki saham namun ditujuk untuk menjadi komisaris independen karena faktor kapasitas kepemilikan ilmu dan pengalaman dalam bidang tersebut telah diakui dan mampu memberikan masukan kepada pihak manajemen perusahaan. Pengangkatan dan pemilihan seorang komisaris independen sering disesuaikan dengan:
a.       Bentuk keahlian yang dimiliki.
b.      Kondisi dan situasi dimaana seorang komisaris independen begitu dibutuhkan.
c.       Bentuk aktivitas perusahaan yang dilakukan.
d.      Target-target perusahaan yang direncanakan. (Fahmi, 2011, hal. 9-10)


G.    Teknik-teknik Manajemen Risiko
Untuk mengimplementasikan manajmen risiko secara komprehensif ada beberapa teknik yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan, yaitu:
1.      Identifikasi Risiko
Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan melakukan tindakan berupa mengidentifikasi setiap bentuk risiko yang mungkin akan dialai perusahaan, termasuk bentuk-bentuk risiko yang mungkin akan dialami oleh perusahaan. Indetifikasi ini dilakukan dengan melihat potensi-potensi risiko yang sudah terlihat dan yang akan terlihat. (Fahmi, 2011, hal. 3)
Dalam pelaksanaannya dengan melakukan analisis terhadap karakteristik risiko yang melekat pada aktivitas fungsional, risiko terhadap produk dan kegiatan usaha. (Siswanto, 2008, hal. 151)
2.      Mengidentifikasi Bentuk-bentuk Risiko
Pada tahap ini diharapkan pihak mananjemen perusahaan telah mampu menemukan bentuk dan format risiko yang dimaksud. Bentuk-bentuk risiko yang diidentifikasi adalah yang mampu dijelaskan secara detail, seperti ciri-ciri risiko dan faktor-faktor timbulnya risiko tersebut. Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan juga sudah mulai mengumpulkan dan menerima berrbagai data-data baik bersifat kualitatif dan kuantitatif.
3.      Menempatkan Ukuran-ukuran Risiko
Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan sudah menmpatkan ukuran atau skala yang dipakai, termasuk rancangan model metodologi penilaian yang akan digunakan. Dengan kepemilikan rancangan metodologi penelitian yang ada diharapkan pihak manajemen perusahaan telah memiliki fondasi yang kuat guna melakukan pengolahan data.
4.      Menempatkan Alternatif-alternatif
Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan telah melakukan pengolahan data. Hasil pengolahan kemudian dijabarkan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif beserta akibat-akibat atau pengaruh-pengaruh-pengaruh yang akan timbul jika keputusan itu diambil.
5.      Menganalisis Setiap Alternatif
Pada tahap ini dimana setiap alternatif yang ada selanjutnya dianalisis dan dikemukakan berbagai sudut pandang serta efek-efek yang mungkin akan timbul. Dampak yang munkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka panjang dipaparka secara komprehensif secara tegas dan jelas.
6.      Memutuskan Satu Alternatif
Pada tahap ini setelah berbagai alternatif dipaparkan dan dijelaskan baik dalam bentuk lisan dan tulisan oleh para manajemen perusahaan maka diharapkan pihak manajer perusahaan sudah memiliki pemahaman secara khusus dan mendalam. Dengan pemilihan sau alternatif sebagai solusi dalam menyelesaikan berbagai pemasalahan diharapkan pihak manajer perusahaan sudah memiliki fondasi yang kuat dalam menugaskan pihak manajemen perusahaan untuk bekerja berdasarkan konsep dan koridor yang ada.
7.      Melaksanakan Alternatif yang Dipilih
Pada tahap ini setelah alternatif dipilih dan ditegaskan serta dibentuk tim untuk melaksanakan ini, maka artinya manajer perusahaan sudah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang diengkapi dengan rincian biaya. Rincian biaya yang dialokasikan tersebut telah disetujui oeh bagian keuangan serta otoritas pengambil penting lainnya.
8.      Mengontrol Aternatif yang Dipilih tersebut
Pada tahap ini tugas utama manajer perusahaan adalah melakukan kontrol yang maksimal guna menghindari timbulnya berbagai risiko yang tidak diinginkan.
9.      Mengevaluasi Jalannya Alternatif yang Dipilih
Tujuan melakukan evaluasi dari alternatif yang dipilih tersebut adalah agar pekerjaan tersebut dapat terus dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan. (Fahmi, 2011, hal. 3-5)

H.    Budaya Manajemen Risiko
Risiko di dunia perbankan sebenarnya sudah lama disadari oleh para manajer bank. Tetapi sejak mencuatnya sejumlah kasus besar belakangan ini semakin menyadarkan kita mengenai betapa pentingnya manajemen risiko untuk mencegah terulangnya kasus serupa pada masa mendatang.
Tahun 2011 Perbankan Indonesia kembali diterpa sejumlah kecurangan (fraud) yang terjadi pada beberapa bank yang melibatkan pejabat bank yakni kasus penggelapan uang nasabah Citibank sebesar Rp17 miliar oleh Melinda Dee selaku Senior Relation Manager Citibank dan kasus pembobolan deposito milik PT Elnusa sebesar Rp111 M di PT Bank Mega yang dilakukan oleh Itman Harry Basuki selaku Kepala Cabang PT  Bank Mega Cabang Jababeka.
Pembobolan bank oleh pejabat bank, baik yang terjadi di perbankan nasional tersebut merupakan risiko yang berkaitan dengan operasional bisnis atau lebih dikenal di dunia perbankan dengan risiko operasional (operasional risk), yakni risiko kegagalan operasional (operational failure risk) yang salah satu penyebabnya berasal dari faktor sumber daya manusia.
Untuk menanggapi risiko (risk response) atas risiko operasional tersebut, ada beberapa langkah yang dapat diambil salah satunya adalah dengan membangun kepekaan atau kepedulian sumber daya manusia (SDM) terhadap budaya risiko (risk culture).
Budaya risiko (risk culture) merupakan perilaku semua personil berinteraksi dan persepsi terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan risiko. Persepsi terhadap risiko tersebut akan terefleksi dalam keputusan-keputusan yang diambil dan cara melakukan pekerjaan.
Budaya risiko menjadi semakin nyata pentingnya karena implementasi suatu sistem manajemen risiko meliputi tugas dalam operasional sehari-hari. Dalam keseharian tersebut faktor budaya kerja yang berkaitan dengan risiko itulah yang akan lebih menonjol dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi sistem ketimbang sistem itu sendiri. Proses yang berkaitan dengan budaya risiko biasanya dimotori oleh motivasi dari pimpinan puncak dan komitmen untuk melaksanakan manajemen secara konsekuen. Pimpinan puncak yang harus memberi contoh pelaksanaan budaya risiko, baru para bawahan akan mengikuti.
Dengan kata lain, manajemen bank atau lembaga keuangan bagaikan seorang kapten kapal induk yang sedang berlayar di perairan yang padat. Di satu sisi kapten kapal harus menjaga agar semua awak kapal menjalankan tugas masing-masing secara benar dan selalu menyadari bahaya yang akan terjadi bila tugasnya tidak dijalankan dengan baik. Kesalahan dalam operasional alat canggih disadari dapat menyebabkan masalah besar dan kesalahan operasional banyak dipengaruhi oleh faktor budaya risiko.
Bank yang beroperasi dalam industri perbankan harus secara bersama mematuhi berbagai aturan yang ada dan semua pihak saling berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan ini hanya dimungkinkan apabila semua pihak secara bersama mengembangkan dan mematuhi budaya risiko.
Untuk membangun budaya risiko diperlukan suatu keterpaduan langkah antara pihak manajemen/pimpinan dengan unit internal auditor. Langkah-langkah yang dapat diambil, dalam rangka menciptakan budaya  risiko mencakup 5 tahapan, yaitu:
1.      Komitmen pimpinan menciptakan irama yang sama (tone at the top). Sebelum penerapan budaya risiko diimplementasikan, harus ada komitmen bersama dari para pemimpin (eksekutif). Pemimpinlah yang menjadi pendorong utama memulai budaya risiko. Selanjutnya, manajer-manajer dan pimpinan level menengah berperan penting dalam mengomunikasikan dan mempengaruhi perilaku karyawan/pegawai dalam upaya untuk mengimplementasikan manajemen risiko.
2.      Berikan edukasi kepada seluruh stakeholders mengenai pentingnya melakukan manajemen risiko. Sampaikan pemahaman kepada mereka, bagaimana potensi kerugian jika tanpa manajemen risiko. Lakukan workshop dan training manajemen risiko untuk manajer di berbagai level organisasi, bahkan stakeholders lainnya seperti supplier dan partner. Ini supaya stakeholders yang terkait dengan bisnis kita dapat melakukan manajemen risiko dengan standar yang sama.
3.      Lakukan kegiatan-kegiatan bersifat knowledge sharing mengenai manajemen risiko, di mana karyawan dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman mengenai manajemen risiko.
4.      Sesuatu menjadi culture jika dilakukan secara terus menerus dan konsisten dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu, supaya budaya risiko tercipta, maka harus terdapat komunikasi yang konsisten mengenai pentingnya manajemen risiko dalam aktivitas keseharian. Sehingga orang akan konsisten dalam melakukan manajemen risiko dan aktivitasnya.
5.      Jika organisasi mengekspektasikan supaya orang-orang di dalamnya melakukan manajemen risiko, maka harus diciptakan suatu pendekatan yang jelas terhadap manajemen risiko. Prosedur harus didokumentasikan, disosialisasikan, untuk kemudian diimplementasikan dalam keseharian pengambilan keputusan. Hal ini supaya jelas, dan tidak terjadi kebingungan mengenai langkah apa yang arus diambil. (https://crmsindonesia.org/publications/membangun-budaya-risiko-dalam-manajemen-risiko/)
I.       Karakteristik Manajemen Risiko
Manajemen risiko dalam perbankan syariah mempunyai karakter atau sifat yang berbeda dengan perbankan konvensional. Beberapa karakter bank syariah yang berbeda dengan bank konvensional adalah sebagai berikut:
1.      Identifikasi Risiko
Bentuk risiko yang terjadi pada bank syariah tidak hanya melingkup berbagai risiko yang ada pada bank secara umum melainkan ada yang sangat spesifik yaitu khusus pada bank yang bergerak berlandaskan nilai syariat islam. Kekhususan tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
a.       Proses Transaksi Pembiayaan
Pada bank syariah, proses transaksi pembiayaannya memiliki spesifikasi dalam bentuk akad yang diatur secara syariat Islam seperti dalam pembiayaan murabahah, mudharabah, dan lain-lain yang berbeda dengan sistem konvensional.
b.      Proses Manajemen
Bank syariah dalam proses manajemen tergambar pada sistem dan prosedur operasional akuntansi dan chart of account (grafik rekening), sistem dan prosedur tutup buku, dan sistem pengoperasian pengembangan produk.
c.       Sumber Daya Manusia (Human Resourches)
Spesifikasi sumber daya manusia tergambar dalam kapasitas yang tidak hanya mencakup bidang perbankan secara umum, bahkan juga harus menguasai masalah-masalah syariah.
d.      Pengaruh Eksternal
Terutamanya dengan adanya sual regulatory (dua lembaga pengatur), seperti di Indonesia adanya Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional. (Iska, 2012, hal. 117-118)
e.       Teknologi
Keunikan bank Islam dalam bidang teknologi terlihat pada Business Requirement Specification (BRS) untuk pembiayaan yang berbasis bagi hasil dan Business Requirement Specification (BRS).
f.       Kerusakan
Keunikan bank Islam dalam hal ini terlihat misalnya ketika terjadi kerusakan pada objek ijarah atau IMBT. (Karim, 2010, hal. 257)

2.      Penilaian Risiko
Dalam penilaian risiko, keunikan bank syariah terlihat pada hubungan antara probability dan impact, atau yang biasa dkenal dengan Qualitative Approach.  
3.      Antisipasi Risiko
Antisipasi risiko dalam bank Islam bertujuan untuk:
a.       Preventive. Dalam hal ini, bank Islam memerlukn persetujuan DPS untuk mencegah kekeliruan proses dan transaksi dari aspek syariah. Di samping itu, bank Islam juga memerlukan opini bahkan fatwa DSN bila Bank Indonesia memandang persetujuan DPS belum memadai atau berada di luar kewenangannya.
b.      Detective. Pengawasan dalam bank Islam meliputi dua aspek, yaitu aspek perbankan oleh Bank Indonesia dan aspek syariah oleh DPS. Kadangkala timbul pemahaman yang berbeda atau suatu transaksi apakah melanggar syariah atau tidak.
c.       Recovery. Koreksi atas suatu kesalahan  dapat melibatkan Bank Indonesia untuk aspek perbankan dan DSN untuk aspek perbankan syariah.
4.      Monitoring Risiko
Aktivitas monitoring dalam bank Islam tidak hanya meliputi manajemen bank Islam, tetapi juga melibatkan DPS. Secara sederhana, hal ini dapat digambarkan sebagai berikut (Karim, 2010, hal. 257-259):

STATUS DAN KONDISI SETIAP LANGKAH YANG DIAMBIL

FREKUENSI
MATERI/ISI
CONTOH
DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS)
6 bulanan
Laporan Hasil Pengawasan Syariah
Hasil Pengawasan (Narrative summary)
BOARD LEVEL & RISK MANAGEMENT COMMOTTEE
Tahunan
Summary
-          Risk Map
-          Narrative summary
MIDDLE MANAGEMENT
Triwulan
Summary + Detail
-Kuadran-
Operational Risk Management Plan (ORMP)
DAY TO DAY OPERATION
Bulanan
Detail
Frekuensi












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Manajemen risiko adalah sekelompok kebijakan dengan menggunakan prosedur yang baik dan lengkap yang digunakan oleh suatu organisasi atau perusahaan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan jalannya usaha bank dengan tingkat risiko yang terarah, terintegrasi, dan berkesinambungan. Tujuan dari manajemen risiko adalah untuk dapat mengendalikan atau menghindari risiko yang ada baik di perusahaan maupun di lembaga keuangan. Fungsi dari manajemen risiko adalah sebagai filter atau pemberi peringatan dini (early warning system) terhadap kegiatan usaha bank.
Budaya risiko menjadi semakin nyata pentingnya karena implementasi suatu sistem manajemen risiko meliputi tugas dalam operasional sehari-hari. Dalam keseharian tersebut faktor budaya kerja yang berkaitan dengan risiko itulah yang akan lebih menonjol dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi sistem ketimbang sistem itu sendiri. Proses yang berkaitan dengan budaya risiko biasanya dimotori oleh motivasi dari pimpinan puncak dan komitmen untuk melaksanakan manajemen secara konsekuen. Pimpinan puncak yang harus memberi contoh pelaksanaan budaya risiko, baru para bawahan akan mengikuti.
Selain itu dalam hal karakter antara bank konvensional dengan bank syariah berbeda. Dapat dilihat dari identifikasi risiko, penilaian risiko, antisipasi risiko dan monitoring risiko. Salah dari identifikasi risiko dapat dilihat dari proses transaksi pembiayaan yang mana pada bank syariah, proses transaksi pembiayaannya memiliki spesifikasi dalam bentuk akad yang diatur secara syariat Islam seperti dalam pembiayaan murabahah, mudharabah, dan lain-lain yang berbeda dengan sistem konvensional.



DAFTAR KEPUSTAKAAN
Fahmi, I. (2011). Manajemen Risiko Teori, Kasus, dan Solusi. Bandung: Alfabeta.
Iska, S. (2012). Sistem Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Media Press.
Karim, A. (2010). Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: PT RajaGrafindo..
Siswanto, M. S. (2008). Manajmen Bank : Konvensional & Syariah. Malang: UIN Malang Press.
Sumar'in. (2012). Konsep Kelembagaan Bank Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sumar'in. (2012). Konsep Kelembagaan Bank Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar